Birahi antara dua benua - 1

Dalam Pesawat Menuju Ke Australia

Perjalanan tali cinta antara aku dan Yonash ini sangat tidak kusangka sebelumnya, aku merasa bahwa hidup perkawinanku kuanggap normal saja bahkan aku merasa 'happy married', namun malang dan untung dari perjalanan hidup manusia itu tak bisa kita perdiksi sebelumnya.

Pangil saja aku Liana, tubuhku ramping tinggi badan 161 cm dan dadaku penuh, pinggul dan pantatku bulat keras, kulitku bersih cenderung agak olive, domisiliku di kota di negara bagian New South Wales Australia. Sejak aku masih muda usia kota ini telah menjadi tempat tinggalku.

Kepergianku sementara dari kotaku ini adalah karena suamiku minta ditemani sementara, berhubung suamiku sedang menghadapi masalah mengenai businessnya di Indonesia, 18 bulan aku tinggal di Indonesia, hingga meletuslah 'Reformasi' dari mahasiswa dan tergulingnya rezim lama. Adanya 'geger' ini, anak-anakku di Aussie menangis menginginkan aku kembali ke Australia saja, mereka meminta aku untuk menemaninya lagi.

Seminggu kemudian aku berangkat kembali ke Australia, seperti biasa suamiku mengantarkan sampai bagian terdalam dari Airport Cengkareng atau dikenal dengan nama Airport Sukarno-Hatta, tak terjadi apa-apa diantara kami semuanya masih biasa, aku dekap suamiku dan kucium pipi dan bibirnya, tanda rasa kehilanganku melanda, akan 'perpisahan' yang mungkin akan relative lama ini. Tak lupa suamiku selalu mengingatkanku untuk mengurus anak-anak dengan baik dan jaga diri baik-baik, seperti biasa suami memesankan kepada istrinya, semuanya ini aku jawab dengan anggukan dan linangan airmataku yang tak tertahan.

Segera setelah pemberitahuan dari krew pesawat yang mempersilahkan para penumpang untuk naik kepesawat, suamiku melepas pelukannya dan mengecup kening dan bibirku yang terahir saat keberangkatan itu. Kugenggam tas tanganku dikiri dan satu tas kecil lagi isi oleh-oleh yang tidak terlalu berat sekali di tangan kananku, aku berjalan menapaki lorong kecil menuju ke pesawat.

Setelah mendapat petunjuk pramugari dimana aku harus duduk, aku menuju kenomor yang telah ditentukan, sisi kiri paling depan di bagian kelas ekonomi, di pinggir jendela. Aku berjalan lurus, sementara didepanku adalah orang yang agak gemuk, karena terhalang pandanganku aku berusaha menembus pandang lewat sela-sela badan sebelah kirinya, tepat didepan tempat duduk yang akan aku tuju orang lagi2 gemuk itu berhenti, akupun berhenti sambil menerobos pandanganku kearah bakal tempat dudukku.

Kali ini mataku tertegun beberapa detik, karena melihat orang laki-laki seumuranku sudah duduk ditempat duduk di sebelah tempat dudukku. Rupanya diapun memandangku dan beradulah pandangan kita berdua beberapa saat, sinar yang bening penuh gelombang setrum ber beban watt yang tinggi tembus ke jantung hatiku, aku terpaku sejenak sambil menunggu orang gemuk tersebut lewat.

Setelah orang yang gemuk itu berjalan lagi, kembali aku ganti berhenti ditempat orang gemuk tersebut berdiri sambil mengamati nomorku, tiba-tiba seorang di depanku, dalam keadaan setengah duduk, menanyakan akan nomor tempat dudukku, dia menawarkan mengangkat tas oleh-olehku untuk dinaikkan dikompartmen atas, segera aku ucap kan terima kasih padanya.

