Lain-lain
Wednesday, 26 August 2009
Nini yang misterius - 4
"Kalau nggak ada suamimu, aku cium kamu di sini lho" aku menggodanya.
"Kalau nggak ada Nini, aku yang cium kamu di sini" tantang Rara.
"Tuh suamimu sedang nggak ada di meja, kita cium Virano sama-sama aja Ra" ajak Nini.
Rara dan Nini serentak mencium pipi kiri dan kananku, dan Rara mengecup bibirku dilanjutkan dengan Nini juga mencium bibirku agak lama sambil mengalungkan tangannya ke leherku.
"Itu yang aku mau" protes Rara.
"Vir, aku mau undang Rara makan siang besok, boleh nggak?" tanya Nini.
"My pleasure, Ni" aku menyetujui.
"Kamu dengar sendiri kan? Jadi nggak usah nolak lagi ya Say?" ujar Nini pada Rara.
Rupanya Nini sudah mengundang Rara sebelumnya namun Rara ragu dan ingin meminta konfirmasi dariku lebih dulu. Kami meninggalkan club tersebut pada jam 2:30 dan kembali ke hotel di Nusa Dua. Sepanjang jalan, Nini bercerita bahwa beberapa orang teman Arif termasuk suami Rara berusaha menarik perhatian Nini dan bahkan ada yang berterus terang menngajak Nini kencan malam ini.
"Aku tahu kok, malah mata suami Rara nggak bisa lepas dari dada dan paha kamu. Dan aku juga tahu, kamu malah dengan sengaja, kadang-kadang kamu buka paha kamu sehingga dia bisa lihat CD kamu kan?" aku berkata.
"Kok kamu nggak ngelarang aku sih?" rajuknya.
"Aku juga menikmati sensasi tersebut sayangku, semakin banyak lelaki yang mabuk kepayang sama kamu, semakin bangga aku jalan bersama kamu. Tapi tidak demikian dengan suami Rara, dari cara Rara berpakaian, aku dapat menilai sifat suaminya. Padahal dulu Rara termasuk berani dalam berpakaian, yah seperti kamu sekarang ini deh" ceritaku.
Setibanya di hotel, kami kembali mengarungi lautan nafsu birahi, berusaha untuk saling memuaskan satu sama lain. Nini memang seorang yang sangat piawai dalam memuaskan lelaki, namun dia juga sangat membutuhkan kepuasan untuk dirinya sendiri dan aku pun berusaha untuk memuaskan dia. Kami bercinta sampai jam 5 pagi lalu tertidur. Lalu ada jam 11 terbangun oleh telepon dari Rara yang dijawab oleh Nini.
Saat mereka mengobrol di telepon, aku putar badanku lalu aku jilat vagina Nini dengan penuh nafsu hingga Nini mengerang keenakan dan Rara menanyakannya.
"Virano sedang breakfast, oohh.. Viir.. Aku lagi telepon nih.." desahnya.
"OK deh, lu ke sini aja cepat, gua butuh bantuan nih, Virano lagi ganas" katanya pada Rara.
Seketika Nini menutup telepon, aku pun berhenti menjilati vagina Nini. Dia protes, tapi aku meninggalkannya ke kamar mandi untuk mandi. Nini merajuk hingga mengatakan aku curang. Selesai berendam sekitar 15 menit, aku kenakan jas kamar mandi warna putih tebal dengan CD di dalamnya dan baru kemudian Nini menyusul masuk kamar mandi. Aku pesan makanan dari Room Service dengan tak melupakan 2 telur setengah matang pesanan Nini. Saat menunggu makanan, bel berbunyi. Aku kira Room service, ternyata Rara muncul dengan tank top kuning dan jeans, serasi sekali dengan kulitnya yang putih.
"Vir..,.. Baru mandi ya.., Mana Nini?" tanyanya sambil memajukan wajahnya dan aku kecup pipinya.
"Oh ada.. Tapi lagi mandi.. Masuk aja" ujarku sambil mempersilakannya masuk.
"Sudah selesaikah?" tanyanya penuh selidik.
"Apanya yang selesai, cuma appetizer kok" jawabku.
"Kok cepet, emangnya rumah kamu dekat sini?" tanyaku.
"Bukit Jimbaran, 20 menit saja sudah sampai ke sini" jawabnya.
"Mana suamimu?" tanyaku.
"Sedang di kantor, nanti sore mau ke Jakarta. Orang tuanya sakit, aku sudah bilang mau ajak kalian jalan jalan, dan dia OK. Malah dia titip salam buat Nini" kata Rara.
"Sst, jangan sampai dia dapat Nini, bahaya" bisikku.
"Emangnya kenapa? Nini hebat ya?" bisiknya lagi takut terdengar Nini dari kamar mandi.
