Setengah Baya
Monday, 3 August 2009
Kisah Vicki - 3
"Kamu lugu-lugu ternyata liar di ranjang ya Vicki, mm.."
Aku tersenyum puas saat kupandangi kontol Pak Gatot sudah mengkilap hampir seluruhnya.
"Kamu pinter banget Vicki, kamu basahin kontol Bapak kayak gini supaya siap dimasukkan di memek kamu ya?" senyumnya.
Sekali lagi wajah merahku dengan senyuman tipis kembali terlihat.
Setelah itu Pak Gatot mengangkatku berdiri dan merebahkan tubuhku kembali di tengah-tengah ranjang. Dibukanya kedua pahaku lebar-lebar dan Pak Gatot mengambil posisi di antaranya sambil memegangi senjatanya.
"Pak, pelan-pelan ya? Punya Bapak besar sekali. Saya agak takut," kataku saat itu.
"Ha.. ha.. ha.. nggak usah takut, pokoknya kamu pasti seneng," jawabnya.
Pak Gatot juga memberitahuku nggak usah khawatir hamil, karena nantinya ia tidak akan mengeluarkan air maninya di memekku. "Biar kayak di BF-BF itu Vicki," katanya.
Aku yang berbaring telentang menjawab dengan kepalaku, yang dialasi bantal empuk, mengangguk-angguk.
Aku menahan nafas saat Pak Gatot mulai memasukkan kontolnya ke arah memekku yang sudah basah sedari tadi.
"Oh.. Pak.." jeritku kecil.
Rasanya bener-bener nikmat meski mungkin baru ujung kontol Pak Gatot saja yang terbenam di memekku. Kulihat Pak Gatot mulai memompa dan memegangi kontolnya keluar masuk dari memekku sehingga menggesek-gesek klitorisku yang makin basah. Aku sungguh-sungguh terbuai, dan kemudian dengan sekali sentakan kulihat separuh kontol Pak Gatot masuk ke memekku.
"Oh.. Pak Gatot.." desahku dengan nafas berat.
Kemudian Pak Gatot mengarahkan kedua tangannya ke arah gunung kembarku dan mulai meremas-remas dengan agak kasar, sambil memaju mundurkan kontolnya keluar masuk memekku.
"Oh Pak Gatot.." Aku sudah benar-benar lupa diri, yang ada di pikiranku saat itu hanyalah kenikmatan liar ini.
Gerakan-gerakan dan respon tubuhku mungkin sudah seperti cewek-cewek dalam film-film porno yang pernah kulihat. Kombinasi dari gesekan-gesekan kontol Pak Gatot di memek dan klitorisku serta remasan-remasan kasar telapak tangannya di buah dadaku yang amat sensitif membuatku menjerit dan mendesah tidak karuan dengan liarnya.
Kemudian sambil tetap meremas-remas sepasang payudaraku, Pak Gatot bergerak maju dan menciumi bibirku. Aku membalas dengan penuh nafsu, bibir dan lidah kami saling bermain satu sama lain. Setelah puas menciumiku, Pak Gatot mulai memompa kontolnya dengan lebih cepat. Sambil tangannya bertumpu dengan meremas-remas buah dadaku, Pak Gatot bergerak maju mundur sangat cepat dan kuat. Pandangan penuh nafsu Pak Gatot di wajahku kubalas dengan reaksi serupa. Mungkin karena basahnya memekku, kulihat saat itu Pak Gatot bisa memasukkan seluruh kontolnya pada setiap sentakan. Kami berdua sudah sama-sama mandi keringat, apalagi urat-urat dan otot-otot di sekujur tubuh Pak Gatot jelas terlihat. Hanya suara desahan dan lenguhan liar bagaikan binatang dari kami berdua yang terdengar di kamar.
Akhirnya aku tidak tahan lagi, orgasmeku yang kedua datang. Aku menjerit sangat keras, dan Pak Gatot justru tambah mempercepat dan memperkuat gerakan serta remasannya. Tubuh mungilku terguncang hebat, sekali lagi dalam cengkeraman Pak Gatot. Kemudian dipeluknya tubuhku, kubalas pula dengan erat sehingga terasa keringat kami berdua saling bercampur. Pak Gatot tidak pernah berhenti memompa kontolnya saat orgasmeku yang kedua itu berlangsung. Setelah klimaksku selesai beberapa saat kemudian, tubuhku tergolek lemas dalam posisi saling memeluk, sungguh kontras sekali perbedaan warna dari tubuh kami. Memekku dan kontol Pak Gatot yang terbenam seluruhnya terasa sangat basah dan aku kesulitan mengatur nafasku di bawah tindihan tubuh Pak Gatot.
"Asyik sekali kamu Vicki," ujar Pak Gatot sambil tersenyum ke wajahku.
Kubalas lemah senyumannya sambil merasakan kenikmatan ini.
