Lain-lain
Monday, 17 August 2009
Kencan waria di Jakarta - 2
"Beliin aku minum dong Mas. Boleh ya.."
Aku mengamatinya. Bukan main. Waria ini tidak cantik namun aku menilai bahwa dari gaya dan pakaiannya dia sangat seksi. Masih nampak garis kelelakiannya. Bahunya yang bidang, kemudian juga tulang gerahamnya yang kaku hampir persegi. Namun dia ini masih muda banget. Aku taksir sekitar 18 tahunan. Dia mengenalkan dirinya sebagai Norma. Mungkin di KTP-nya tertulis Norman. Dengan senang hati aku mentraktirnya minum.
Sembari duduk dia merabai pahaku. Dan aku membalas dengan meraih tangannya dan meremas-remasnya. Aku terangsang. Hasrat syahwatku bangun. Dia bilang,
"Jalan-jalan yo Mas,"
"Kemana?"
"Di sana ada penginepan. Murah hanya 15 ribu. Kita bisa bermesraan sampai pagi," ujarnya tersenyum.
Aku lihat giginya gigi Pepsodent. Putih dan apik banget.
"Terawat banget nih orang," pikirku.
"Boleh. Minum dulu ya. Mau makan? N'tar dari pada lapar," aku tawari dia makan sebelum ke penginepan.
Ini penyimpangan. Aku sama sekali tak ada rencana hingga sejauh ini. Namun.. Ah biarlah. Mumpung nggak ada yang menunggu di rumah. Istriku sedang nginep di tempat kakaknya di Depok.
Kamar 15 ribu ini memang sangat sederhana namun punya kamar mandi sendiri. Norma yang ngomong sama penjaganya. Aku berikan pada dia ongkosnya. Kudapatkan ranjang dengan kasur kapuk yang kempes tetapi cukup bersih. Aku lantas saja berbaring. Norma duduk di tepian ranjang dan tangannya melepasi pakaianku.
"Biar nggak lecek, Mas"
Dia bukain kemeja dan celanaku hingga tinggal celana dalamku. Demikian pula dia yang langsung menyusul berbaring disampingku sambil memelukkan tangannya padaku.
Norma tak terlampau menampilkan kewanitaan. Dadanya tetap dada lelaki. Demikian pula tangan dan kakinya. Nampak betisnya dipenuhi bulu. Namun aku menyukai apa yang kini memelukku ini. Waria yang masih menunjukkan kelelakiannya lebih merangsang syahwatku. Bagaimanapun aku tahu, yang aku inginkan adalah menciumi kontolnya.
Aku berbalik kemudian menciuminya. Aku kejar bibirnya dan kami berpagutan. Aku merasakan bibir dan lidah yang kasar. Kelelakiannya sungguh mendongkrak syahwatku. Aku merangsek turun menciumi dadanya. Aku kenyoti kedua pentilnya. Dia mengaduh dalam nikmat.
"Maass.. Enak mass.." aku terus merangsek.
Lengannya kuangkat agar naik dan membuka lembah ketiaknya. Aku nyosor ke sana ke lembah semak berbulunya. Bibir dan lidahku melumat-lumat kedua ketiaknya dan membasahi bulu-bulu itu. Aku bisa merasakan keringat asin ketiaknya. Aku semakin merangsek. Lumatanku meluncur turun ke perut kemudian turun lagi ke jembutnya. Hidungku nyungsep dan menghirup dalam-dalam wilayah itu.
Ketika lebih turun lagi aku menyenggol batangan tegak kaku. Kontol Norma benar-benar milik pejantan. Lihat, urat-uratnya berlingkaran merapati batangnya yang tegak kaku itu. Lidahku tak tahan menunggu. Aku menjilatinya. Aku menciumi lubang kencingnya. Dan akhirnya aku mengulum serta memompanya. Kontol Norma sungguh memberikan aku rangsangan syahwat yang hebat. Aku menelan apapun yang keluar dari kontol itu. Precumnya yang asin aku jilat-jilat.
Tak lama. Tangan Norma mencengkeram rambutku. Pantat dan pinggulnya menggenjot genjot mendorong-dorong kontolnya. Dia benar-benar ngentot mulutku hingga cadangan spermanya muncrat tumpah ke mulutku. Aku mendapatkan apa yang menjadi obsesiku selama ini. Minum pejuh dari kontol gede milik waria.
Aku bilang Norma bahwa tak perlu sampai pagi. Dan aku juga tak perlu memuntahkan spermaku. Aku akan masturbasi di rumah sambil membayangkan kembali kontol Norma. Aku mau pulang. Dia menerima 20 ribu rupiahku dengan senang hati.
Waria Jalan Krakatau, Cerita Karno
Disepanjang Jalan Krakatau di samping kali Malang dan monumen Yani banyak waria mangkal di sini. Aku bertekad sesekali akan mampir dan kencan dengan mereka. Dan itu terjadi. Dengan turun dari metro mini Tanah Abang Manggarai sore di malam Minggu ini aku telah berada di sini.
Orang bilang Jalan Krakatau resep kalau malam Minggu. Banyak waria berdatangan. Bahkan ada yang datang dari Bogor. Mereka sengaja 'hunting' mencari uang di sini. Dan memang benar. Sepintas kalau sekitar 30 waria telah aku lihat sesaat aku turun dari metro mini tadi. Kini aku melangkah santai tanpa target menuju trotoar di pinggir kali Malang itu. Kalau cocok OK, kalau nggak cocok yah.. Hitung-hitung jalan-jalan di malam Minggu.