"Buat aku, she's the best. Selama ini, aku agak kewalahan mengimbanginya"
"Masa kamu kewalahan, mungkin aku bisa belajar dari dia ya?" ujarnya penuh arti.
"Kalau kamu sehebat Nini, aku yakin suami kamu nggak akan cari cewek lain, kalau cari pun pasti balik lagi hehe.." godaku.
Lalu Nini selesai mandi, juga mengenakan jas handuk seperti punyaku. Aku yakin tidak ada apa-apa lagi di baliknya. Aku duduk di belakang sofa mereka dengan menarik kursi rias. Aku memperhatikan mereka mengobrol dan sesekali menimpali obrolan mereka. Rara memintaku menuang minuman yang dia bawa, sebotol Cointreau kesukaanku.. Aku menuangkannya 3 gelas.
Aku membawanya beserta es batu. Aku menuangkan minuman ke gelas mereka. Setelah minum beberapa gelas sambil mengobrol, tangan Nini masuk ke balik kimonoku dan mengelus 'adik'ku sehingga tegang dan keras. Nini melirik dan tersenyum sambil terus mengobrol dengan Rara.
Rara tidak memperhatikan yang dilakukan oleh Nini terhadapku. Nini menarik sedikit CD-ku dan mengelus batangku dengan lembut. Tampak Rara melihat apa yang dilakukan Nini tanpa Nini menyadari bahwa Rara tahu apa yang dilakukannya terhadapku. Aku duduk menyandar dan membiarkannya. Tangan Nini mengisyaratkan agar aku membuka CD-ku dan matanya melirik. Aku ke kamar mandi membuka CD-ku. Lalu aku kembali dan Nini melanjutkan mengocok halus batangku sementara Rara mencuri pandang ke arah selangkanganku. Rara tersenyum melihatku pasrah dan aku juga tersenyum ke arahnya.
Sementara mereka melanjutkan mengobrol sambil minum beberapa gelas lagi, tangan Nini terus aktif mengocok halus batangku. Aku hanya bisa menahan nafas atau berkejap-kejap menikmati pijatan dan kocokan tangan Nini. Rara terus saja mencuri pandang dan kimonoku tersingkap sehingga terlihat jelas tangan Nini yang sedang mengocok batangku. Nini tidak menyadari hal itu karena sudah sedikit mabuk. Mereka berdua terus mengobrol. Tapi mata Rara lebih sering lagi melirik ke belakang. Aku berdiri tapi Nini tidak juga melepas kocokan tangannya. Aku membiarkan kimonoku terbuka sehingga Rara dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan Nini. Aku elus rambut Nini dan Nini secara tidak sadar menolehkan kepalanya hingga menyentuh kepala 'adik'ku dan melanjutkan dengan menjilatnya.
"Sshh.. Mm" desahku.
Nini terus saja menjilat dan mulai menghisap 'helm'ku. Rara melihat dengan jelas apa yang Nini lakukan dan aku menarik tangan Rara. Rara menggeser duduknya. Aku berjalan ke depan Nini tanpa Nini melepas tangannya dari batangku. Aku sudah berdiri di depan Nini dan Rara sementara Nini kembali menjilat, mengocok, serta menghisap batang kejantananku.
"Ra, kontol ini masih sama nggak rasanya sama dulu waktu masih lu pakai?" tanya Nini.
Aku menarik Rara sehingga berlutut di depanku dan Nini duduk di belakangnya. Aku menunduk dan mencium bibir Rara dan Rara tidak menolak. Kami berciuman cukup lama, sementara tangan Rara ikut mengelus batangku dan mengocoknya pelan. Sementara itu Nini tampak meremas buah dada Rara sambil mencium telinganya.
"Ini buat kamu Rara.. Isep kontolnya.. Aku mau liat cara oral lu" bisik Nini.
"Kata Virano, you are the best for him, ajari aku ya?" pinta Rara. Lalu Rara mulai menjilat seluruh batang penisku dari ujung kepala sampai pangkalnya lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Sshh.. Mmhh.. Yyeess.. Hhmm.." desah Rara.
Lalu aku meminta Rara untuk berdiri. Tank top Rara sudah dibuka oleh Nini sehingga hanya tersisa bra warna merah tua. Aku berlutut di depannya dan berciuman dengan Nini. Nini berlutut di sampingku lalu membuka kancing celana Rara dan aku membuka BH-nya. Lalu Nini melepas celana Rara dan melemparnya entah kemana hingga Rara hanya tinggal mengenakan G-String. Aku berdiri dan meminta Nini untuk duduk di sofa lalu kucium telinganya.
"Sshh.. Mm.. Mm" desahnya sementara tanganku meremas buah dadanya.
"Yyaa.. Mmpphh.. Tterruuss Vii" desahnya sambil tangannya mengocok batangku.
"Kontol kamu gede ya.. Aku suka Vir.. Rara juga mau tuh" katanya sementara tangan kirinya memeluk leherku.