Aku berbalik arah dan menuju ke tempat dudukku, langsung aku duduk.
"Permisi saya duduk disebelah anda"
Kemudian aku duduk ditempatku dengan menghempaskan tas tanganku, dilantai depan kakiku, sambil merilekskan badanku yang agak capek, letih dan sedikit tegang. Secepat itu juga aku mendengar sapaan orang sebelahku, dengan ramahnya.
"Waah kayak capek banget ya Dik, namaku Yonash", seraya mengulurkan tangannya kepadaku, langsung aku jawab sekenaku.
"Iya nih, perjalanan yang panjang dan macet, bikin lelah otot dan tulangku, namaku Liana" dan kamipun berjabatan tangan.

Sewaktu aku berjabatan tangan dengannya, kembali darahku berdesir, terasa aliran aneh yang melanda tubuhku, dan sempat dadaku berdetup kencang, walau aku tahan dan aku simpan tidak aku perlihatkan kepadanya. Setelah itu kamipun terlibat dalam obrolan yang ringan-ringan, Yonash mengatakan bahwa kepergiannya keAustralia untuk training selama 6 bulan, sebelum meneruskan kenegara 'Terbitnya Matahari', untuk belajar mengambil Phdnya, profesinya adalah sebagai Guru Besar disalah satu Universitas dikota jawa barat. Aku pun menceritakan akan profesiku dan tujuanku kembali keAustralia untuk menemani anak-anakku dan mencari kerja kembali dikotaku.

Perjalanan dari Jakarta keDenpasar hanya terlibat percakapan normal dan santai, kami menikmati hidangan ringan dan 'Orange Juice', teh atau kopi, kacang tanah dibalut tepung dan madu sebagai jodoh nya. Selepas dari Denpasar, Bali, dalam penerbangan selanjutnya kamipun menjadi lebih rileks dan hangat dalam bercanda, kami saling menceritakan pengalaman, sendau gurau istrinya dan suamiku bila kita akan berpisahan sementara, juga segala pengalaman indah dan jenaka keluarga kita masing-masing. Dari situ juga aku temukan dia sudah berputri yang masih relative kecil di banding anak-anakku, karena memang aku menikah diumur yang dini untuk zaman sekarang, sambil bekerja dan kuliah.

Sedari detik perkenalan itu, getaran kecil-kecil bergerak dari dadaku sampai keseluruh tubuhku, satu atau dua kali dalam percakapan kami, aku rasakan kegugupan bila mata kami saling beradu, karena tak tahan aku menentang sinar matanya yang aku anggap ada suatu daya tarik yang melumpuhkan tenagaku, terasa aku menderita karena meredam rasa aneh kali ini.

Waktu semakin larut, tiba saatnya kami mendapat hidangan makan malam, Yonash mendapat bagiannya dulu, namun ngak tahu mengapa siPramugari itu tidak memberikan bagianku langsung padaku, melainkan diberikan melalui Yonash, dan YonasHPun meletakkan dimeja kecilku, sambil membelai lengan kananku lembut. Cukup kaget dan berdetup keras dadaku, berdesir darahku menerima perlakuan yang begitu, sambil aku ucapkan terima kasih aku sambut nampan makanan itu, kupegang kugeser sedikit untuk membetulkan letaknya di atas meja kecil tersebut.

Masih dalam keadaan bingung atas perlakuan Yonash tersebut, dia mengucapkan 'selamat makan' padaku dan akupun mengucapkan hal yang sama kepadanya, namun tiba-tiba sewaktu dia menyenduk makanannya, bukannya Yonash memasukkan kedalam mulutnya, namun sebaliknya disodorkannya sendok penuh makanan tersebut ke mulutku.

Sempat beberapa saat aku bingung tidak keruan dan aku pandangi wajah dan matanya untuk memastikan perbuatannya kepadaku, dia memberikan senyum khasnya sambil mengangguk mengiyakan perbuatannya. Sekali lagi aku terpukau dalam situasi ini, akhirnya secara otomatis aku membuka mulutku untuk mempersilahkan suapan makanan Yonash masuk kemulutku, sambil tersipu-sipu aku mengunyahnya dan menelan makanan tersebut. Dari mulai itu dia kembali memberikan suapan beberapa kali dan memberanikan diri membuka mulutnya untuk memberikan kesempatan aku berbuat hal sama padanya. Yonash terlihat sangat bahagia ketika mendapat suapan demi suapan dari tanganku, hal ini membuat aku agak canggung dan tegang sementara.

