Lain-lain
Monday, 17 August 2009
Kencan waria di Jakarta - 5
"Ambil nafas dan relaks," seperti suhu relaksasi yang mengajari para muridnya bagaimana harus bersikap relaks.
Kurasakan ujung kontolnya menyentuhi lubang analku. Sementara sebelumnya Berti telah melumasi lubangku dan ujung kontolnya dengan ludahnya.
"Ahh.. Sakit Berr.." aku mengaduh.
"Sabar Mass.. N'tar enak dehh.."
Aku berusaha percaya. Namun ketika bonggol gede itu kembali berusaha menguak lubangku aku kembali berteriak sakit. Untung aku bukan orang yang mudah menyerah. Kupastikan kontol itu bisa menembusi analku. Aku bertahan dan menahan rasa sakit dengan berusaha lebih relaks dan kendor sambil mengatur nafasku.
Akhirnya gerbang kritis terlewati. Kontol Berti yang telah menyeruak ke gerbang analku sementara berdiam memberi kesempatan padaku untuk adaptasi. Di lain bagian bibir Berti terus melumati punggung dan belikatku. Dia berusaha merawat hasrat syahwatku. Rasa aneh menyelimutiku. Ada benda hangat kini menyumpal lubang pantatku. Namun bukan hanya rasa aneh, pelan-pelan saraf peka di dinding analku memberikan sinyal nikmat. Kontol Berti terasa nikmat menyentuhi dinding analku.
"Terus maass.. Enakk.." aku jadi bersemangat banget.
Berti mulai mendorong lagi. Kini disamping rasa sakit aku juga merasakan nikmat legit kontol gede yang menyeruak lubang taiku. Blezz.. Rasa itu sungguh sangat nikmat. Kepala dan batang kontol Berti yang segede jagung bakar itu menyentuhi saraf peka analku.
Dan puncak kesakitan akhirnya datang. Namun aku sudah tak mampu menghindar. Berti memeluk erat tubuhku. Seperti anjing kawin, dengan setengah menaiki tubuhku tanpa ampun Berti menggenjot dan mengayun-ayunkan kontolnya. Analku seakan dimasuki pipa panas. Aku menjerit tanpa suara, aku meremasi kasur pondokkan itu. Seluruh tubuhku merasakan sakit dan mengeluarkan keringat dengan derasnya. Aku pengin pingsan rasanya.
Ahh.. Pada ujungnya siksa ini ditutup dengan nikmat syahwat. Saat ayunan mengencang dengan sangat cepat aku terjatuh meratap ke kasur. Dan bersamaan itu datang kedutan besar kontol Berti yang disusul siraman hangat spermanya. Berti mendapatkan ejakulasinya. Dia juga langsung rubuh. Namun siraman hangat itu seperti air es yang memadamkan panas duburku. Aku mendapatkan sensasi seksual dari muncratnya sperma Berti ke lubang analku.
Pedihnya pantatku berlangsung hingga 3 hari. Namun pada hari-hari itu juga aku dipenuhi kenangan erotis. Aku melakukan masturbasi. Aku mengkhayal kontol Berti menusuki analku hingga kontolku menyemprotkan pejuhnya.
Waria Terminal Grogol, cerita Abong
Pulang kampus sekitar jam 9 malam aku nunggu kendaraan omprengan di halte depan terminal Grogol. Setelah menunggu cukup lama tak ada omprengan sedianya menyeberang jalan nunggu dari arah lain, namun seseorang menyapa aku,
"Hai ganteng, mau kemana? Bagi rokok donk?"
Ah, lagi-lagi waria. Ngapain ngasih rokok lu, suara dalam hatiku. Namun aku nggak tega. Kusodorkan juga sebatang dengan apinya. Dia tersenyum padaku. Ternyata manis banget nih banci, pikirku Saat tersenyum tadi kulihat pipinya yang 'dekik', dan itu membuatnya nampak manis. Aku tak lagi terburu-buru pergi. Kusempatkan waktuku untuk ngomong,
"Siapa namamu Mbak?"
"Erni, Mas. Mau kemana sih, kok buru-buru? Duduk dulu yok"
Aku pikir OK sajalah. Aku bisa pulang ke tempat kost jam berapa saja. Erni mengajak aku minggir dan mepet ke tembok. Di situ ada batu kanstin sisa bangunan jalan yang tertinggal. Tangan-tangan kami saling menjelajah tubuh, saling raba dan remas hingga hasrat syahwat melonjak tinggi.
"Kita pindah ke dalam yok," ajaknya.
"Ke dalam mana?"
"Ada tempat yang nggak banyak orang di sana, ayoo," aku heran, itu khan kampusku.
Namun nafsu birahi yang telah menggelegak membuat pertimbanganku asal OK saja. Ternyata dia mangajak aku ke belakang gardu PLN yang gelap remang-remang.
"Aman nggak?" tanyaku khawatir.
Namun Erni langsung saja hendak mengeluarkan kontolku dari celana. Aku pegang tangannya,
"Aku dulu yang ngisep kamu punya," kataku.
Soalnya aku akan kehilangan selera kalau sudah telanjur pejuhku muncrat.
Aku berjongkok dan merogoh kontol dari roknya. Aku mulai mengisepnya. Kontol yang tak terlampau gede. Pas untuk mulutku. Erni mulai naik tensinya. Kepalaku diraihnya. Pantatnya maju mundur ngentot mulutku. Nafsu birahiku menyala. Rasanya aku mau makan dan telan apa saja yang keluar dari anak manis ini. Aku merintih dan mendesah dalam sesaknya kontol di mulutku. Aku merasakan kontol Erni semakin kaku dan keras. Sementara pantatnya semakin cepat maju mundur. Erni sedang menunggu muncratnya spermanya. Aku mencoba menyempitkan kuluman bibirku. Lidahku kuputar-putar untuk memberikan nikmat pada ujung kontolnya.
