Sedarah
Thursday, 13 August 2009
Sensualnya tubuh Kak Rini - 1
Setelah menamatkan SMA di kota kelahiranku, aku (Erick) melanjutkan pendidikanku di salah satu PT negeri di Kota M. Awalnya aku tinggal sendiri (kost) disuatu tempat yang agak jauh dari kampus tempat aku kuliah, karena hanya ditempat itu aku mendapatkan rumah kost yang relatif lebih murah dari tempat yang lain. Setelah kuliah selama hampir setahun, aku berlibur kembali ke kota kelahiranku. Selama liburan tersebut, aku dikenalkan oleh keluargaku dengan salah seorang saudara sepupuku yang ternyata juga tinggal di Kota M tempat aku kuliah. Namun karena tidak saling kenal baik, walaupun masih saudara dekat, kami saling tidak mengetahui kalau kami berada satu kota selama ini. Saudara sepupu ini, sebut saja Kak Rini, sebelum menikah dengan Mas Tanto, lahir dan besar di kota Jakarta bersama orang tuanya, keluarga Tante Ade.
Selama 2 tahun pernikahannya dan menetap di kota M, Kak Rini belum dikaruniai anak, mungkin disebabkan karena kesibukan mereka berdua, Kak Rini yang seorang karyawan bank swasta, dan Mas Tanto yang seorang dosen. Saat perkenalan itu, Rini telah berusia 26 tahun, 5 tahun lebih tua dariku dan Mas Tanto berusia 34 Tahun.
Keberadaan Kak Rini di kota kelahiranku dalam rangka mengunjungi kakek dan neneknya, yang juga masih saudara dengan nenekku. Selama liburan kami, aku lebih banyak menemani Rini keliling kota dan antar jemput mengunjungi keluarga yang lain, Mas Tanto tidak datang menemani berlibur.
"Dik Erick rencana balik ke Kota M, kapan?"
Tanya Kak Rini sewaktu aku mengantarnya pulang kerumah neneknya, dari belakang sadel boncengan motor milik kakakku.
"Mungkin seminggu lagi."
Jawabku sambil mencoba merasakan sentuhan payudaranya dipunggungku.
Perlu pembaca ketahui, dengan tinggi sekitar 168 cm dan berat ideal, ukuran dada 36A dengan wajah cantik dan manis dan kulit putih mulus yang ditumbuhi bulu-bulu halus sensasional, membuat aku tidak merasa bosan dan capek menemani Kak Rini keliling kota dan mengantarnya menemani kemana saja dia pergi.
"Kalau begitu, pulangnya dengan saya saja, ya?!"
Katanya seperti berbisik ditelingaku karena derasnya angin karena laju kendaraan.
"Terserah kakak aja deh.. " kataku menyepakati 'perjanjian' itu.
Seminggu setelah itu, kami pun berangkat pulang bersama naik kapal laut ke Kota M selama satu hari satu malam perjalanan. Rencananya, setiba di Kota M, aku akan diperkenalkan ke suaminya dan sekalian mengajak aku tinggal bersama mereka (selama ini mereka hanya tinggal berdua di kompleks perumahan), karena rumah mereka masih cukup besar untuk ditempati hanya berdua saja.
Singkat cerita, aku pun diperkenalkan ke Mas Tanto yang mau menerimaku dengan senang hati dan aku pun mengemasi semua barangku dari tempat kostku ke rumah mereka. Dan disinilah awalnya cerita petualangan seksku dengan Kak Rini.
Sebagai wanita cantik dan menarik, aku pikir semua lelaki akan terpesona oleh daya tarik sensual saudara sepupuku ini. Akupun merasakannya sejak pertama kenalan, menemaninya selama liburan berkeliling kota, dan terlebih selama perjalanan dengan kapal laut kembali ke Kota M. Masih teringat waktu pertama kali berjabatan tangan, dengan senyum manisnya dia memperkenalkan diri. Wajahnya mirip dengan salah satu penyiar acara kriminal di SCTV. Aku merasakan sentuhan lembut jemarinya waktu aku memegang tangannya, sentuhan sensasional di kulitku ketika bersentuhan dengan tangannya yang ditumbuhi bulu-bulu halus, aroma tubuh dan rambutnya waktu berjalan berdampingan, juga hembusan nafasnya kalau berbicara padaku yang kadang-kadang terlalu dekat dengan wajahku.. pokoknya semua sensasi yang dimilikinya membuat aku berdebar dan membuat aku konak. Aku tak tahu (pada waktu itu) apakah hal itu disengaja atau tidak (setelah beberapa tahun aku tahu ternyata itu dia sengaja untuk memancing responku menurut pengakuannya!), yang jelas selama liburan, aku belum berani menunjukkan reaksiku. Nanti setelah kejadian di atas kapal laut yang membawa kami ke Kota M, baru aku berani menunjukkan 'keberanianku' pada Kak Rini, walau dengan jantung dag dig dug..