Ahaa.. Dari arah depan aku melihat waria tinggi semampai berjalan berpapasan. Dia nampaknya masih sangat muda. Kutaksir paling sekitar 15 tahunan atau lebih sedikit. Mungkin tingginya sekitar 160 cm. Dengan rok kembang-kembang yang murahan dia jadi begitu lugu tampilannya. Namun semua itu sama sekali tidak bisa menyembunyikan kecantikan alami serta pesona seksualnya. Aku menghampirinya untuk bertegur sapa.
Aku cukup memanggilnya dengan Luh. Luh datang dari Bogor sore tadi. Dia datang bersama 2 orang temannya. Apapun yang terjadi aku langsung jatuh hati padanya. Aku pengin berasyik masyuk dengannya. Aku membujuk dan merayunya. Aku remasi tangannya. Kuajak dia duduk minum di warung pinggir kali itu. Aku merasa ketemu jodoh.
Pesona seksual. Itu benar. Aku melihati tangan dan jari-jarinya. Dduhh.. Rasanya aku pengin banget menciumi dan mengulumnya. Tangannya begitu mulus dan dengan kulitnya yang kencang. Aku tak perlu melihat bagian lainnya. Tangan itu sudah mewakili keindahan keseluruhan tubuh Luh.
Dengan taksi aku mengajak Luh ke sebuah hotel melati di bilangan Tanah Abang. Aku memilih kamar atas yang dekat jendelanya untuk bisa menengok ke jalanan. Aku pengin beberapa jam bersama Luh. Aku pesan makanan dan minuman. Luh minta nasi goreng istimewa. Biarlah aku juga makan yang sama. Aku tambahkan sebotol besar bir bintang.
Sangat menyenangkan berasyik masyuk dengan Luh. Tubuh telanjangnya sungguh nikmat di jilat-jilat dan kenyot-kenyoti. Aku bisa menyalurkan syahwatku tanpa harus menggelegak-gelegak. Bawaan Luh adalah tenang dan itu mempengaruhi perangaiku.
Aku menjadi keranjingan menciumi dadanya, ketiaknya. Paling nikmat saat mendengar rintihannya,
"Ouchh.. Oomm.. Jangan.. Teruss.. Jangann.. Lagi oomm.." saat aku menyedot-nyedot pentil susunya. Antara gatal, sakit tetapi nggak mau berhenti.
Aku minta Luh tengkurap. Dengan lidah dan bibirku aku melata dari tengkuknya hingga ke telapak kakinya. Bukit dan lembah tubuhnya tak ada yang kelewatan dari jilatan dan kenyotan bibirku. Aku menangkapi asin keringatnya dari setiap inchi tubuhnya yang kujilati. Saat aku menciumi pantatnya dia sepertinya ingin menolak. Namun tindihan tubuh serta rangkulan tanganku pada pahanya tak bisa ditolaknya. Dia menjerit-jerit kecil ketika lidahku menusuki lubang tainya.
"Jangan oomm.. Gelii.. Aahh.. Oouucchh.. Jangann.. Kotoorr aauucchh.." suara itu semakin merangsang syahwatku. Aku begitu bersemangat untuk terus menjilatinya dalam aroma anus Luh.
Akhirnya kutemukan kontolnya. Ukuran biasa-biasa saja. Namun mulus dan bersihnya membuat liurku menetes dan jakun naik turun pengin mengenyotinya. Kontolnya nggak atau belum disunat. Kulupnya masih rapat sehingga saat ngaceng setengah bonggolnya masih tertutup. Aku mengisepi lubang kencingnya. Luh benar-benar kegelian. Namun tak juga menghindarinya. Tanpa ragu dia meraih rambutku dan menarik-narik maju mundur. Atau pantatnya yang dia maju mundurkan. Rupanya dia menikmati kegatalan kontolnya yang tergaruk-garuk dalam rongga mulutku.
Saat hendak melepaskan pejuhnya Luh histeris sambil terus meracau,
"Oomm Luh pengin kencing nihh.. Luh pengin kencingg.. Rasanya Luh pengin kencingg.. Oom minum kencing Luh yaa.. Oom minum yaa.." aku hanya terus memompa dengan harapan pejuhnya cepat muncrat. Aku pengin merasakan nikmatnya minum pejuh waria umur 15 tahun ini.
Ternyata Luh ini memiliki stamina yang hebat. Selama hampir 3 jam Luh tak puas-puasnya terus menyodorkan kontolnya untuk kukenyoti. Dia melepaskan spermanya hingga 3 kali. Pertama kali sangat kental, namun tak begitu banyak. Yang kedua sangat banyak dan masih kental. Ketiga banyak namun encer. Rasanya juga berubah-rubah. Pada semprotan terakhir hampir hilang rasa asinnya.
Ternyata aku yang kalah. Capai karena kehilangan banyak energi. Aku antarkan Luh kembali ke Jalan Krakatau. Namun hatiku tetap penasaran. Aku merencanakan membawa dia ke villa–villa di Puncak Bogor. Entah kapan.
Waria Taman Anggrek II, cerita Wawan
Beberapa hari kemudian aku kembali menyusuri tempat yang sama di Taman Anggrek. Aku masih ingin kembali menciumi kontol Norma dan menenggak pejuhnya. Ternyata hari itu dia 'off'.
Aku kembali ke warung itu dan minta kopi. Beberapa makanan gorengan menemani kopiku. Sekitar jam 9 malam aku bangkit untuk mencari udara segar dan 'side seeing'. Aku berjalan menyusuri jalan Taman Anggrek dan beberapa kali menyeberanginya.
Bersambung...