Dengan jambakan yang pedih di rambutku kontol Erni berkedut-kedut yang kemudian disusuli pejuhnya yang tumpah ruah ke mulutku. Aku sibuk mengunyah dan menelannya.
"Sudah lebih dari seminggu pejuhku nggak keluar, Mas," dia memberikan info kenapa begitu banyak pejuhnya.
"Sekarang gantian. Mas keluarin ya..." dia melepasi celanaku.
Kembali kutahan. Aku ingin lain. Terobsesi dalam khayal birahiku untuk menikmati ludah Erni.
"Aku pengin ngocok sendiri kontolku. Kamu ludahi saja mulutku ya".
Rupanya Erni tahu keinginan erotisku. Dia menganggukkan kepalanya.
"Boleh. Mas suka ya?" aku tak perlu menjawabnya.
Aku kembali berjongkok. Atau kami sama-sama berduduk. Dan akhirnya kami temukan posisi yang enak. Erni duduk setengah jongkok di semen gardu itu dan aku telentang selonjor dengan kepalaku ditahan tangannya di pangkuannya.
Beberapa kali Erni meludahi mulutku sementara tanganku mengocok kontolku. Kulihat setiap kali mulutnya mengumpulkan liur berikut busanya untuk diludahkan ke mulutku. Kocokkan kontolku semakin cepat. Khayal birahiku mengajak aku terbang ke awang. Aku memasuki alam nikmat tanpa batas. Ludah Erni membasahi tenggorokanku. Saraf pekaku mengisyaratkan air maniku akan tumpah. Aku terus menganga menunggu buangan ludahnya. Aarrcchh.. Aarrcchh..
Kontolku berdenyut keras. Airmaniku muncrat ke langit. Kembali berkedut dan muncrat. Muncrat lagi.. Dduuhh.. Ternyata sangat nikmat bermain syahwat birahi dengan banci semanis Erni.
Kutinggalkan rokok yang tersisa dalam bungkusan untuk Erni. Kuberikan seluruh uangku yang di dompet yang hanya 20 ribu rupiah. Aku cukup beberapa recehan untuk pulang. Aku berjanji untuk ketemu lagi dengannya kalau kiriman uang dari 'ortu' sudah sampai.
Waria Bekasi, Cerita Tarjo
Bagiku Bekasi adalah Jakarta juga. Dan pangkalan waria Bekasi yang di sepanjang rel KA di belakang pompa bensin ii salah satu tempat yang paling sering aku datangi. Soalnya tidak begitu jauh dari rumahku yang di kompleks Jaka Sampurna, Kali Malang.
Sesudah mengisi bensin aku parkir dan titip mobil pada penjaga pompa. Dengan 10 ribu rupiah dia akan menjaga sepenuhnya mobil bututku ini. Tempat ini cukup ramai dan banyak orang Jakarta yang datang ke mari.
Aku sudah pernah berhubungan dengan beberapa waria Bekasi ini. Aku suka mengisepi kontol mereka dan minum spermanya. Itu memang obsesi seksualku. Ada yang gede panjang, ada yang sedang-sedang saja atau bahkan yang kecil. Dari yang kecil ini bahkan bisa mengeluarkan sperma sangat banyaknya.
Aku juga tak pernah melewatkan untuk menjilati dan mencium ketiak mereka. Bau ketiak-ketiak para waria sungguh-sungguh sangat mendongkrak syahwat birahiku.
Aku juga suka mencium dan menjilati lubang dubur. Waria yang cantik, atau setidaknya nampak bersih selalu menggoda syahwatku untuk menjilati pantatnya. Sungguh nikmat saat menyedot-nyedot lubang tai sambil mendengarkan desah atau rintih nikmat dari bibir-bibir waria ini. Tangan mereka menggapai-gapai untuk meraih rambutku dan meremasinya. Bagiku aroma lubang tai sangat menjanjikan kepuasan orgasme yang sangat tinggi.
Bahkan pernah seorang waria yang baru kukenal, dia baru datang dari Sukabumi, aku tungguin saat dia buang air besar di sawah di dekat rel itu. Aku bisikkan padanya bahwa aku ingin mencebokinya. Dan aku akan memberikan 100 ribu rupiah untuk kesempatan itu.
Namanya Erna, 19 tahun. Jangkung, mungkin hampir 170 cm, berkulit kuning, buah dadanya sangat ranum, dadanya bidang dengan bahu dan ketiaknya yang sangat mempesona. Aku langsung mendekatinya saat melihatnya datang turun dari ojek. Aku menggamitnya. Pikirku, biarlah malam ini aku akan habiskan waktuku dengan dia.
Memakai rok terusan berwana gelap kulit kuningnya sangat resep di pandangan mataku. Rasanya aku jatuh cinta pada Erna ini. Aku ajak Erna ke tenda kumuh yang paling mewah milik Cak Rus penjaga sawah di situ.
Aku sudah mulai menggeluti tubuh sensualnya saat dia bilang perutnya mules dan pengin berak dulu. Tak masalah. Aku bisa menunggunya. Erna keluar tenda dan melangkah berjalan di pematang menjauh dari keramaian.
Bersambung...