Sesama Pria
Monday, 18 January 2010
Sephia - 2
Sasaranku berikutnya adalah bagian perutnya yang agak gendut dengan bulu-bulu lebat menghiasi pusarnya. Kujilati pusarnya sambil jari tanganku kumasukkan ke dalam mulutnya. Dia pun mulai menghisap-hisap jariku. Aku kian bernafsu menjilati bulu-bulu lebat di daerah pusarnya, sementara tangan kananku mulai sibuk mengelus dan meremas buah dadanya yang gempal dan berbulu lebat. Akhirnya aku berusaha untuk melepas celana pendeknya dan berhasil sehingga dia hanya bercelana dalam saja. Sasaran kupindahkan ke daerah pahanya yang gempal dan berbulu halus. Kucium..kujilat..dan kadang-kadang kugigit bulu-bulunya. Kujilati paha kirinya sementara tangan kiriku mengelus-elus paha kanannya. Dan kujilati paha kanannya sambil tangan kananku mengelus-elus paha kirinya dengan mesra dan membentuk gerakan yang ritmis. Kurasakan otot pahanya mengejang. Ia menggelinjang sambil mendesah. Dengan nafsu yang berkobar-kobar aku jilati celana dalamnya. Mula-mula bagian buah zakarnya, kemudian naik ke bagian batang penisnya. Kudengar dia mnegerang, sepertinya dia sudah tidak tahan lagi.Aku kemudian menghentikan permainanku dan kurebahkan tubuhku di sisinya. Dia pun tanggap dengan apa yang kuinginkan. Dengan serta merta ia menindih tubuhku dan mulai menyusuri setiap titik tubuhku dengan bibir dan lidahnya. Perlahan-lahan dia pun melepas kancing celanaku dan akhirnya aku hanya mengenakan celana dalam saja. Kemudian posisi berubah menjadi posisi 69. Dia sibuk melepas celana dalamku, sementara aku sibuk melepas celana dalamnya. Akhirnya aku dan Gede-pun telanjang bulat.Kubalik posisi tubuhku hingga aku berada di atasnya. Kucium dan kujilati rambut-rambut lebat yang tumbuh di atas penisnya, kemudian berpindah ke buah zakarnya yang berbulu sambil kukocok penisnya perlahan-lahan. Kujilat dan kukulum buah zakarnya sementara Gede mulai menghisap penisku sambil menepuk-nepuk pantatku. Demi melihat penis Gede yang kian membesar dan berurat itu, aku pun segera melahapnya.
Mula-mula kujilati setiap titik batang penisnya, kemudian kubuka kulupnya sehingga kelihatan kepala penisnya yang besar dan merah. Kucium baunya yang sangat khas, sehingga membuat nafsuku kian menggelegak. Aku mulai menjilati kepala penisnya yang mengkilat dan kemudian memasukkannya ke dalam mulutku. Kukulum dan kusedot penisnya sambil terus mengocoknya perlahan-lahan. Aku terus mengenyot dan menyedot dengan kuat sementara tangan kiriku sibuk mengelus-elus buah zakarnya yang berbulu.
Kuhentikan permainanku dan aku mengambil posisi duduk. Kulumuri lubang pantat dan penis Gede dengan lotion, kemudian perlahan-lahan kumasukkan penis Gede ke dalam luabng pantatku. Mula-mula kepala penisnya susah sekali masuk, tetapi akhirnya sedikit demi sedikit kepala penisnya tenggelam ke dalam lubangku. Kurasakan penis Gede menusuk-nusukku dan kurasakan sakit yang luar biasa. Gede pun berusaha menyodokkan penisnya agar dapat masuk lebih dalam. Akhirnya seluruh bagian penisnya masuk ke dalam lubangku. Aku mulai menggerak-gerakkan pantatku ke atas bawah, sementara Gede mengimbanginya dengan menyodokkan penisnya secara ritmis.
Kurasakan sakitnya mulai hilang, dan yang ada hanya rasa nikmat tiada tara. Sungguh suatu sensasi yang tiada terkira. Aku kian bergairah dan demikian pula halnya dengan Gede. Aku semakin mempercepat gerakan pantatku naik turun, sementara Gede mengimbanginya dengan menyodok-nyodokkan penisnya yang kian menegang dengan irama yang teratur. Aku menaik-turunkan pantatku sambil sesekali menggoyang-goyangkannya perlahan-lahan. Kudengar Gede merintih pelan, demikian halnya denganku. Aku merintih, mendesah dan melenguh pelan.
