House 121 - 2

Ada 2 pintu yang bernomor 1 dan 2 di sebelah kiri, aku pikir mungkin inilah kamar kost yang disewakan, jarak antara kamar 1 dan 2 itupun berjauhan, dari ujung ke ujungnya lagi. Kami terus mengikuti perempuan tersebut dari belakang, aku perkirakan dari pintu besi tersebut sampai ke belakang sekitar 100 meter. Di belakang lebih rapi, asri dan bersih lagi, ada kolam kecil yang dibentuk seperti bukit-bukit, ada air terjun kecilnya, jembatan dan ikannya sudah mulai besar-besar ada puluhan jumlahnya.

Aku duduk di kursi persis di depan kolam. Sama seperti kursi di depan teras, kursi kayu lipat, di sampingnya meja mungil dan kursi kayu lipat lagi. Aku disuruh menunggu oleh perempuan tersebut, sementara Bang Nainggolan ikut masuk ke dalam rumah bersama perempuan itu dari pintu belakang.

Sedikit santai melemaskan otot-otot punggungku, sambil mendekap tas ransel yang aku letakan di dadaku. Tak berapa lama laki-laki bertubuh sedang, bulat berisi, berkepala seperti profesor, botak di depan bertelanjang, hanya memakai celana pendek bertuliskan Yonnex, bulu-bulu dadanya tampak tumbuh subur, tangan dan kaki dari bawah sampai pahanya ditumbuhi bulu-bulu lebat, dengan kulit gelap, hidungnya mancung dengan kepala oval dan taik lalat seperti kutil menempel di pipi sebelah kirinya, seperti Al Pacino orang ini pikirku, yah cukup tampan, mungkin keturunan indo atau apalah. Laki-laki tersebut tersenyum mengulurkan tangannya, dan aku sambut dengan menjabat tangannya.

"Maaf, lama menunggu yah?" ucapnya, memperkenalkan diri "Arnan," ucapnya dengan suara yang tidak begitu keras dan terlalu pelan.
"Tony, Pak," aku memperkenalkan diri juga.
"Uf, panas sekali harinya yah," ucap Pak arnan, mengambil posisi duduk di kursi yang satunya.

Tubuhnya berkeringat, basah dan tonjolan kontolnya masih terlihat, membentuk di celana putihnya, aku menebak pasti mereka sedang mengentot siang-siang begini, dan kalau perempuan tersebut adalah bininya pasti dia belum pake Bra juga yah, karena aku lihat puting teteknya membentuk pada kaos putihnya, wah bodoh, pikirku, kenapa aku harus memikirkan yang bukan-bukan, tujuanku cuma mencari tempat kost, kalau sudah tercapai aku bisa ke tempat Mira, bersenang-senang dengan lonte langgananku di Losmen Melati.

Baru 3 bulan aku di Medan, aku beberapa kali mengentot dengan lonte di Losmen hingga aku menemukan lonte yang ahli memuaskanku. Untuk hal begitu bukan hal baru bagiku, di Kampung juga aku sering melakukannya, nafsuku yang begitu besar ditambah lagi pergaulanku yang luas, untuk soal materi aku lebih dari cukup untuk bersenang-senang dengan lonte di Kampungku. Di Kampung, Amang ku termasuk orang yang berada, yah boleh dikatakan Kaya lah untuk ukuran Kampung. Mabuk-mabukan bersama teman-teman dan sekaligus main dengan lonte di lokasi, makanya ke Medan aku juga bertekad untuk berubah, tapi dasar nafsuku yang besar, aku selalu pusing jika kontolku tidak di cuci, makanya seminggu sekali aku pergi ke Losmen untuk mengentot lonte pilihanku.

"Mari lihat kamarnya," ajak Pak arnan.

Aku mengikuti Pak Arnan ke samping, di mana semula Kami masuk, dan betul saja pintu tersebut adalah kamar kost yang disewakan. Pak arnan membuka pintu kamar nomor 1 dan mempersilahkan aku masuk untuk melihat. Ternyata di dalam kamar sudah komplit, ranjang spring bad single, TV, radio, kipas angin, VCD, lemari pakaian, kulkas kecil, meja tulis, dan bangkunya.

"Kamar mandinya di sebelah sini," ucap Pak Arnan, membuka pintunya. Wah, benar-benar bagus seperti hotel saja, kloset wc duduk berpisah dengan tempat mandi yang di pisahkan dengan tirai plastik tebal yang transparant, di samping kloset wc duduk ada pintu dan aku menanyakan pintu tersebut.

