Tukang pijat keliling - 3

Punyaku yang sudah tegang itu langsung menyembul begitu celana dalam kulepas. Ia melirik dan tersenyum. Kami lalu saling memegang. Kuraih miliknya yang mulai membesar tapi belum tegang itu. Ia sempat menghindar, menarik pinggulnya ke belakang. Tapi aku terus mendesak sampai ia terpepet ke pinggir bak kamar mandi. Tanganku langsung menggenggam. Ia langsung menggeram. Kami lalu saling meremas. Kenikmatan langsung menjalar.

Dengan gemas aku meremas kontol yang selama sebulan ini memenuhi pikiranku. Tubuhnya yang basah memperlicin gerakan tanganku. Maka tak ada satu menit, batang kemaluannya yang besar itu langsung mengeras. Aku lalu mengguyurkan air ke tubuhku. Tentu saja ia terkaget. Tapi ini cuma trik untuk membuat suara-suara supaya tidak menimbulkan kecurigaan di luar. Tanganku lalu membuka kran sehingga suara aliran airnya lumayan bisa untuk menambah kamuflase.

Sedapat mungkin kami harus menahan suara-suara yang mencurigakan. Dan ini agak susah untuk dilakukan. Karena ketika tangan kami saling meremas dengan menggunakan sabun, rasa nikmat yang timbul sangat sulit untuk kami atasi. Hasbi terus mendesis-desis keenakan. Sementara nafasku terdengar menderu dari hidung dan mulutku. Mata kami sama-sama sayu tapi saling menatap tak berkedip. Kelihatan sekali kalau ia lagi bernafsu. Matanya memicing. Mulutnya menganga dengan nafas menderu. Rambut dan kumisnya yang basah membuatnya tampak sexy. Ada dorongan kuat ingin menciumnya. Tapi aku berusaha menahan diri. Takut malah merusak acara. Maka aku hanya bisa mendekatkan wajahku, sambil menikmati hembusan nafas birahinya yang panas menerpa-nerpa pipiku.

"Mau dikeluarin di sini?" tanyaku berbisik
"Terserah..," desahnya
"Enak?" tanyaku lagi sambil memilin kontolnya
"Enak banget.." jawabnya sambil membalas meremas kontolku dengan gerakan yang liat. Aku meringis. Memang enak..
"Mas Bowo mau dikeluarin juga?" tanyanya di sela-sela desahan

Aku diam, tak menanggapi. Aku takut kalau acaraku dengan dia hanya selesai kamar mandi ini. Terus terang malam ini aku menginginkan bisa berbuat lebih jauh dengan dia di tempat tidur.

"Atau kita ke kamar saja?" aku menawari.

Ia menggeleng dengan alasan tanggung. Berarti ia mau dituntaskan di sini. Ya sudah, pikirku. Aku pun tampaknya sudah tak kuat menahan desakan rasa nikmat di pangkal kemaluanku. Apalagi ia kini mulai memain-mainkan biji pelirku dengan busa sabun. Pahaku langsung meregang. Dan kurasakan tangannya malah makin menelusup ke bawah, ke celah pantatku, menggelitik sejenak, lalu kembali mengerjai biji pelir dan batang kemaluanku bergantian. Apakah ia kenal perilaku seksual sesama lelaki atau cuma kebetulan saja? Aku sempat menatap heran ke arahnya ketika ia menyentuh anusku tadi.

"Kenapa? Enak?" tanyanya sambil nyengir, menanggapi tatapanku.
"Eenghh..," aku hanya bisa mendengus sambil mulai merambah celah pantatnya juga.
"Geli nggak?" tanyanya lagi
"Gelian mana sama ini," sahutku sambil kutelusupkan jari tengahku ke celah pantatnya.

