Resident Evil X - 2

"Klik.. klik!", suara itulah yang keluar dari pistol yang digenggam Jill.
Dia sudah kehabisan peluru dan terjebak di antara kerumunan zombi yang mengepungnya. Tebasan pisaunya hanya menjatuhkan segelintir dari mereka sedangkan puluhan lainnya terus maju, erangan mereka terdengar hiruk pikuk memenuhi ruangan itu. Beberapa zombi meraih bajunya dan merobeknya. Zombi lainya makin ganas melihat ketelanjangan Jill. Dia merasakan bagian-bagian sensitifnya mulai dikerjai oleh makhluk-makhluk mengerikan itu.
"Tidak..!!", jeritnya.
Dia terbangun dan menyadari dirinya terbaring di ranjang dengan selembar selimut menutupi tubuh telanjangnya. "Ah.. hanya mimpi?" katanya dalam hati sambil menyeka keringat dingin yang membasahi dahinya.
Kesadarannya berangsur pulih dan ditatapinya ruangan sekeliling yang terasa asing baginya. Masih teringat olehnya bagaimana terakhir kali dia baru saja diperkosa sekumpulan zombi. Mimpi buruk ini tidak dapat begitu saja dilupakannya. Dia masih belum tahu dimana dia sekarang dan siapa gadis yang menolongnya tadi.

Ketika itu pintu terbuka, kini dia dapat melihat jelas sosok gadis yang menolongnya itu, wajahnya cantik dengan rambut coklat diikat ke belakang, tubuhnya yang sintal dibalut pakaian ketat hitam dengan rompi merah, celana merahnya yang pendek dan ketat memperlihatkan kakinya yang indah dan pantatnya yang montok berisi.
"Hai, kamu bangun juga akhirnya, saya sudah menjaga kamu setengah harian", sapanya dengan tersenyum ramah. "Siapa.. siap kamu? Dimana ini?", tanya Jill masih belum mengerti.
"Namaku Redfield.. Claire Redfield, kamu anggota STARS ya? Saya lihat dari pakaian dan kartu ID-mu"
"Redfield? Claire? Jadi kamu adiknya Chris?", tanya Jill mengacu pada partnernya dalam STARS ketika bertugas membongkar misteri di wisma Umbrella dulu.
Chris dulu pernah bersamanya membongkar misteri hilangnya anggota tim mereka dan kasus aneh yang merebak di sekitar sana. Chris sendiri sekarang sedang ditugaskan untuk menyelidiki jaringan Umbrella di tempat lain yang masih dirahasiakan bahkan Jill sendiri belum mengetahui keberadaannya.

Claire menceritakan bahwa dia sedang mencari kakaknya dan baru tiba di Racoon City hari ini juga atas informasi dari Leon Kenedy dari RCPD (Racoon City Police Department), setelah dihadang beberapa zombi dan monster-monster aneh dia akhirnya menemukan Jill sedang diperkosa oleh zombi-zombi itu. Setelah menolongnya, dia membawa Jill ke sebuah motel kosong sebagai tempat perlindungan sementara yang sekarang mereka tempati. Jill mendengarkan cerita panjang lebar Claire sambil berendam di bath tub membasuh tubuhnya dari sisa-sisa persetubuhan barusan. Merekapun menjadi akrab dan saling sepakat untuk menemukan ada apa dibalik semua malapetaka ini.
"Kita kekurangan amunisi untuk membela diri, saya mau keluar sebentar untuk mencari amunisi dan informasi baru", ujarnya sambil melangkah ke pintu depan.
"O.. iya, pakaianmu sudah rusak, jadi saya sudah mencarikan yang baru dari butik sebelah dan saya taruh di meja, ok!", ujar Claire sambil membuka pintu
"Ingat pastikan bahwa senjata telah terisi.. hati-hati, apapun bisa terjadi!", sambungnya lagi sebelum menghilang di balik pintu.