Diatas kapal laut yang sesak karena penumpang yang banyak, kami mendapatkan tempat yang lumayan 'strategis', walaupun itu bukan tempat yang telah kami bayar untuk perjalanan kami. Bersama dengan beberapa penumpang lain (yang agak lanjut usia dengan kebanyakan wanita), kami menempati sebuah sudut ruang kapal yang agak panas, hal itu membuat kami kegerahan. Menjelang tidur malam, Rini dengan memakai kemeja yang didalamnya dilapisi kaos oblong tanpa lengan dengan celana jeans, terlihat mulai mengatur tempat untuk tidur disudut merapat kedinding ruang, sedangkan aku dengan kaos oblong juga dan celana pendek selutut berada diantara Kak Rini dengan penumpang lain. Sebelum tidur, Kak Rini membaca sebuah majalah dan aku mengisi TTS. setelah membaca majalah, Kak Rini sudah tak tahan lagi kantuknya dan tertidur, sedangkan aku melanjutkan mengisi TTS dan membaca majalah.
Tak lama sesudahnya, lampu di ruangan itu dipadamkan, mungkin karena penumpang lainpun sudah ingin memjamkan mata, walaupun masih ada lampu yang menyala di tengah ruangan tapi tidak cukup untuk menerangi tempat aku membaca majalah, akupun bersandar sambil duduk berusaha untuk tidur. Tapi karena udara yang agak panas dan menggerahkan, mataku susah terpejam. Kak Rini pun bangun dan melepas kemejanya (tinggal kaos oblong) dan kemejanya itu dipakai untuk menyelimuti badannya sambil tidur. Sewaktu Kak Rini melepas kemejanya, dengan jarak sekitar 15 cm dari hidungku, aku bisa merasakan aroma tubuhnya yang terpancar dari ketiaknya sewaktu lengannya bergerak melepas kemejanya.
Aroma itu campuran aroma keringat dan sisa parfumnya, dan itu membuatku benar-benar melayang.. membayangkan aroma tubuh yang sensasional seperti itu. Dan diketiaknya yang putih, aku sempat melihat secara samar rambut halus hitam yang semakin membuatku ingin merasakan langsung aroma ketiaknya. Hmm.. tak sadar aku memperbaiki posisi 'junior' di celana pendekku, dan hal itu terlihat oleh Kak Rini.
"Belum tidur, rick?"
Tanyanya berbisik sebelum berbaring di sampingku.
"Belum nih, duluan aja!"
Jawabku sambil menatap matanya.
Rinipun akhirnya berbaring dengan memiringkan badannya ke arahku, sehingga kepalanya dengan pahaku hanya berjarak sekian centi. Akupun terus berusaha tidur sambil duduk karena mataku belum mau terpejam. Hembusan nafasnya terasa menggelitik paha kiriku bagian luar, dan mungkin saja Rini tahu kalau penisku lagi tegang karena celana pendekku di sekitar penisku agak menonjol berdiri. Setelah capek duduk dan mataku terasa muali berat dengan angin laut yang mulai bertiup sepoi-sepoi, akupun berbaring di sisi Kak Rini. Saat aku mengambil posisi baring, Rini memberiku sedikit ruang sambil mengangkat lengan kanannya, dan lagi-lagi tercium aroma tubuh yang makin membuatku tegang. Walaupun aku masih berbaring terlentang dan Rini sedikit condong ke arahku, aku bisa merasakan bahwa kepalaku tepat berada di bawah ketiaknya karena aku merasakan lengan Kak Rini ada diatas kepalaku.
Kantukku pun hilang karena 'posisi' yang menguntungkan ini, aku sisa mengarahkan mukaku ke arah Rini dan ketiaknya sudah pasti ada di mukaku. Aku coba untuk diam, namun rangsangan yang timbul dari aroma tubuh Kak Rini yang perlahan mulai tercium membuat aku gelisah. Lama setelah itu, sewaktu aku merasakan nafas Rini yang beraturan menerpa wajahku, baru aku perlahan-lahan mengarahkan wajahku ke bawah ketiaknya dan..
