Antara Pekanbaru - Jakarta - 2

Pekanbaru, ibukota propinsi Riau memang berkembang dengan pesatnya, maklum dengan kandungan minyak serta gas alam yang melimpah dan potensi hutan yang kaya dengan kayu untuk industri, maka tak heran bangunan bangunan baru seperti kantor pemerintah, ruko dan malah plaza plaza bermunculan dimana mana. Apalagi saat ini perkebunan kelapa sawit dalam skala besar sudah mulai menghasilkan minyak yang pada dasarnya juga akan ikut menaikkan PAD daerah dan memperkuat daya beli masyarakat.

Tetapi satu hal yang selalu menghantui fikiranku adalah" Apakah warga Pekanbaru asli akan bernasib sama dengan saudaranya orang Betawi yang tidak bisa menjadi tuan di tempat kelahirannya sendiri" Semoga tidak demikian, karena factor budaya dan adat istiadat meraka sangat berbeda, sehingga cara pandang mereka terhadap para pendatang juga sangat berbeda.

"When a man love a woman" alunan lembut suara serak Michael Bolton membuat fikir ku merasa rileks, apalagi didukung oleh tempat duduk yang sangat nyaman. Kurebahkan sandaran bangku kebelakang, foot leg kunaikkan selimut segera kututupkan kekaki karena dinginnya ac mulai terasa dan bantal kecil kupeluk buat menghangatkan bagian perut yang terasa kembung diterpa udara dingin

Wah aku betul betul surprise, nggak nyangka kalau ada bus yang demikian bagusnya, sehingga tempat duduknya bisa dirubah menjadi tempat tidur yang cukup memadai buat ditempati selama 36 jam kedepan. Pelan tetapi pasti, seiring alunan lagu dan buaiyan lenggak lenggok bus dalam menapaki setiap tikungan maka mataku mulai berat

"Tidur.. Ah.."

Aku nggak bisa ceritakan seperti apa aku tidur waktu itu.. He he he, yang pasti tidurku begitu nyenyaknya sehingga sama sekali aku tidak menyadari kalau disampingku sekarang telah duduk seorang gadis cantik yang rupanya naik di Teratak Buluh.

"Maaf Bang kalau tidurnya terganggu"
"Oh.. Nggak"

Aku bangun sambil memastikan tidak ada setetes ilerpun yang tak terkontrol sehingga keluar melampaui garis bibir dan dengan ujung telunjuk kubersihkan taik mata yang mungkin nongol disudut sudut mata. Syukur kali ini aku nggak tidur ngiler dan juga nggak ada taik mata, berarti tubuhku masih bisa menjaga martabat tuannya di depan seorang gadis cantik yang belum kukenal.

Kalaulah tadi aku tidur ngiler dan bangun dengan mata penuh dengan ampas airmata, waduh.. ajegile, tentu sigadis disebelah akan hilang selera buat kuajak berkenalan dan alangkah ruginya kalau sepanjang perjalanan 1350 km cuma bengong dan tidur aja.

"Wah jam berapa ini" Aku bertanya pada sendiri sambil melihat jam tangan, ternyata aku tertidur selama dua jam limabelas menit.
"Sekarang sudah jam enam sperempat bang" Gadis disebelahku berbaik hati memberi tahu sambil memandang dengan matanya yang teduh.
"Oh iya, saya kurang tidur semalam dan perjalanan dari Duri ke Pekanbaru sangat melelahkan karena ac mobilnya mati"

Aku memberikan sedikit keterangan tanpa peduli dia butuh atau tidak, hitung hitung balas jasalah karena dia sepertinya memberi perhatian sama aku.

"Pantas tidur abang lelap sekali"
"Oh iya.. Nama saya Dodo, Dodo Djauhari" aku megulurkan tangan untuk berkenalan
"Saya Rostiana, abang boleh panggil Ina saja"

Kami berjabatan tangan, tiba tiba bus menikung kekiri dalam kecepatan yang cukup tinggi akibatnya tubuh Ina terdorong ke arah ku, untung pembatas jok antara kami masih terpasang sehingga hanya kepalanya yang jatuh dalam dekapanku. Rambutnya hitam mengkilap dan menebarkan aroma khas yang memicu mesiu syahwat untuk menggerakkan jiwa dan vital kelelakianku agar bangkit dari tidurnya. Rambut itu begitu terawat, panjangnya hampir mencapai pingul, tetapi dijalin dua ala gadis tahun enampulahan.