Aku terus menaik-turunkan pantatku, dan kurasakan Gede menyodokkan penisnya kian keras. Aku terus menggerak-gerakkan pantatku sambil meremas-remas buah dadanya. Kurasakan semakin lama Gede kian keras menyodok lubang pantatku. Semakin keras dia menyodok, semakin ganas pula goyangan pantatku. Akhirnya kurasakan penis Gede berdenyut-denyut, dan dengan keras dia menekan lubang pantatku dan tubuhnya mengejang.
Akhirnya, "Crett.., crett.., crett..!" kurasakan cairan hangat mengalir dalam lubangku.
Kudengar Gede melenguh panjang, "Oughh.., yess..!"
Keringat pun bercucuran dari tubuhku dan tubuhnya. Aku terus menaik-turunkan pantatku perlahan-lahan sambil tanganku mengocok penisku. Semakin lama gerakanku semakin pelan sampai akhirnya aku menghentikan gerakanku. Aku pun mencabut penisnya yang masih menancap di lubang pantatku. Dan kemudian menggeser dudukku, sehingga penisku tepat berada di mulut Gede. Gede-pun tidak menyia-nyiakan penisku, dan serta merta dimasukkan penisku ke dalam mulutnya dan mulai menghisapnya.
Kulepas penisku dari mulutnya, dan kusuruh Gede mengambil posisi Doggy Style. Kujilati lubang anus Gede yang ditumbuhi bulu lebat dengan nafsu yang kian membara, sambil sesekali kutepuk pantatnya. Setelah puas menjilatinya, aku kemudian melumuri lubang Gede dan penisku dengan lotion. Kemudian perlahan-lahan kumasukkan penisku ke dalam lubang pantat Gede yang berbulu lebat. Gede hanya meringis menahan sakit. Aku terus mendorong pantatku sehingga seluruh batang penisku tenggelam dalam lubangnya Gede. Dengan berpegangan pada pinggang Gede yang basah oleh keringat, aku mulai memaju-mundurkan pantatku. Penisku pun sukses maju mundur dalam lubang Gede.
Aku terus memaju-mundurkan pantatku sambil menarik pinggang Gede. Semakin lama semakin keras dan semakin cepat aku menggerakkan pantatku dan semakin keras pula aku dan Gede melenguh. Akhirnya kurasakan penisku berdenyut-denyut dan kurasakan otot pahaku mengejang.
Akhirnya, "Crett.., crett.., crett..!"
Dengan melenguh panjang, aku pun mengeluarkan spermaku dalam anus Gede. Aku memperlambat gerakanku sambil melakukan penetrasi sampai akhirnya kucabut penisku dari lubangnya Gede dan kupukul-pukulkan penisku di pantat Gede, sperma pun bercipratan di pantat Gede yang gempal. Kurasakan tubuhku basah oleh keringat.
Akhirnya kujilati spermaku yang bercampur dengan keringat yang menempel di pantat Gede yang berbulu halus. Akhirnya aku dan Gede telentang di tempat tidur. Sungguh suatu perjuangan panjang yang sangat melelahkan. Aku dan Gede pun merasakan sejuta kenikmatan yang diperoleh dari suatu perjuangan yang maha berat. Aku pun merapatkan tubuhku ke tubuh Gede yang basah oleh keringat, dan kusandarkan kepalaku di atas lengannya yang kokoh. Aku dan Gede tersenyum puas. Perlahan-lahan aku bangun mengambil rokokku dan kemudian kusandarkan tubuhku di dinding kamar sambil menyalakan rokokku.
Kulihat Gede beringsut mendekatiku dan menyandarkan kepalanya di tubuhku. Kusedot rokokku dan kuhembuskan asap rokok, sehingga kamar itu menjadi penuh dengan asap rokok.
Kepulan asap rokok mulai membumbung ke langit-langit kamar ketika kudengar Gede berkata, "Ko, terima kasih ya. Aku janji aku nggak akan pernah ngelupain kamu."
Demi mendengar kata-katanya, aku terkejut bukan kepalang, "Kenapa kamu ngomong seperti itu? Apa sich maksudmu?" tanyaku penuh rasa penasaran.
"Ko, mungkin ini malam terakhir kita bisa bersama."
"Emangnya kamu mau kemana?"
Gede tidak menjawab pertanyaanku, tetapi dia malah beranjak dari tempat tidur dan mengambil secarik kertas dari atas mejanya.
"Ini, bacalah..!"