"Oh, pintu ini tidak berfungsi, dibelakangnya gudang rumah Bapak," jawab Pak Arnan.
"Bagaimana, cocok?"
"Wah pasti mahal yah Pak?" tanyaku.
"Dengan Dik Tony, Bapak kasih ongkos sewanya 500 ribu saja perbulan"

Aku terkejut, wah murah sekali, dengan fasilitas mewah begini hanya 500 ribu? Aku menahan rasa kagetku, tidak menunjukan kesenangan ku pada Pak Arnan, agar bisa bernegosiasi lagi, mana tahu bisa ditawar lebih murah lagi. Namun yah, memang tidak bisa ditawar lagi, saat aku minta harga di bawah 500 ribu. Akhirnya tanpa pikir-pikir lagi, aku pun setuju untuk menyewa kamar tersebut, dan yang lebih kaget lagi saat Pak Arnan memberikan jatah makan 2X sehari,

"Baju kotor dicucikan dengan bini Bapak, Kamu sudah lihat bini Bapak kan? Noni akan mengambil pakaian kotor Dik Tony seminggu sekali atau Dik Tony boleh meletakannya di belakang," ucap Pak arnan.
"Dan satu lagi, di pintu itu ada beberapa peraturan yang jika dilanggar, Dik Tony harus segera keluar dari tempat ini tanpa pengembalian uang sewa kamar yang telah di bayar," ucap Pak Arnan.

Aku mengangguk dan menghampiri kertas yang sudah dilaminating dan tertempel di pintu, aku membaca point demi point yang berisi 5 point saja dan ternyata tidak memberatkan bagiku.

Isinya:

1. Dilarang membawa perempuan ke kamar.
2. Dilarang membawa teman lebih dari satu orang tanpa izin Pemilik Rumah.
3. Dilarang menyimpan obat-obat terlarang.
4. Dilarang keras membawa senjata tajam dan senjata api.
5. Dilarang membawa/mengajak saudara tanpa izin terlebih dahulu oleh Pemilik Rumah.

Akupun setuju dan berniat untuk mengambil kamar ini. Uang sewa aku berikan pada Pak Arnan. Sebelum Pak Arnan keluar kami berjabat tangan kembali tanda transaksi ditutup.

"Bapak akan membuat perjanjian sewa kamarnya dan sekaligus kwitansi, satu hal lagi, tambah Pak Arnan, Kamar ini dibuat kedap suara, jadi ik Tony bisa menghidupkan TV atau Tape dengan volume suara yang maksimal tanpa takut mengganggu Bapak atau tetangga sebelah, dan jika merokok, fan angin di pintu belakang kamar mandi otomatis berfungsi".
"Selamat beristirahat Dik Tony," ucap Pak Arnan meninggalkanku.

Aku tersenyum tertawa terbahak-bahak karena gembiranya, wah lega rasanya. Aku merebahkan tubuhku dia tas ranjang dengan sprei yang bagus dan harum, hem wanginya, hayalanku beralih ke Noni, bini Pak Arnan, perempuan itu memang betul-betul cantik, kalaulah aku bisa mengentot dengannya, hem.. Noni ucapku lirih, sambil meremas-remas kontolku. Aku betul-betul terangsang dengan perempuan tersebut.

Akhirnya barang-barang aku bawa ke tempat kost baru dibantu oleh temanku Robert. Inang Boru hanya diam dan membuang muka pada saat aku pamit. Aku meninggalkan rumah Inang Boru dengan perasaan dongkol. Ternyata hubungan persaudaraan tidak berharga sama sekali dibanding guci yang aku pecahkan. Suatu saat jika aku berhasil nanti, akan ku ganti Guci itu Inang Boru, ucapku dalam hati.

Robert tercengang melihat fasilitas kamarku dan lebih terkejut lagi saat aku memberitahunya harga sewa kamarku.

"Ah, hanya 500 ribu dengan fasilitas lengkap begini, dapat makan, baju dicuciin, kamar ini melebihi hotel Ton, beruntung kau," ucapnya

Aku tersenyum, aku memang beruntung, ucapku dalam hati.

"Kita ajak si Rina yuk," ajak Robert.
"Kalau itu aku tidak bisa, kau bacalah peraturan tempat ini di pintu itu," ucapku.

Robert lalu mendekati pintu dan membaca peraturan yang tertempel si pintu kamarku.

"Wah, kalau begitu kuranglah," ucap Robert kecewa.
"Masing-masing punya batas, lagian kalau untuk ngentot aku bisa ke losmen atau ke kontrakan kau, ah.. Ah.. Ah.."
"Gila kau, mau enaknya saja, habislah aku dimarahi Ibu kost yang cerewet itu" Protes Robert.
"Nanti malam ke losmen yuk Ton"
"Sudah satu minggu kontolku tidak di asah"
"Aku juga mau mengentot dengan si Mira, kontolku sudah ingin menikmati memeknya yang merekah itu," ucapku.

Tak terasa sudah 2 minggu aku menempati kamar baru ini. Malam ini aku pulang dengan letih, aku harus belajar lebih giat lagi, pelajaran mata kuliah utama banyak tertinggal. Salahku juga, aku selalu senang-senang bersama Robert di luar. Kini kami membuat komitmen untuk sebulan ini, meninggalkan semua kesenangan sementara waktu sampai mid semester usai.