"Oh.. Alangkah indahnya kalau rambut itu dibiarkan tergerai bebas dipunggung putih telanjang," pikiran ngeresku mulai keluar.

Kami sama sama tertawa.

"Ha ha.. Ina, sebaiknya pembatas ini kita angkat aja ya, agar bukan hanya kepala Ina yang bisa abang peluk!" Aku menggodanya sambil mendorong pelan tangannya agar dia bisa duduk dengan benar.
"Wah enak di abang nggak enak di Ina dong" Dia menanggapi godaanku sambil tersenyum.
"Tapi kalau abang berjanji nggak macam-macam, ok lah kita akan angkat pembatas ini.
"Abang janji lah.. Dek, abang tak akan macam macam," aku sengaja mengucapkan kata kata dek agar mendapat kesan lebih intim.
"Kalau begitu abang akat lah.. Masak Ina pula yang mesti angkat! logat Melayunya masih cukup kental."

Aku mengangkat balok busa yang memisahkan kursi kami berdua.

"Nah sekarang bangku kita jadi lebih lega kan"
"Betul bang.. Tapi abang sudah janjikan tidak akan macam-macam"
"Abang nih orang baik baik dek, pasti abang nggak bakalan macam macam, karena abang suka yang manis manis".

Ina tertawa keras sekali, dia merasa lucu dengan kata kataku yang sebetulnya nggak nyambung, tapi pengertiannya benar. Sebagian orang di pulau Sumatera menyebut rasa asam dengan macam.

"Oh.. Jadi abang tuh sukakan manisan ya!"
"Nggak juga.. Abang hanya suka gadis manis seperti dek Ina.."

Rudal rayuan mulai kulepas, dengan sasaran lubuk hati dan benteng cinta si Ina. Melihat gelagat dan cara penerimaan dan sikapnya yang lepas bebas begitu, aku yakin tinggal dalam hitungan jam kedepan aku akan berhasil mengakuisisi gadis manis ini.

"Sudah.. Mulai tuh merayu".

Dia berkata sambil melirik, wah.. Mata itu begitu bening dan teduh, aku berkata dalam hati, pasti akan sangat menyenangkan melihat mata itu dikala pemiliknya mulai horny. Sayu, teduh dan mengisyaratkan kepasrahan serta kenikmatan surgawi yang ingin segera dia reguk.

"Tidak.. Yang abang katakan benar adanya, kamu memang manis dan cantik kok"
"Ina tahu.. Lelaki tuh kalau sudah merayu pasti ada maunya"
"So pasti itu.."
"Terus terang aja Abang tuh maukan apa"
"Begini dek Ina, abang tadi dari Duri jam 11 pagi, karena buru buru abang minta sopir taksi untuk lansung tancap gas ke Pekanbaru."
"Sudah.. Jangan berbelit belit gitu lah, terus terang aja"

Tanpa sengaja tangannya menepuk pahaku, oh.. Tangan itu begitu halus membuat aku ingin ditepuk beribu kali lagi.

"Jadi abang tidak sempat makan siang! ha ha ha" Ina tertawa berderai sambil menutupi mukanya dengan kedua belah tangannya.
"Ina tahu sudah maksud abang, abang hendakkan kueh nih kan"
"Semoga Tuhan memberikan hidayahNya kepada orang orang yang mau memberikan makanan, ketika orang lain sedang lapar.. Amin"

Aku berpura pura berdoa sambil membentangkan kedua telapak tanganku.

"Wah menyenangkan sekali punya teman perjalanan seperti abang Dodo nih, kocak rupanya" Ina tersenyum sambil memberikan sepotong bolu gulung dengan selai nanas, yang aku rasa begitu nikmatnya, "Apa karena lapar kali ya!"

Hanya dalam hitungan detik bolu tersebut ludes sudah, tapi rupanya Ina betul betul mempersiapkan makanan yang cukup buat melakukan perjalanan jauh, dan seperti bisa membaca jalan fikiranku dia berkata.

"Bang kita nih kan mau menempuh perjalanan hapir dua hari, kalau mobil nih rusak di tengah hutan kemana kita nak cari makan! makanya Ina sudah siapkan rupa rupa penganan nih".
"Terimakasih Ina,".. Ya Tuhan kasihilah orang orang yang selalu membawa makanan yang banyak dalam tasnya dan dengan senang hati berbagi dengan orang disebelahnya" aku kembali pura pura berdoa.
"Sudahlah bang, aku sudah tahu abang nih banyak kali akal nya, nih yang terakhir buat cuci mulut." Ina memberikan sebuah jeruk yang cukup besar dan manis sekali, sepertinya ini adalah jeruk lokal tetapi rasanya begitu segar.