*****

Kita tinggalkan sejenak Jill untuk menyimak petualangan Claire, gadis 19 tahun ini berwatak liar dan pemberani. Dia nekad bertaruh nyawa untuk mencari kakak tercintanya. Walau masih muda, dia mempunyai kemampuan bela diri yang tidak bisa diremehkan hasil dilatih kakaknya. Karena kurangnya amunisi, dia berusaha untuk sebisa mungkin menghindar dari makhluk-makhluk mengerikan yang berkeliaran di segenap penjuru kota. Di tengah kegelapan malam dia berhasil menghindari sekelompok zombi yang mengejar dan menembak beberapa di antaranya. Akhirnya dia melihat sebuah rumah yang lampunya menyala remang-remang, papan namanya bertuliskan "Gun Shop". Dengan berharap bisa menemukan sesuatu yang berguna dan manusia yang masih hidup, dia bergegas menuju ke bangunan itu. Setelah membongkar kuncinya dengan seutas kawat, dengan hati-hati dibukanya pintu itu.

Namun tiba-tiba, "Berhenti jangan bergerak atau kutembak!" seru seorang pria gemuk yang tiba-tiba muncul dari balik meja mengarahkan shotgun padanya, lalu disusul keluar seorang lagi pria setengah baya yang pendek mengarahkan pistol padanya.
Muka mereka tampak stress, agaknya mereka terkurung disini tidak berani keluar takut dimangsa zombi.
"Tahan.. saya juga manusia", Claire agak lega bertemu orang yang masih hidup setelah agak terkejut sebelumnya.
"Oooh.. maaf nona, kami kira monster yang datang", kata si pria gendut yang adalah pemilik toko sambil berjalan ke pintu dan menguncinya, diam-diam matanya melirik mengagumi keindahan tubuh Claire.
"Apa yang terjadi di sini? Seluruh kota dipenuhi mayat, zombi, dan monster!", tanya Claire penasaran.
Mereka pun menceritakan bahwa mereka sendiri tidak tahu banyak, yang mereka tahu kota sudah dipenuhi zombi dan manusia yang tersisa telah kabur, mereka sendiri terperangkap di sini selama 2 hari tidak berani keluar. Si pria setengah baya itu bernama Dario, keluarganya telah dibunuh zombi-zombi itu, dia sendiri lolos dan melarikan diri ke tempat ini.

Kedatangan Claire ke sana membuat suasana lebih segar, bagaimana tidak, terkurung selama beberapa hari disana dilingkupi ketakutan tiba-tiba datanglah seorang gadis cantik dan seksi. Stress mungkin membuat mereka agak gila, tergiur oleh keindahan tubuh Claire mereka mulai berpikir tidak-tidak bahkan berniat tidak baik hendak mengerjainya.
"Tuan, boleh saya pinjam senjata anda dan amunisi? Kita perlu itu untuk keluar dari kota terkutuk ini", tanya Claire membuyarkan lamunan si pemilik toko itu.
"Ooo.. silakan nona, anda memang malaikat penolong, pilih saja sesukamu", katanya terbata-bata.
"Tolong nona, kami hampir kehabisan makanan dan mati kelaparan di sini, saya masih mau hidup", ujar Dario memelas.

Claire membungkuk dan mengambil beberapa Pak peluru dari rak bawah. Mereka tidak berkedip menatapi pantat Claire yang sedang membungkuk. Si pemilik toko akhirnya tidak tahan lagi, dia berjalan ke arahnya dan meremas pantat montok itu. Spontan Claire pun kaget, dia langsung berbalik dan menampar pria gemuk itu sampai jatuh.
"Kurang ajar! jangan macam-macam kamu ya!", bentaknya.
Pria itu bangkit sambil mengelus-ngelus pipinya yang memar. Mereka berdua menatapi Claire seolah-olah bisa menembus ke balik pakaiannya.
"Hehehe.. kamu harus bayar atas perlakuanmu manis", dia menyeringai dengan wajah mesum dan kembali menghampirinya perlahan-lahan.
"Hei.. jaga kelakuanmu, atau kuhajar!", ancamnya sambil berusaha meraih shotgunnya yang dia letakkan di meja toko.