Hmm aroma itu benar-benar membuat aku makin tak beraturan untuk bernafas, antara rasa senang, takut Kak Rini marah dan rangsangan yang terus membuat jantungku berdebar. Dengan jarak cuman sekita 3-4 cm antara hidungku dan ketiak putih itu, Kak Rini pasti bisa merasakan kegelisahanku, tapi mungkin dia sudah nyenyak sampai tidak merasakan hembusan nafas dan sentuhan ujung lidahku diketiaknya. Rasa kecut karena ketiak yang sedikit berkeringat itu tidak kuhiraukan, malah aku semakin terangsang dan kadang mendesah tertahan sambil memegang penisku yang makin keras.
Ketika aku sudah tak tahan lagi, dengan jantung berdegup kencang, perlahan aku mengambil jaket tebalku untuk menutupi celanaku yang semakin menonjol karena desakan penisku (+15 cm) sambil memiringkan badan ke arah Kak Rini sehingga penisku merapat di paha Kak Rini yang berbalut jeans dengan hidungku dan bibirku yang telah menempel di ketiaknya. Aku mencoba menahan nafasku yang memburu sambil melanjutkan jilatanku yang makin berani ke arah pangkal payudaranya. Semua itu aku lakukan dengan sangat hati-hati, takut membangunkan Kak Rini dan dia nampaknya masih seperti semula dengan nafas yang masih beraturan.
Dengan perlahan aku membuka kancing tarik celanaku, meyampingkan CD ku lalu kutarik penis yang sudah sangat tegang keluar. Meski hanya kepala penis dan sebagian batangnya yang bisa keluar dari celanaku, aku elus-eluskan di paha Kak Rini sampai aku merasa ada cairan bening keluar(bukan sperma yang kental) dan menempel di celana jeansnya. Mungkin aku akan terus menggesek-gesekkan kepala penisku sampai aku ejakulasi, kalau saja Kak Rini tidak bergerak sedikit menjauh dari tubuhku.
Kejadian itu berakhir sampai disitu, dan sewaktu bangun, Kak Rini tidak bicara soal tersebut, cuma ada sedikit ada rasa canggung diantara kami, sampai kami turun dari kapal dan tiba di rumah.
Sejak tinggal bersama Kak Rini dan suaminya, aku mencoba untuk menjadi adik yang baik, aku coba membuang semua pikiran jorok di kepalaku tentang Kak Rini dan mencoba menghindari Kak Rini dengan banyak beraktivitas di kampus atau di luar rumah. Sampai suatu saat, Mas Tanto mengambil Tugas Belajar ke Filipina selama 1 tahun.
Empat bulan setelah tinggal di rumah Kak Rini, Mas Tanto berencana akan berangkat ke Filipina, dan selama itu aku mencoba menjaga jarak dengan Kak Rini walaupun dia tetap baik dan ramah kepadaku. Kalau tidak ada kegiatan di kampus atau ditempat lain, aku banyak berkurung diri di kamar, dan kamipun bertiga cukup sibuk dengan urusan masing-masing, sehingga hanya waktu-waktu tertentu saja (Sabtu/Minggu) baru ketemu atau kumpul bersama. Usahaku untuk menghindari berdekatan dengan Kak Rini adalah untuk membantu menghilangkan pesona sensualitasnya yang sering aku rasakan kalau berada dekatnya. Dan hal ini juga didukung karena Kak Rini sering berangkat pagi dan pulang kerja sore (aku biasanya yang paling akhir meninggalkan rumah) dan paling lambat tiba di rumah.
Satu-satunya yang paling sering menggodakau adalah pakaian-pakain kotor(terutama pakaian dalam Kak Rina) yang baru habis dipakainya, yang ditumpuk dalam keranjang pakaian didekat kamar mandi. Sering kali saat bangun pagi jam 08. 00 (kuliah agak siang) aku 'memeriksa' pakaian-pakaian tersebut (saat mereka telah berangkat kerja). Aku sering mendapati pakaian kerjanya yang kemarin dan pakaian tidurnya semalam masih menyisakan aroma tubuh dan parfumnya, terlebih lagi celana dalamnya menyisakan cairan vaginanya yang harum (belakangan aku tahu vaginanya memang harum saat aku mengoralnya) dan sering aku ciumin dan jilati sambil beronani. Karena fantasi tersebut akan sampai sering menumpahkan spermaku di celana dalamnya atau pakaian kerjanya (tiap Sabtu baru di cuci), dan sewaktu pertama kali memuncratkan spermaku di CD nya.. aku takut Kak Rina tahu dan memarahiku. Tapi sewaktu dia mencucinya pada hari Sabtu.. dia sepertinya tidak tahu atau pura-pura tidak tahu kalau spermaku sudah bercampur dengan sisa-sisa cairan vaginanya (kadang cairan vaginanya masih basah). Dan setelah Mas Tanto memberi tahu rencananya untuk ke Filipina dan menyuruhku untuk menjaga Kak Rina dan rumah aku semakin.. akhh.. berdebar-debar. Inilah awal yang menjadikan aku tahu kalau Kak Rina ternyata memiliki hasrat dan gairah seks yang tinggi serta mengajariku fantasi-fantasi bercinta. Hubungan kami ini telah berlangsung sampai 8 tahun dan kami sepertinya orang yang masih pacaran walaupun dia telah bersuami.