Aku pun mulai mengamati kertas itu dan mulai membaca isinya, kalimat demi kalimat. Kukepulkan asap rokok sambil terus membacanya. Aku pun paham isinya. Ternyata itu adalah surat pindah.
"Ko, aku sudah minta pindah tugas ke Bali. Bukan maksudku untuk ninggalin kamu, tetapi bagaimanapun juga kamu khan tau kalo anak dan istriku menungguku di Bali."
Demi mendengar penjelasannya, airmataku pun meleleh di pipiku. Aku pun mematikan rokokku yang belum habis sambil pikiranku menerawang membayangkan wajah seorang anak kecil yang masih polos tengah memohon padaku untuk mengembalikan ayahnya pada dia dan ibunya.
Aku teringat saat-saat indah ketika aku bermain bersamanya, saat itu kebetulan ia diajak Gede ke Lombok. Aku teringat betapa manisnya anak itu. Aku teringat betapa akrab di telingaku ketika ia memanggilku, "Om Joko."
Aku teringat ketika aku dan dia berkejar-kejaran di pantai Senggigi dan masih banyak sekali kenangan antara aku dengan dia yang pastilah akan sangat sulit untuk kulupakan begitu saja. Mengenang itu semua aku tidak tega untuk tidak merelakan kepergian Gede.
"Udahlah Ko, biar kapan pun hal ini pasti akan terjadi juga pada kita dan kuharap kamu dapat memakluminya. Nanti kalo aku udah di Bali kamu boleh main-main ke rumahku." katanya sambil mengelus rambutku dengan perasaan sayang.
"Aku juga sedih harus berpisah denganmu, tapi aku harus bagaimana lagi? Aku bisa ngerti kok. Terima kasih atas semua yang telah kamu berikan padaku. Kudoain agar kamu bahagia bersama anak dan istrimu di Bali. Salam hormatku buat istrimu dan salam sayangku untuk Rendy." kataku sambil menahan isak tangisku.
Sungguh suatu perkataan yang terlalu berat untuk kulontarkan, tetapi bagaimana pun juga aku harus tegar mneghadapi semua ini.
Malam itu pun aku tertidur dalam pelukan Gede, dan malam itu menjadi malam terakhirku bersama Gede. Kupeluk tubuh telanjang Gede dengan erat, seolah-olah enggan untuk berpisah. Keesokan harinya Gede memberikan ciuman terakhirnya untukku. Dengan mesra dia melumat bibirku dan aku pun mmebalasnya dengan mesra. Waktu menunjukkan 07.00 WITA ketika aku naik di boncengan sepeda motor Gede.
Aku melepas kepergian Gede sampai di pelabuhan Lembar. Kuantar Gede sampai di atas kapal ferry penyeberangan. Kugenggam erat tangannya seolah-olah enggan melepaskannya. Sirine tanda kapal akan berangkat melengking dengan nyaring ketika ia memberiku secarik kertas bertuliskan alamatnya di Bali lengkap dengan nomor telponnya. Aku segera berlari keluar kapal sambil meremas lembaran kertas itu. Di pinggir pelabuhan kulambaikan tangan ke arah Gede. Kulihat Gede membalas lambaian tanganku. Aku terus melambai dan tanpa terasa air mataku meleleh di pipiku melepas kepergian Gede untuk kembali ke pangkuan anak dan istrinya.
Aku masih berdiri di pelabuhan ketika kulihat kapal ferry yang membawa Gede sudah hanya berupa titik. Aku pun merobek-robek kertas yang diberikan Gede menjadi serpihan-serpihan kecil dan membuangnya ke laut. Kutanamkan dalam hatiku untuk tidak lagi terobsesi dengan Gede. Dengan berat hati kutinggalkan pelabuhan dan berjalan menuju tempat parkir taksi pelabuhan. Akhirnya dengan naik taksi aku kembali ke kost Gede. Di kamar Gede aku merenung dan membuka kembali kenangan indahku bersama Gede. Di kamar Gede tidak kutemukan apa-apa, selain celana dalam Gede yang berbahan katun berwarna putih yang tergeletak di ranjang.
Kuambil celana dalam itu dan kucium baunya sambil memejamkan mataku. Tercium olehku bau penisnya yang maskulin, membuatku selalu teringat akan Gede. Akhirnya aku pamit pada Bu Wayan dan pulang ke rumah. Kusimpan celana dalam Gede dalam lemari pakaianku dan aku yakin itu dapat menjadi obat ketika aku rindu akan sosok Gede.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan tempat, nama dan kejadian semua ini hanyalah sebuah kebetulan.
Tamat