Namun belum sempat tangannya meraih senjata itu, tiba-tiba dari sampingnya sebuah laras pistol sudah ditodongkan ke keningnya, dia sungguh tidak menduga Dario, pria pendek setengah baya itu berbuat demikian.
"Kalau kamu pintar sebaiknya tidak bergerak manis"
Melihat situasi itu si pemilik toko langsung menepis shotgun itu menjauh dari Claire, kemudian dengan sigap mendekapnya dan menelikung lengan Claire ke belakang sehingga gerakannya terkunci. Claire mempertahankan dirinya dengan menjerit dan meronta-ronta, namun tidak ada gunanya malah membuat lengannya yang dilipat ke belakang itu terasa sakit.
"Diam kamu, bitch!!", bentak Dario sambil menampar pipinya.
Tamparan itu membuat Claire terdiam beberapa saat, lalu si pemilik toko mulai bicara.
"Menurut aja manis, kalau kamu mau menolong kami sebaiknya layani kami baik-baik, kami sudah lama tidak menikmati wanita dan stress".
"Atau kamu mau kita lempar ke luar, ingat kamu sudah tidak punya senjata lagi nona, zombi-zombi itu akan membunuhmu atau memperkosamu, hehehe!", sambung Dario sambil mengelus pipi Claire

Claire belum bisa menjawab pertanyaan itu, dia membayangkan ngerinya kalau diperkosa zombi-zombi itu seperti yang belum lama menimpa Jill. Dia berpikir lebih baik menuruti apa mau mereka dulu sambil menanti kesempatan melawan. "Ok.. ok, saya menyerah, tapi jangan kasar dong!", Claire mengiyakan sementara otaknya terus bekerja memikirkan cara untuk lolos dari kedua orang gila ini.
"Ok, kalau begitu sekarang berbalik pelan-pelan lalu berlutut di hadapanku", perintah si pemilik toko.
Claire hanya bisa menurut dibawah todongan pistol di kepalanya, pelan-pelan dia berlutut, wajahnya tepat menghadap selangkangan si pemilik toko.
"Nah.. bagus sekarang buka celanaku dan hisap kontolku, cepat!!".
Dia makin tidak sabaran Dia mulai membuka celananya dan tertegun begitu melihat benda di baliknya yang sudah mengeras menyembul keluar. Dia agak risih untuk memasukkan ke mulutnya, namun terpaksa dilakukannya karena diancam dengan pistol.

Wajahnya memerah saat dia menyentuh penis itu dengan bibirnya, pelan-pelan dijulurkannya lidahnya untuk menjilatinya. Badan si pemilik toko bergetar hebat merasakan sentuhan lidahnya pada penisnya, dia terus meremas-remas rambut Claire dan mendesah-desah. Dia merasa panik ketika merasakan dua buah tangan menyelinap lewat ketiaknya dan menurunkan resleting rompinya, tangan itu lalu menaikkan kaos hitam ketat beserta bra di baliknya. Dario yang berjongkok dan menggerayangi dari belakang begitu terpesona melihat payudara 34B Claire yang kencang dan bulat. Dengan kasar kedua tangannya meremas kedua payudaranya sehingga Claire menggeliat dan mendesah.
"Aahh.. jangan.. sakit.. mmhh..!!"
Ketika Claire mencoba berbicara dengan Dario kata-katanya terputus karena si pemilik toko menjambak kuncir rambutnya dan menyumbat mulutnya dengan penis.
"Cerewet.. isep aja yang satu ini!", demikian perintahnya.

Mulut mungil Claire tidak dapat menampung penis besar itu seluruhnya, dengan susah payah ia membiasakan lidahnya bermain-main menyapu permukaan penis yang bercokol di mulutnya itu. Dia sibuk mengulum penis si pemilik toko dan mengatur nafasnya yang terengah-engah. Ada sensasi yang aneh dirasakannya ketika putingnya dipencet-pencet dan dipilin-pilin oleh Dario, di luar kendalinya puting mungil kemerahan itu makin mengeras. Kini tangan kiri Dario mulai turun mengerjai daerah pangkal paha Claire, ditekan-tekankannya jarinya disana sehingga celana dalam Claire menyusup pada bibir kemaluannya. Claire mencoba menahan niat Dario ketika pria itu menurunkan resleting celananya dengan memengangi tangannya, tapi percuma karena pria itu menepisnya lalu dia menangkap kedua pergelangan tangannya. Tangannya kini menyusup ke balik celana dalam Claire.
"Hhmmphh..", demikian desah Claire tertahan saat jari-jari gemuk itu bergerak diantara kerimbunan bulu-bulu kemaluan Claire mencari liangnya. Kedua bibir vagina Claire dibuka lalau jari-jari itu bergerak mengelus-elus dinding kemaluannya, terkadang juga menusuk ke dalam.

Bersambung . . .