Obet Si Pengamen bus kota - 2

'Den, Mamang sudah siapin makan, mau dahar (makan) sekarang?', ternyata tanpa setahuku Mang Jani telah memasak untuk kami.
Dia menyuguhkan ikan goreng, sayur asem, lalapan sunda, sambal dan kelapa muda sebagai minumannya. Sebagai ungkapan terima kasihku, kuberikan padanya lembaran 50 ribu rupiah. Kami makan dengan lahapnya. Di tengah acara makan aku membayangkan Obet kencing di prringku dan kuhirup kencingnya, kumakan bersama sayur asem itu dan ikan goreng. Kontolku langsung ngaceng membayangkannya. Kemudian kubayangkan pula, dia buang hajat di cobekku untuk kemudian kuambil lalapan dan kucolek 'sambal' dalam cobek itu, terbayang nikmatnya masakan desa.

Pada pelajaran kedua, kulatih jarinya mengenai bagaimana tiga jari kanan memetik tali gitar secara cepat beruntun, atau yang biasa disebut 'tremolo', hingga menimbulkan efek suara yang terdengar seperti air mengalir. Dia harus terus menerus mengulang-ulangnya hingga lancar. Kubiarkan dia mempelajarinya sendiri hingga jarinya melepuh dan bosan sendiri.

Kubuka laptopku yang sedang dalam keadaan stand by, ku-explore ke folder koleksiku, kupanggil file 'cocks & cum', dan beberapa gambar yang telah kupindahkan ke Microsoft Excel langsung terpampang. Kupanggil Obet agar mendekat. Dia senang sekali melihat gambar-gambar koleksiku. Melihat gambar lelaki saling menjilat dan mengulum kontol sesama lelaki, minum sperma dari masing-masing pasangan kencannya, yang satu menjilati anal yang lain, bahkan yang satu minum kencing yang lain hingga kami berdua menjadi sangat 'horny'.

Kami lalu saling meremas. Tanganku merasakan kedutan-kedutan birahi dari kontolnya. Tangan Obet dengan gemas meremas dan mengurut-urut kontolku. Laptop dan gambar-gambarnya kami biarkan tetap terbuka. Aku dan Obet dengan cepat saling melepas pakaian kami hingga bugil. Kami langsung berpelukan di tikar pondok itu. Aku dan Obet sama-sama kesetanan dilanda nafsu birahi. Kami saling jilat, saling gigit, saling sedot. Bibir, dagu, leher, dada, puting susu, ketiak, semua tidak ada yang terlewatkan.

Kemudian kami berputar hingga berposisi seperti gambar-gambar di kartu bridge. Kepalaku di perutnya menuju ke arah kakinya, kepalanya di perutku menuju ke arah kakiku. Kami saling mencium perut dan menjilat pusar sambil terus merangkak ke depan partner masing-masing. Saat wajahku telah sampai di areal jembutnya, aku menenggelamkan mukaku ke rimbunan tebal itu. Bau aroma lelaki kuhirup dari rimbunan jembutnya. Kurasakan juga Obet tengah terjebak dalam jembutku. Kami terus saling merangsek.

Di tepi-tepi kontol, lipatan antara pangkal kontol dan paha merupakan daerah sasaran hidungku yang paling utama. Di tempat itu keringat pria terakumulasi dan terjepit. Sehingga baunya sangat kuat memancar, baik yang berada di sebelah kanan maupun kiri. Aku menghirup dan menjilati daerah itu. Sedap sekali. Kemudian kami melakukan posisi 69. Kujilati dan kukulum kontolnya. Demikian pula Obet menjilati dan mengkulum kontolku. Kami saling memompa dengan mulut-mulut kami.

Birahi dan nafsu kami semakin meninggi. Kami berguling-guling mencari posisi yang paling nikmat untuk menyalurkan birahi. Ada kalanya dia di atasku dan memompa kontolnya yang mengentot mulutku. Dan demikian pula terkadang ganti aku berbalik ke atasnya menindih tubuhnya mengentot mulutnya. Saat spermanya akan muncrat Obet berbalik.
'Oomm aacchh, Oomm, jilatin pantatku Oomm, jilatin lubangnya yaa Oomm..'.
Dan didorongnya tubuhku hingga telentang, dia duduki wajahku, dia paskan lubang analnya pada bibirku, dia minta aku untuk menjilatinya. Sungguh fantastis. Dia berjongkok seakan buang hajat, dengan lubang kotorannya tepat berada di mulutku, kujilati lubang itu.