Suara 'oh' tertahan terlontar dari mulutnya. Kepalanya agak tengadah, dan matanya kemudian terpejam menikmati sentuhan jariku pada sela-sela pantatnya. Kunikmati ekspresi wajah laki-laki yang sedang kenikmatan itu. Sebuah pemandangan sexy yang jarang kulihat.

Ada beberapa menit kami masih saling merangsang dengan berbagai cara. Saling membalas. Bergantian menyentuh bagian-bagian yang kami anggap nikmat apabila disentuh. Dan acara saling 'nyabun' ini akhirnya mencapai puncaknya ketika Hasbi tiba-tiba mendesak tubuhku ke arah dinding kamar mandi, sambil berbisik kalau ia mau 'keluar'. Dirapatkannya tubuhnya ke tubuhku hingga kontol kami beradu dan saling menggesek dalam kondisi penuh dengan busa sabun. Tentu saja licin dan menimbulkan rasa geli yang enak. Aku pun langsung membalas gerakan pinggulnya.

Dan akhirnya kami saling berdekapan, saling menekan dan menggesek dengan asyiknya. Beberapa saat kemudian rasa enak itu berpuncak pada semburan air kenikmatan yang datang saling menyusul. Dia muncrat duluan diiringi erangan tertahan. Lalu menyusul milikku yang muncrat dalam genggamannya. Setiap semprotan yang keluar kami iringi dengan hentakan pinggul karena rasa nikmat yang luar biasa. Ia berusaha meredam ekspresi puncak birahinya dengan cara menekan mulutnya di bahuku sementara aku menenggelamkan wajahku di lehernya. Tangan kami saling berusaha menekan pantat agar makin merapat. Kurasakan titik pusat pertemuan di selangkangan kami makin terasa licin oleh campuran sabun dan air mani. Sesekali di sisa-sisa puncak kenikmatan, aku dan dia masih saling menggesek. Rasa geli yang muncul sesekali menimbulkan desiran dan membuat tubuh kami bergetar.

Ada beberapa saat kami masih saling berdekapan di dinding kamar mandi, sebelum akhirnya membasuh badan dan menyelesaikan mandi. Aku yang pertama kali keluar dari kamar mandi, sekedar untuk melihat situasi di luar, apakah ada teman kos atau tidak. Begitu suasana kulihat aman, aku segera memberitahu Hasbi untuk segera ikut keluar.

Sesampai di kamarku, kami langsung berganti pakaian dan segera keluar untuk cari makan malam. Hasbi berniat menginap. Tentu saja aku senang. Selesai makan, kami ngobrol-ngobrol santai sambil nonton TV. Kurang lebih jam 10 kulihat ia sudah molor di sampingku. Mungkin capek setelah melakukan perjalanan dengan bis antar kota yang makan lebih dari setengah hari. Mungkin juga capek oleh acara di kamar mandi tadi.

Ia tidur memakai celana pendek dan kaos milikku. Kuamati tubuhnya. Ia memang nampak lebih berisi. Perutnya tampak penuh, bergerak seiring dengkurnya yang halus. Dengan celana pendek yang dipakainya, pahanya yang penuh bulu itu terlihat padat kokoh. Wajahnya teduh. Meskipun ia agak 'berantakan' dengan cambang dan brewoknya yang sudah seharusnya dicukur. Dan ketika aku melihat kumisnya, kembali ada dorongan untuk menciumnya. Tapi aku tak yakin, meski tanganku pelan-pelan mulai menyentuh bibirnya. Kurasakan hembusan hangat dari hidungnya. Ia tak bergeming, bahkan ketika kubelai kumisnya. Aku sempat menarik nafas, sebelum akhirnya kuberanikan diri mencium bibirnya.

Ada beberapa detik bibir kami bertemu. Ia tetap tak bergeming, sampai akhirnya ia mendesah dan aku segera melepas ciumanku. Aku takut ia tak berkenan. Tapi kulihat matanya tetap terpejam, hanya bibirnya sedikit bergerak-gerak seperti orang tengah mengecap sesuatu. Lalu kembali terlelap. Aku mematikan lampu dan menyusul tidur.