Kami terus berciuman lalu Rara berlutut dan mencium batangku. Aku melirik Nini dan dia hanya tersenyum melihatku. Aku pun balas tersenyum. Rara menjilat dan menghisap batangku serta lidahnya tidak kalah lincah menari menjilati serta melumuri batangku dengan ludahnya.
Aku duduk di sebelah Nini dan Rara terus menghisap batangku tanpa menghiraukan keberadaan Nini. Tangan kanannya terus mengocok batangku sementara mulutnya menghisap 'helm'ku dan lidahnya menari menjilatinya juga. Kepala Rara terus naik turun menghisap, menjilat dan mengulum batang kejantananku..
"Sshh.. Ohh.. Yyeess.. Ra.." desahku sambil mengelus rambut Rara dan tangan kananku meremas payudara Nini yang duduk menghadap ke arah kami.
"Sshh.. Ohh" desahku sambil menarik Nini dan berciuman. Sementara aku berciuman dengan Nini, Rara masih sibuk mengoralku hingga birahiku memuncak dan cairanku sudah mencapai ujung.
"Mmhh.. Mmhh.. Mphh" jeritku tertahan oleh Nini yang memeluk dan terus mencium bibirku.
"Aahh.. Yyeeaa.. Ohh.. Aacchh" jeritku setelah Nini melepas ciumannya. Rara terus menelan dan menghisap penisku. Rara menelan semua spermaku lalu tersenyum dan mencium telingaku.
"Kontol kamu enak Vi.. Aku suka.. Aku pingin nih" bisiknya meminta.
Aku tersenyum dan mengangguk, kucium bibir Rara yang masih ada sisa spermaku. Aku duduk di antara Rara dan Nini sementara Nini mengelus batangku lagi dan aku mencium bibir Rara.
"Mm.. Mm.. Makasih ya.. Isepan kamu enak lho, beda sama dulu.. Kalah dikit ama Nini" ujarku sedikit memuji Rara.
"Mm.. Bisa aja kamu Vir" balasnya.
Nini terus mengelus batang penisku hingga kejantananku mulai tegang dan Nini menjilat dan mengocoknya pelan. Aku meremas dan menghisap kedua payudaranya
"Sshh.. Trus.. Vir.. Iisseepp yaa.. Sshh.." desahnya nikmat. Sementara aku menghisap payudara Rara, Nini menghisap penisku.
"Ra, perhatikan cara Nini ngisep kontolku" kataku.
Rara melihat Nini yang sedang menjilati dan mengisap penisku sambil mengerang-ngerang karena buah dadanya aku hisap. Aku menarik turun CD Rara dan meraba vaginanya
"Shh.. Yyeess" desisnya sambil kumainkan clitorisnya dengan jariku.
"Oohh.. Viir.. Eehhmm.. Mmpphh.. Jilat.. Vii.. Jilat..!" desahnya nikmat. Rara berdiri dan mengangkangi kepalaku
"Jilat Vir.. Jilat vaginaku.. Oohh.. Mhh" jeritnya tertahan saat aku menjilat dan mengulum clitorisnya sementara Nini masih mengoralku dan tangan kirinya menggosok vaginanya sendiri.
Aku meminta Nini berhenti mengocok penisku dengan mulutnya, lalu kuminta Nini memperagakan gerakan mulutnya seperti di kamarnya, dan dia mulai dengan gerakan-gerakan itu. Rara melotot melihatnya terkagum kagum.
"Nini, gantian gua mau coba, ajarin gua ya" pinta Rara.
Lalu Rara mulai memasukkan penisku ke dalam mulutnya. Baru sampai setengahnya, Rara sudah tersedak. Nini mengajari Rara bagaimana cara mengendalikan otot lehernya agar penisku bisa masuk ke tenggorokannya, lalu Rara mencoba dengan gerakan menelannya. Lumayan, Rara bisa sedikit walaupun masih diiringi dengan batuk berkali kali. Rara kelelahan, lalu melepaskan penisku dari mulutnya. Aku berdiri, lalu meminta Rara berlutut di atas karpet dan menghadap sofa. Aku berlutut di belakangnya dan menggesekkan penisku ke vaginanya.
"Sshh.. Vir.. Masuukkiinn Ssaayy.. Sshh.. Yyeess..!" jeritnya saat penisku memasuki vaginanya yang sudah basah karena jilatanku ditambah penisku yang juga sudah basah karena ludah Nini yang sejak tadi mengoralku.
"Sshh.. Ach.. Ach.. Aacchh.. Teruss.. Aacchh.. Teruss say.. Fucckk.. Mmee.. Aacchh.. Yyeeaah.. Thatss.. Goodd.. Ffuuckk.. Mee" desahnya sambil kedua tangannya meremas sandaran sofa. Aku menggenjot Rara dengan ritme teratur.
Bersambung . . . .