Kuberanikan berbisik lemah, "Bapak kok belum keluar?"
Sambil tertawa-tawa, Pak Gatot menjawab, "Kan sudah Bapak bilang nggak mungkin tak keluarin di memek kamu. Bapak sudah kepikiran tak keluarin pejuh Bapak di bagian tubuh kamu yang lain."
"Di mana Pak?" tanyaku.
Pak Gatot hanya membalas dengan senyuman sambil melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas tubuhku dan kemudian mengambil posisi duduk berjongkok di perutku. Terpampang jelas di mataku kontol hitam besar Pak Gatot yang tambah mengkilap akibat cairan dari memekku.
"Sudah dua tahun ini Bapak selalu membayangkan kontol Bapak yang hitam ini dijepit dengan gunung kembarmu yang putih mulus itu lho," ujar Pak Gatot.
Wajahku yang penuh keringat kembali merah padam.
"Kenapa? Kamu nggak suka?" tanya Pak Gatot.
Aku juga menjelaskan bahwa sejak melihat salah satu adegan di BF barat, di mana seorang cewek yang berpayudara besar menjepit kontol pasangannya, aku amat ingin mencobanya. Tapi kujelaskan bahwa aku tidak berani dan sungkan mengutarakannya pada mantan pacarku yang dulu.
"Ha ha ha.. kalo begitu kita bener-bener cocok Vicki. Ayo sekarang kamu pegangi gunung kembarmu itu!" kata Pak Gatot seperti tidak sabar.
Kuturuti dan kupegangi masing-masing payudaraku, sementara Pak Gatot sedikit maju dan meletakkan kontolnya persis di antara sepasang bukit kenyalku. Teringat pada adegan BF, aku langsung menjepit-jepit bukit kembarku itu, terasa sekali kontol Pak Gatot yang keras bergesekkan dengan kulit mulus payudaraku. Jujur saja aku sangat terangsang melihat kontrasnya warna kontol Pak Gatot dan payudaraku, membuatku makin bersemangat dan mulai memijat-mijat buah dadaku dengan kuat. Sepintas kulihat reaksi wajah Pak Gatot yang menunjukkan kenikmatan tiada tara. Aku sangat senang dengan ekspresinya, meski sekali lagi kutekankan bahwa wajah Pak Gatot boleh dibilang sama sekali tidak tampan.
Pak Gatot yang sedari tadi diam dan menikmati pijatan payudaraku, kemudian mulai memaju mundurkan kontolnya sambil kedua tangannya berpegangan pada ukiran-ukiran tiang ranjangnya yang luks dan eksklusif itu. Campuran keringat dan cairan memekku membuat Pak Gatot dengan mudah menggerakan kontolnya di sepanjang belahan dadaku. Aku tidak pernah berhenti memijat, meremas, dan menjepit payudaraku sehingga kulihat mata Pak Gatot merem melek.
"Oh Vicki sayang..!" jerit Pak Gatot sesekali.
Gerakan Pak Gatot makin lama makin cepat, sementara aku juga menguatkan pijatan dan remasan. Karena payudaraku yang amat sensitif merasakan kerasnya kontol Pak Gatot, kurasakan ledakan-ledakan kecil di memekku. Aku juga sering mendesah-desah tidak karuan.
Kuperhatikan dorongan kontol besar Pak Gatot membuat ujungnya makin lama makin dekat ke daguku, kurasakan pula buah zakarnya bertabrakan dengan pangkal payudaraku dalam setiap dorongan yang dilakukannya. Dengan beralaskan bantal, kumajukan mulutku dan mulai memberikan jilatan-jilatan cepat liar setiap kali kepala kontol Pak Gatot mendekat. Sekilas kulihat mata Pak Gatot terbelalak dengan keagresifanku ini.
"Kamu makin liar aja Vicki, Bapak bener-bener nggak tahan!" desahnya.
Dengan terampil kuberikan kenikmatan pada Pak Gatot, jilatan-jilatan lidahku pada ujung kontolnya serta remasan-remasan payudaraku menggesek kontolnya. Aku betul-betul ingin membalas semua kenikmatan yang sebelumnya diberikan Pak Gatot terhadapku, tidak peduli lagi status dan perbedaan usia kami. Gerakan dan ekspresi kami sudah seperti sepasang kekasih yang tidak mampu lagi menahan nafsunya atau mungkin layaknya dua bintang film porno.
"Oh Vicki sayang!" Pak Gatot akhirnya menjerit keras dan menghentikan gerakannya.