Aku meminjam banyak buku di perpustakaan hari ini, dengan tekad akan menamatkan membacanya minimal satu hari satu buku. Akibat seringnya senang-senang, ke sana, kemari dan ngentot dengan lonte bukan saja pelajaran yang tertinggal, tapi juga keuanganku menipis, mana Robert meminjam lagi, temanku itu kehabisan uang jadinya dan minta-minta tolong agar aku memberikannya pinjaman, mengingat kiriman orang tuanya baru bulan depan datangnya. Aku juga berniat untuk minta uang kepada Amang di Kampung, menceritakan aku sekarang kost untuk belajar mandiri dan sebagainya. Cerita mengenai Inang Boru aku sembunyikan. Yah, malam ini saja aku tulis suratnya dan besok paginya aku postkan.

Aku menghempaskan tubuhku di atas ranjang, menatap langit-langit kamar. Sudah jam 10 malam ternyata, sebaiknya aku mandi biar segar. Akupun masuk ke dalam kamar mandi dan mengguyur seluruh badanku dengan air, wah segarnya. Radio yang ku setel, memperdengarkan suara penyanyi Amerika yang terkenak dengan lagunya yang sempat ngetop di tahun 90-an.

Aku keluar dari kamar mandi dengan telanjang bulat, tanpa malu, kenapa malu, aku di kamar ini sendirian, aku bisa bebas melakukan apa saja di kamar ini tanpa seorang pun tahu. Dari luar aku mendengar pintu kamar ku di ketuk.

"Siapa?" tanyaku, tak terdengar sahutan dari luar, dan aku ulangi lagi beberapa kali, hingga aku sadar sendiri bahwa kamar ku kedap suara, dan tentu saja orang di luar tidak mendengarkan pertanyaan ku. Aku mengambil handuk dan melilitkan di pinggangku untuk menutupi kontolku. Aku berjalan ke pintu, membuka kuncinya dan menarik engkol pintu. Ternyata Noni yang di luar.

"Mau ngambil cucian Bang, sudah 2 minggu pasti banyak yah?" ucap Noni tersenyum.

Uf, jantungku berdegup kencang, nafsu kelaki-lakian ku bangkit, perempuan ini betul-betul cantik, aku terpesona dengan senyumnya, hingga aku sadar saat Noni menegurku,

"Kok melamun, Bang?"
"Oh, iya.. Ya, silahkan ambil sendiri yah?" ucapku, membuka pintu lebar dan Noni masuk ke dalam kamarku. Noni membungkuk mengambil tempat pakain kotor yang terbuat dari anyaman bambu.

Saat itu aku melihat paha atas Noni yang mulus, putih dan pantatnya yang padat dan berisi di bungkus dengan celana dalamnya yang berwarna pink kelihatan dengan jelas. Malam itu Noni mengenakan rok mini, sehingga melihat pemandangan tersebut aku semakin terangsang, jantungku semakin berdetak kencang, kurasakan kontolku bergerak naik, menjadi tegang. Noni memutar tubuhnya, melihatku yang duduk di sisi ranjang, aku jadi malu, pada saat itu aku memegangi kontolku.

"Cuma ini Bang, pakaian kotornya?" tanya Noni.
"Oh, iya.. Ya," aku jadi gugup menjawab pertanyaan Noni, melihat kecantikan dan pemandangan yang baru saja aku saksikan membuat konsentrasiku kacau ditambah lagi nafsuku yang sudah meninggi, kalaulah bukan bini Pak Arman sudah ku entot perempuan ini pikirku. Noni memungut kolorku yang tercecer di samping ranjang, saat dia membungkukuntuk mengambil kolorku, aku melihat jelas di balik kaosnya, perempuan ini ternyata tidak memakai bra, teteknya yang sebesar buah pepaya yang lagi sedang-sedangnya, mengkal, dan kencang, putih, mulus. Akhh.. kalaulah bisa ku isap-isap pentil teteknya, pikirku lagi.

"Wah, bau sekali, Bang, sudah berapa lama tidak diganti?" tanya Noni, mengagetkan lamunanku lagi yang semakin terangsang dengan pemandangan dadanya, nafsuku yang sudah naik ke ubun-ubun mempersetankan Pak Arnan dan Noni siapa sebenarnya, yang aku inginkan nafsuku malam ini terpuaskan olehnya, dan kontolku dapat cucian baru. Akhh.. Sudah 2 minggu aku tidak mengentot, melihat pemandangan terebut menjadi pusing jika nafsuku tidak tersalurkan. Noni yang berada di depanku, langsung ku tarik dan ku peluk tubuhnya, tentu saja Noni terkejut dengan seragan ku yang tiba-tiba. Aku langsung menciumi dan mencumbu bibirnya.

Bersambung . . . .