Selesai makan malam dan mulailah kita mengobrol lagi mengenai hobby kami, ternyata kami mempunyai beberapa kesamaan hobby, salah satunya ialah membaca buku, setelah usai makan tersebut dia lebih banyak bercanda ringan dan berdendang, namun tangan kirinya tak henti-henti nya mengapit tangan kananku diusap-usap sepuasnya dengan tangan kanannya. Sewaktu film ditayangkan, lampu mulai dipadamkan, Yonash menelusupkan tanggan kirinya kebelakang pundakku dan memelukku.
"Lipat saja sandaran tangan tengah ini, biar Liana lebih rileks", katanya.

Tanpa kusadari, dengan gemuruh detup jantungku serta didihan darahku, aku turuti permintaannya. Terasa enak sekali dipeluknya, tercium bau parfum 'aftershave' di wajahnya, yang lain baunya dari kepunyaan suamiku, namun enak juga, lembut aku menyukainya, tak sadar aku menyandar didadanya sebelah kirinya dengan rasa damai, sedang dia masih berdendang kecil melantunkan lagu-lagu kesukaannya, yang rupanya akupun menyukainya.

Tiba-tiba tangan kanan Yonash meraih daguku dan menariknya kemukanya, kemudian Yonash merundukan wajahnya, secara tak sadar, akupun memejamkan mataku, dalam pejaman mataku terasa kecupan bibir hangatnya mendarat dikening kemudian pipiku, tangan kanan Yonash membelai pipiku dengan lembut, kemudian dia letakkan lagi kepalaku didada kirinya lagi.

Selang lima menit lagi, tangannya meraih daguku lagi dan menariknya kembali, kali ini kecupannya mendarat dibibirku dengan lembut, terasa kehangatan dan kelembutan bibirnya menggetarkan jiwaku sesaat diiringi deburan darahku serta detupan jantungku semakin mengencang, walaupun begitu aku masih tetap menahannya dengan sempurna. Sambil meneruskan belaiannya Yonash berbisik kembali padaku.
"Liana mau masih nonton film atau mau tidur?"
"Jika ingin tidur, tidur sajalah di pahaku sini biar Liana lebih nyaman", katanya.

Bersamaan dengan itu ditariknya lagi daguku dengan lembut dan ditempelkannya lagi bibir hangat Yonash pada bibirku dengan lebih erat dan memasukan lidahnya dalam mulutku, kali ini kusambut lidahnya yang menari dalam rongga mulutku lalu kusedotnya lidah serta liurnya kami berpangutan dengan hangat dan mesranya. Lilitan lidah kami seperti tak ingin terpisahkan satu dari yang lain, seiring detup dada kami berdua yang semakin kencang, desiran darah kamipun melaju hangat, mengalahkan semburan udara dari 'Air Conditioning' didalam kabin pesawat tersebut. Adapun tangan Yonash tak henti mengusap-usap lengan serta meremas-remas lenganku dengan lembut.
Dia berkata, "Liana, thanks ya kau menerima sayangku"
Aku menjawab dengan anggukan lembut pula, tanpa keluar kata-kata dari mulutku yang terkunci karena rasa bahagia.

Sambil merebahkan tubuhku dipangkuannya menghadap ke atas, kedua kakiku aku tekuk ke atas supaya muat seluruh tubuhku disepanjang dua kursi pesawat tersebut. Yonash meneruskan lagi dendang lagunya serasa membuai jiwaku, rambutku yang panjang sebahu tak luput juga dari sasaran belaian tangannya kanannya, sedang tangan kirinya mengusap-usap paha luarku, seolah diriku adalah anaknya sulung yang sedang ditidurkan. Sesekali dirundukkannya kepalanya lalu dikecupnya keningku, hidung dan pipiku, bibirnya terus menjalar dan bermuara di mulutku, hingga kita tertautan, berpangutan kuat.