Kontol Pak Gatot masih terjepit di antara buah dadaku dan ujungnya persis dekat di depan bibirku yang sedikit menganga. Bersamaan dengan itu, air mani atau pejuh dari kontol Pak Gatot muncrat! Tembakan-tembakan deras pejuh Pak Gatot membasahi dan lengket di sebagian besar wajah dan bibirku. Aku tidak pernah berhenti meremas-remas payudara sambil menelan dan menjilati air mani Pak Gatot yang mengarah ke bibirku dan keluar dengan derasnya. Aku sampai kewalahan dengan banyaknya air mani yang keluar dari kepala kontol Pak Gatot. Kemudian Pak Gatot bergerak maju mundur lagi, sehingga air maninya muncrat dan mendarat tidak beraturan di dagu, leher, dada dan tentunya sepasang payudara dan putingku.
Akhirnya Pak Gatot berhenti bergerak meski kontolnya masih di antara kedua payudaraku. Kulepaskan salah satu cengkeraman tanganku dari buah dadaku, lalu kupegangi kontol Pak Gatot yang masih sedikit keras. Kemudian kugesekkan ujung kontolnya dengan buah dadaku yang ditahan oleh tanganku yang lain. Tak luput juga sesekali kugesek ujung kontol Pak Gatot dengan puting merah mudaku. Aku juga tidak menyadari dari mana kupelajari gerakan seperti itu, mungkin dari BF-BF itu dan mungkin benar juga kata Pak Gatot bahwa aku maniak.
Kuratakan ceceran pejuh Pak Gatot dengan ujung kontolnya bergantian di masing-masing gunung kembarku. Setelah puas, akhirnya kulepaskan genggaman tanganku dari kontolnya dan payudaraku, kemudian kuusap-usap sekujur wajah, bibir, leher dan dadaku yang sebelumnya tersemprot dengan pejuh Pak Gatot, serta kujilat-jilat dan kutelan air maninya seperti binatang kehausan. Dengan wajah, bibir, leher, dada dan sepasang bukit kenyal serta kedua puting merah mudaku masih sedikit belepotan dan lengket dengan air maninya, kuberanikan diri tersenyum menggoda ke arah Pak Gatot yang masih belum beranjak dari posisi duduk berjongkok di atas perutku.
"Oh Vicki! Kamu bener-bener seksi banget! Hebat!" teriak Pak Gatot gembira sambil memandangiku.
Setelah itu Pak Gatot berbaring lemas di sebelahku, tubuh kami yang sudah basah dan mandi keringat saling berpelukan. Pak Gatot tampaknya juga tidak jijik dengan air maninya sendiri, terbukti kami saling berciuman dan berpagutan dengan sisa-sisa tenaga yang kami punyai. Kulihat saat itu pukul 1/2 6 sore dan kami berbicara dan bercanda dengan santai sekitar 1 jam-an sambil berbaring.
Kami saling bercerita, aku membicarakan kesulitan-kesulitanku dalam menghadapi pelajaran-pelajaran di sekolah, sementara Pak Gatot banyak mengutarakan kesepiannya karena sejak dulu tiga anak-anaknya kuliah di luar kota dan istrinya bekerja dari sore sampai malam. Meskipun berkecukupan dan hubungan mereka berdua masih harmonis, Pak Gatot masih sering merasa kesepian. Sebelum istrinya menopause ia masih aktif berseks ria meski istrinya agak kewalahan mengimbangi. Ia mengaku merasa muda lagi setelah berhubungan denganku ini. Pak Gatot juga menjelaskan bahwa mulai sekarang aku tidak perlu khawatir dengan nilai-nilai ulanganku. Tapi Pak Gatot berjanji tetap akan membantuku belajar, jadi aku bukan dianggapnya sebagai 'pemuas nafsu' belaka.
Lalu kami berdua sama-sama berpakaian dan merapikan diri. Pak Gatot mengajakku makan di rumahnya dan setelah itu ia mulai mengajariku. Ia juga menambahkan bahwa biaya untuk les privatku ini digratiskan aja, aku tidak perlu membayar. Aku bener-bener berterima kasih padanya. Mungkin karena Pak Gatot sudah menyukaiku, kesadisannya seperti biasa di kelas tidak terlihat, malahan dengan cepat aku dapat menangkap bahan-bahan pelajaran kimia yang diberikannya.
Setelah selesai aku diantarnya pulang ke rumah dengan mobil sedannya. Dalam perjalanan Pak Gatot memberitahukan agar kami bersikap biasa-biasa saja di sekolah. Di kelas ia tetap akan memperlakukan sebagaimana murid-murid lainnya. Pak Gatot juga menanyakan apakah aku bisa datang ke rumahnya besok di waktu yang sama jam 4 sore. Aku menyetujuinya dan terus terang berdebar-debar juga memikirkannya. Aku sampai di rumah sekitar jam 8 malam dan langsung mandi untuk menyegarkan diri.
Demikianlah awal petualanganku menjadi 'simpanan' wali kelasku sendiri dan sangat menyukai seks. Semoga dalam kesempatan selanjutnya bisa aku tuturkan kisah seksku yang lain bersama Pak Gatot.
Tamat