Kemudian kulihat Obet mengocok kontolnya sendiri, dan aku juga jadi ikut mengocok kontolku. Akhirnya kurasakan cipratan-cipratan hangat menyemprot ke dadaku. Sperma Obet menyirami dadaku. Dan menyusul, kontolku juga muntah-muntah menyiramkan spermanya ke perutku. Dan, sungguh edan, si Obet menjilati spermaku dari perutnya, dan dia colek spermanya yang masih tercecer di dadaku dengan jarinya dan dia suapkan ke mulutku.

Itulah akhir 'pelajaran' kedua tentang bagaimana cara 'bermain gitar' dan melakukan 'tremolo' dengan kontolnya. Kami langsung tergeletak di lantai pondok dengan kelelahan. Tanpa sengaja kaki Obet menendang gitarnya sendiri hingga roboh dari sandarannya.
'Oom, rasanya lidah Oom tadi kurang menusuk ke pantatku Oom, aku pengin yang lebih dalam lagi nusuknya'.
Eeehhmm, apakah harus secepat itu Obet menghendaki analnya di tembak.
'Kalau begitu Oom tembak saja yaa..'.
'Tembak gimana Oom ..'.
'Kontol Oom menggantikan lidah, dan pasti hasilnya lebih menusuk dan asooy, deh'.
'Sakit nggak Oom?'.
'Nggaakk, nanti aku minta minyak goreng sedikit ke Mang Jani. Buat pelumas yaa?!'
Dasar anak muda. Dia berani mencoba juga rupanya, berani bertualang. Sepertinya Obet ini ingin menuntaskan apa yang baru yang diperolehnya dari aku.

Setelah mandi sore, mulailah pelajaran ke tiga. Kubenarkan caranya memegang gitar. Dia mempelajari cara membuat 'vibrato' dengan jari-jari kirinya pada dawai yang dipetik jari kanan. Dia harus terusmengulanginya dan agar tidak jenuh dia juga mengulangi 'tremolo' dengan tiga jari pemetik dawainya.

Aku kembali menunjukkan file 'gay sex' dari file laptopku. Kutunjukkan padanya apa yang disebut 'doggy style'. Kusuruh dia menungging seperti anjing, setelah sebelumnya kulumuri lubang duburnya dengan minyak goreng dari Mang Jani. Kuarahkan kontolku yang sudah ngaceng berat, walaupun sebenarnya aku tidak berharap akan secepat ini Obet terobsesi agar pantatnya disodomi. Pelan-pelan kutusukkan kontolku pada lubang anal itu.
'Uuhh sakit Oom, sakitt, uuh, Oomm..!'.
Aku tahu, itu memang akan dirasakan oleh semua pemula, tapi juga tidak akan pernah dihindari oleh para pemula itu. Obet tetap menanti tusukanku sampai benar-benar menembus analnya.
'Oom aku nggak tahann Oomm, terusinn, Oomm terussiinn, uuh sakiitt..'.

Setelah setengah kontolku masuk dilahap lubang dubur 'perawan'nya yang aduhai itu aku merapat ke punggungnya, persis anjing pejantan yang ngentot sang betina. Kucium punggung Obet. Kujilat dan kusedot daging-daging punggungnya. Kemudian kutusukkan setengah sisa kontolku hingga amblas seluruhnya masuk ke lubang dubur Obet. Terasa hangat dan ketatnya lubang dubur yang masih 'perawan'. Aku terus memompa. Pantatku naik turun mendorong kontolku. Lubang dubur Obet terasa mencengkeram erat batang kontolku. Rasanya seperti dilolosi urat-uratku kontolku. Obet merintih, menangis kenikmatan.
'Eennakk Oomm..'.