Dan satu hal lagi, adalah kesukaanku mengintip aktivitas Kak Rini bila berada dirumah. Kalau malam hari saat tidur dengan suaminya, aku sering mendengar erangan-erangan bercinta mereka. Bahkan aku pernah onani didepan kamarnya yang aku buka sedikit pintunya dan aku melihat Kak Rini lagi tidur dikamarnya dengan pakaian tipis dan seksi(saat itu suaminya belum pulang dari kantornya). Dan berapa kali kejadian-kejadian tak terduga yang membuat aku sakit kepala bila membayangkannya.. karena ingin segera merasakan bercinta dengan Kak Rini.
Tiba saatnya Mas Tanto berangkat ke Filipina, aku dan Kak Rini mengantarnya ke bandara dan Kak Rini langsung berangkat ke kantornya, sedangkan aku balik ke rumah karena hari itu aku tidak ada perkuliahan atau kegiatan lainnya di luar rumah. Setiba dirumah, aku langsung memeriksa keranjang tempat pakaian kotor Kak Rini. Disitu aku mendapati beberapa potong celana dalam dan BH Kak Rini dan daster yang dipakainya semalam. Seperti biasa, aku mulai menciumi CD Kak Rini yang meninggalkan sedikit cairan vaginanya sambil mulai membayangkan aku menciumi vagina Kak Rini sambil mulai beronani. Aku buka semua pakaianku dan memakai CD Kak Rini yang lain sambil meremas-remas penisku di dalam CD Kak Rini.
Ketika asyik beronani, tiba-tiba telepon berdering, ternyata dari Kak Rini yang menanyakan apakah aku telah tiba dirumah atau belum. Aku berusaha untuk mengajak Kak Rini bicara lama di telepon sambil terus meremas penisku dan membayangkan sedang bercinta dengannya. Suaraku kedengaran parau karena rangsangan yang timbul dan aku berusaha mengajak bercanda Kak Rini:
"Jam berapa baliknya nanti Kak Rin?" Tanyaku,
"Seperti biasalah, kenapa emang?! kangen ya sama aku?" Balasnya bercanda,
"Nggak kok, cuman mau menjalankan tugas dengan baik, menjaga dan mengantar jemput kakak!" Jawabku dengan suara gugup karena aku semakin terangsang mendengar suara lembut Kak Rini.. "Kamu kenapa? kok suaramu parau begitu?!"
Aku cuma menjawab, "Masih ngantuk nih, habis bangun pagi-pagi ngantarin Mas Tanto!" Jawabku bohong dan..
"Akhh.. "
Aku mencapai klimaks
"Udahan dong, aku mau tidur lagi.. nanti aja aku jemput!" kataku kelelahan karena karena spermaku telah terumpah di CD Kak Rini..
"Ya deh, aku tunggu.. awas kalau nggak jemput!" Katanya mengakhiri pembicaraan kami. Aku pun menyimpan kembali CD Kak Rini di keranjang dan aku benar-benar puas onani kali ini karena baru kali ini aku onani disertai dengan mengobrol dengan Kak Rini walaupun hanya ditelepon.
Setelah kejadian itu, selama dua minggu pertama keberangkatan suaminya ke luar negeri tidak ada kejadian istimewa yang terjadi. Aku hanya sesekali onani, karena aku sering berada di luar rumah (kalau sore atau malam baru balik ke rumah) dan mengantar jemput Kak Rini kalau aku tidak ada kegiatan. Setelah mengantar atau menjemput Kak Rini, aku biasanya melanjutkan kegiatanku di kampus atau di luar rumah, dan kalau balik kerumah aku sering mendapati Kak Rini telah tidur di dalam kamarnya sehingga kami tidak sempat ngobrol.
Bersambung . . . . .