Demikianlah awal perkanalanku dengan Ina, katanya dia baru saja menamatkan sekolahnya disalah satu SLTA di Pekanbaru dan bermaksuk melanjutkan pendidikan disalah satu perguruan tinggi di Jakarta. Tapi aku sedikit ragu dengan apa yang dia bilang. Memang teteknya telah tumbuh dengan sempurna tetapi sikap kekanak kanakannya masih jelas tersisa, begitu juga dengan wajahnya masih begitu polos dan segar layaknya gadis kelas tiga SMP.

Hari itu dia hanya mengenakan baju kaos tanpa kerah berwarna putih dan ada strip coklat yang pas melewati kedua bukit indah di dadanya. Aku bertanya tanya dalam hati, "Kenapa dia tidak pakai celana jean tapi cuma pakai rok hitam setinggi lutut, padahal ac di mobil cukup dingin. Tetapi justru hal tersebut sangat menguntungkan aku beberapa jam kemudian.

TV sudah dinyalakan dan kondektur memutar sebuah video yang bercerita tentang hantu didalam sebuah mobil. Ina demikian ketakukan menyaksikan hantu tersebut sehingga tanpa sadar kadang kadang dia memeluk tubuhku. Kesempatan itu tidak kusia sia kan, semakin aku menakut nakuti dia dengan hantu itu semakin erat pula pelukannya. Pelan tapi pasti siku kiriku mulai merangsek menekan payudara kanannya. Ina seperti tak peduli dengan tanganku, setiap kali hantu itu keluar di layar TV maka dia akan memelukku, dan saat itu pula siku ku dapat menikmati kenyalnya payudara muda miliknya. Belahan dadanya begitu menonjol, karena dia mempunyai perut yang rata dan pinggang yang kecil, tetapi pantatnya bundar dan padat.. Betul betul seksi.

Jam demi jam terus berlalu, mungkin karena capek Ina tertidur pulas. Pada awalnya posisi tidurnya masih bersandar dengan mantap di sandaran bangku, tetapi akibat goyangan bus ketika melewati tikunungan, pelan pelan kepalanya mulai rebah kekanan dan akhinya mendarat dengan lembut di bahuku.

Nafasnya pelan tapi teratur, menandakan tidurnya sudah lelap sekali. Kembali siku kiriku kugeser sedikit demi sedikit agar tepat mengenai ujung lancip payudaranya dan aku menutup mata, pura pura tidur. Setiap kali mobil terguncang, tekanan siku ku semakin mantap, sehingga dapat kurasakan kehangatan yang mulai menjalari setiap nadiku dan membuat sesuatu bergerak secara otomatis, makin keras, makin keras dan oh.. Penisku sudah bangun.

Dengan lembut dan peerllahann.. Sekali kuraih tangan kanannya dan kuletak kan disela sela pahaku. Tangannya yang lembut tepat menimpa kejantananku dan aku terus berdoa agar bus lebih sering masuk lobang lobang kecil yang akan menimbulkan goncangan ketangan Ina, dan penisku bisa merasakan gesekan hangat tangannya.

Tubuh Ina tiba tiba bergerak dan mulutnya mengeluarkan gigauan yang tidak bisa kutangkap maknanya, tetapi tangannya mencengkram seperti mau memegang sesuatu dan oohh"yang dia pegang justru batang penisku yang sudah demikian tegangnya. Aku yakin Ina tidak sadar akan itu semua, tetapi bagaimanapun justru secara tak sengaja dia telah membangkitkan gairah birahiku yang paling dalam. Pantatku mulai kugerakkan turun naik agar batang penisku dapat merasakan sentuhan tangannya walaupun hanya dari balik celana.

Oh.. Makin lama semakin keras penisku dan aku mulai merasakan denyutan airbah spermaku mengalir dari zakar menuju batang penis dan terus ohh.. Aku mau keluar. Tiba tiba aku dikagetkan oleh lampu interior bus menyala serentak membuat suasana jadi terang benderang.
"Istirahat, istirahat, bagi yang mau mandi, sholat dan makan, kami sediakan waktu yang cukup"

Dalam hati aku mengumpat, "Sial.. Sudah mau orgasme jadi.. Terputus deh"


Bersambung . . . .