Aku kemudian mengocoknya.
'Ampunn Oomm, pedihh, panas, uuhh.., ampunn, keluarin Oomm keluarin Oomm..'.
'Keluarin di mana..?', aku bertanya.
'Keluarin di dalem ya Oomm, aku pengin ngerasain, Oomm, keluarin di dalam aja Oom..', aku semakin mempercepat genjotanku.
Kujambak rambut Obet hingga menjadi mirip tali lis kuda tunggangku. Kuremas buah dada Obet untuk melepaskan syahwatku. Kuhunjamkam dalam-dalam kontolku hingga menyentuh dinding-dinding ususnya. Aku berteriak tertahan karena kenikmatan yang melandaku sangat hebat. Kontolku memancarkan sperma hangatnya ke usus Obet. Ke lubang dubur hangat Obet. Dan kurasakan pantat Obet yang menjemput setiap tusukan kontolku, pantat yang sangat nikmat, pantat yang nantinya akan kujilati untuk membersihkan spermaku yang telah muncrat ke dalamnya.

Aku langsung rubuh. Demikian juga dengan Obet.
'Adduuhh, dduuhh, dduuhh..', masih terdengar rintihannya yang disebabkan rasa pedih, perih dan panas serta pedas di lubang analnya. Kemudian kami sama-sama diam sambil menarik nafas-nafas panjang untuk sebanyak mungkin menghirup oksigen dari pondok kebon yang luas itu.

Tak lama kemudian, Obet bangun membuatkan kopi untukku dan coklat untuk dirinya. Kami menghapus keringat yang masih terus mengucur di pondok yang sejuk itu. Malam pertama di pondok itu kami tidur dengan sangat nyenyak. Aku merangkulnya dan bergantian pula dia merangkulku untuk saling mencari kehangatan dalam pondok di Bogor yang sejuk itu. Sepanjang malam kontolku maupun kontolnya rasanya terus menerus ngaceng tetapi kami, apalagi aku terlalu lelah untuk bersanggama.

Pagi harinya Mang Jani mengantarkan talas rebus dan ubi bakar kesukaanku. Obet kembali membuat kopi. Sarapan pagiku itu ditutup dengan air kencing Obet, yang pada awalnya dia sangat menolak karena menjijikkan katanya tapi aku terus mendesaknya. Mungkin karena merasa kasihan atau takut kalau-kalau aku tidak mau lagi mengajarinya main gitar maka dengan terpaksa dia mau juga mengencingi mulutku.

Dia keheranan bagaimana dengan penuh nafsu dan hausnya aku menenggak air kencingnya.
'Oom, nggak jijik ya minum kencingku..?', yang hanya kujawab dengan senyum dan elusan pada selangkangannya.
Hingga siang hari dia sibuk berlatih tremolo, vibrato dan satu lagi yang baru kuberikan 'pizzicato', yaitu efek yang didapat dari menahan dentingan dengan telapak tangan yang berada tepat di atas lubang gitar untuk menahan resonansi dengan cara yang lembut.

Sementara itu aku mulai membuka lembaran Microsoft Word dengan judul 'Obet, Si Pengamen Bis Kota' yang kini tengah anda baca ini. Setelah makan siang, kami memasuki pelajaran yang keempat. Obet kuajarkan melakukan 'chocking' untuk permainan gitar rock. Beberapa macam irama untuk chocking antara lain adalah untuk jazz rock, bossanova rock, blues rock sampai macam musik lokal, dangdut rock.

Obet puas dengan pelajaran awal ini. Dia berkata akan memberikan surprise pada Letty, pacarnya. Kubayangkan pasti Lettynya itu adalah gadis yang cantik. Celakanya 'pelajaran' terakhir tadi masih juga dia praktekkan padaku. Dengan bossanova rock dia entot mulutku, dengan blues rock dia pepetkan kontolnya ke celah-celah pahaku dan pada akhir hubungan seks di pondok sejuk di Bogor itu, Obet menembak pantatku dengan jazz rocknya. Wadaaow, rasanya mau robek saja analku.

Dan dia tumpahkan semua simpanan spermanya dalam lubang analku. Sungguh suatu kenikmatan tiada tara yang Obet berikan padaku sebagai upah untuk pelajaran gitar yang dia dapat dariku. Sore itu kami pulang ke Jakarta. Aku duduk di belakang kemudi mobilku dengan posisi pantat sedikit agak miring, untuk sedikit mengurangi rasa pedih dan perih pada lubang duburku.

Tamat