Menjelang tengah malam keadaan kami semakin terbalut bara asmara yang menggebu, birahi kami telah menutup sebagian perasaan2 kami yang lain. Dengan kecupan-kecupannya yang 'intense', tangannya diselusupkan kedalam jumper yang kukenakan, Yonash meraba-raba dadaku dari luar bajuku namun dibawah jumperku, kemudian dia lebih berani lagi menelusup masuk kedalam blus atasku meraba Bra yang kukenakan.

Amboi.., desiran darahku semakin kencang seolah badanku dialiri setrum listrik kecil-kecil yang semakin menguat menjadi beribu-ribu watt merata di seluruh tubuhku, bulu kudukku berdiri menerima kenikmatan yang tak kusangka sangka ini, rasanya tiada pernah aku merasakan perasaan ini terhadap suamiku sendiri.

Saat aku merasakan perasaan indah, nikmat deburan darahku sendiri yang mendera badan dan jiwaku.
Yonash berkata, "Liana, tidurlah aku akan menjagamu, percayalah aku melindungimu"
Sambil tangan kanannya masuk satu lapis lagi kedalam bluse yang aku kenakan Yonash mengelus elus sembulan buah dadaku yang mencuat separoh, karena aku mengenakan 'half cup bra style'.

Karena tak tahan menerima rangsangan setrum yang kuat itu, aku secara otomatis mendongkakkan kepala dan badanku keatas aku mencari bibir Yonash, aku sambar bibirnya hingga kembali kami berpangutan dalam selama kira 3 menit, tangan kirinya mengelus-elus bagian vitalku dari luar celana panjangku, adapun didalamnya terasa lelehan 'magma' dari memekku yang tak tertahankan lagi.

Pesawat membubung terbang tinggi, dari ketinggian itu kadang kami menerpa udara yang kosong.
Yonash mengatakan, "Di ketinggian itu udara diluar adalah 15 derajat Celcius atau lebih kecil lagi, tak ada kehidupan di luar pesawat ini"
Walau aku tak begitu mengerti apa yang dia ucapkan namun aku iyakan tanda mau mengerti apa yang menjadi statementnya.

Ketika pesawat terbang berjalan bergeronjalan, diberitahukan oleh krew pesawat bahwa kita diharuskan memakai sabuk pengaman, Yonash menyelimuti tubuh dan kakiku yang separuh aku tekuk ke atas agak mengangkang sedikit, setelah itu dia selusupkan tangan kirinya didalam celana pajangku yang tanpa retsleting, terbuat dari 'elastine cotton', mulailah dia membelai gundukan kenikmatanku, dalam hitungan menit basahlah sudah celana dalamku, karena getaran birahi yang melanda tubuhku, dimenit keempat aku miringkan tubuhku menghadap badan bawah Yonash, spontan aku elus dari luar kemaluan Yonash yang mengeras, menggunakan bibirku, karena tegangnya kemaluanya, Yonash menyelimuti badan bagian bawah, lalu Yonash membuka retsletingnya perlahan lahan, maka aku keluarkan kemaluan Yonash yang sudah mengeras mendongkak kedepan dari celananya. Ukurannya kemaluan memang hanya normal saja tak terlalu besar, jadi tidak terlalu merepotkan suasana kami.

Dengan situasi yang baru ini, aku menjadi lebih leluasa membelai kemaluan Yonash dengan bibir hangatku, aku pulas dan aku sapu kemaluan Yonash yang tegang dengan lidahku. Hati-hati sekali kami melakukannya kami hanya bisa mendesah dengan sangat pelan dalam kegelapan kabin pesawat, nyaris kita tahan suara desahan kenikmatan kami. Dengan penuh waspada, tangan kanan Yonash memegang selimutnya, menjaga bila ada orang lewat, atau salah satu crew lewat, dia akan masih sempat menarik selimutnya menutupi wajahku dan kemaluannya yang sedang aku sepong.

Pelan tapi pasti, jari-jari kiri Yonash memainkan klitorisku keatas dan kebawah, terkadang Yonash memasukan jarinya kepermukaan relung kenikmatanku, atau masuk sekalian kedalamnya kemudian menari disekitar G-spotku, hingga aku bisa mencapai orgasme dan mengejang, maka kujepit tangan Yonash dengan otot vaginaku, terasa denyutan berkali-kali sehingga keluarlah cairan nikmatku di jari tangannya, disertai dengan erangan, desahan lembut, kami jaga agar orang-orang disekitar tak terpengaruh dengan kegiatan dan suara kami.

Adapun Yonash sendiri juga mencapai puncaknya karena kocokan mulutku dan elusan tanganku pada kemaluannya, hal ini terjadi tak lama setelah aku mencapai orgasmeku, dia tetap dalam posisi duduk agak memerosotkan badannya ke bawah sedikit sambil tetap memangku kepalaku yang menghadap dikemaluannya, dia mengejang sambil mengeluarkan spermanya dimulutku, kutelan semua spermanya tanpa sisa dan kujilati sisanya yang tercecer disekitar kemaluannya sampai bersih dan licin kembali.

Dalam keadaan ini kami tak berpikir khawatir lagi akan keadaan pesawat yang berjalan bergeronjalan, malah kadang terasa nikmat sekali sewaktu pesawat anjlok turun dari ketinggiannya, terasa seolah aku mendapatkan ayunan di atas jentera birahi asmara yang bergelora, kenikmatanku pun menjadi terasa lebih sempurna sewaktu bersamaan waktu Yonash memainkan tangan Yonash dalam liang kenikmatanku, ngilu, geli dan denyutan memekku bertambah, dera jantungku semakin berpacu cepat, obsesiku untuk ingin memuaskan dan dipuaskan semakin besar meronta, dalam keterbatasan kami.

Akan tetapi walau indah kenikmatan bisa kita tuai bersama, aku akui kegiatan begini sangat memeras tenaga, karena kita sama-sama menahan perasaan emosi kita. Semua tenaga yang seharus nya bisa kita buang keluar dengan lantunan suara erangan, rintihan dari emosi kita supaya meringankan beban kita, malah sebaliknya kita tahan sekuat tenaga, akibatnya semua enegy tertahan didalam tubuh, hal ini menjadikan benar-benar badan merasa lelah sekali setelah kita mencapai puncak kenikmatan.

Aku melihat jam ditanganku jam 2:30 malam.
Dan Yonash pun membisik di telingaku, "Thank you Liana, aku memutuskan untuk menjenguk kamu, bila aku telah 'settledown' di Melbourne, ini teleponku dan tolong berikan teleponmu dan alamat di kotamu"
Tiga jam kami tertidur, tiba-tiba para anak pesawat telah membangunkan kami, dan diumumkan bahwa kami segera akan mendarat di Sydney, dan pesawat akan melanjutkan penerbangannya ke Melbourne.

Begitu selesai pendaratan sempurna akupun merapikan rambut, dan bajuku siap untuk turun, sebelumnya Yonash sempat memberikan kecupan dikening dan mulutku, sambil mengatakan, "Nantikanlah aku dikotamu sayang, akan aku jelang kau adindaku"
"Tak sabar aku menerima kasihmu lagi, jantungku berdetup, sesiran darah dan setrum sangat kuat melanda diriku sayang"
Katanya sambil melempar senyum khas dan matanya pun sangat sayu, aku sambut bisikannya dengan senyum dan anggukan dalam dan berlalu.

Kamipun berpisah, sama halnya rasa dalam diriku, getaran setrum ribuan watt melanda badanku, desiran darahku tak mau padam, pikiranku galau dan gontai, detak jantungku terasa semakin kuat. Otakku waras dan ingatanku jelas sadar mengetahui keberadaanku, namun perasaan mendera, emosi dan getaran dalam tubuhku melonjak-lonjak menghempasku jauh dari kesadaranku.

Sesampai dirumah, akupun istirahat sebentar, namun sejak saat itu telponku selalu berdering dan SMS selalu berdenting, dan aku selalu menuai rindu dari technology modern itu. Sementara itu aku melamar pekerjaan kemana-mana, aku dapatkan kerjaan pada minggu kedua setibaku dikotaku ini, adapun pekerjaan itu sangat menantang citaku dan aku merasa kerasan bekerja di perusahaan baru ini.


Bersambung . . . .