Subuh. Udara dingin. Kurasakan ada tangan kokoh memelukku dari belakang. Sesaat kemudian aku sadar kalau Hasbi menginap. Dan kini ia tengah mendekapku. Kurasakan hembusan nafasnya di leherku. Mungkin ia memelukku tanpa sadar, mengira aku guling. Kudengar ia masih mendengkur pelan. Di luar masih gelap. Udara dingin subuh tampaknya telah membuat Hasbi mempererat dekapannya. Kakinya melingkar di pinggulku dari arah belakang. Dan sebuah benda padat agak kenyal terasa menekan bukit pantatku. Aku terangsang. Punyaku yang sudah bangun pagi itu jadi makin menegang. Apalagi tonjolan miliknya itu makin lama kurasakan makin mengeras menekan. Sesekali aku pura-pura menggeliatkan pinggulku sekedar untuk membuat gerakan menggesek. Tanpa sadar, Hasbi makin mempererat dekapan dan belitan pahanya ke tubuhku, seolah takut 'guling'-nya lepas. Setelah beberapa kali melakukan manuver itu, Hasbi akhirnya terbangun dan agak kaget menyadari ia tengah memelukku dari belakang.

"Sorry.." ujarnya pendek sambil menarik tangan dan kakinya yang tadi membelitku.
"Ehh.. sudah bangun?" balasku seolah-olah aku juga baru terbangun."Ada apa?" lanjutku pura-pura tak tahu.
"Nggak. Dingin aja," sahutnya pendek.
"Sama," kataku sambil memegang pinggangnya.

Ia diam saja, tapi kemudian pura-pura memukul perutku. Kupegang tangannya. Ia mengelak, dan kemudian malah melingkarkan tangannya. Memeluk tubuhku. Lalu kubalas pelukannya. Sesaat kemudian kami saling mendekap, saling mengelus punggung, makin dekat, makin erat. Lalu tiba-tiba tubuh kami sudah saling tindih, saling menggesek dalam dinginnya udara subuh.

Kudengar ia mulai mengeram pelan setiap bagian depan tubuh kami bersentuhan. Tak jarang ia membuat gerakan menekan, sehingga aku bisa merasakan kalau kemaluannya sudah mengeras. Ada beberapa saat kami bergelut dengan cara seperti itu. Sampai akhirnya kucoba menelusupkan tanganku ke celana pendeknya. Ia mendengus merasakan genggamanku. Ia lalu membalas. Maka acara pun berganti menjadi acara saling meremas.

Ia yang pertama kali menarik lepas celanaku, lalu menelanjangiku sebelum ia sendiri melepas seluruh pakaiannya. Oh, akhirnya kudapatkan laki-laki ini. Semua yang diinginkannya kini adalah mengajakku main sex pagi ini. Menyalurkan hasratnya yang sejak selama ini terus kupancing untuk dilampiaskan padaku.

Tubuh bugilnya langsung menghimpit tubuhku. Menekan dan menggesek-gesek. Sesekali ia menyelipkan kontolnya ke celah pahaku yang basah oleh keringat. Lalu tubuhnya menyentak, menyodok-nyodok. Kasar sekali.

"Masshh.." bisikku ke kupingnya, "Pelan-pelan.."
"Hheehh.." ia hanya mendengus lalu kembali menggeluti tubuhku.

Sejenak kemudian kuputar tubuhnya sehingga gantian aku yang menindihnya. Nafasnya menderu penuh nafsu. Perutnya yang penuh bulu itu tampak basah berkeringat. Kugenggam batang kemaluannya dan kukocok pelan-pelan. Ia mulai menggelinjang. Keenakan.

"Isapp.. Mass.." rintihnya tiba-tiba. Lalu kudekati wajahnya yang menegang penuh nafsu itu.
"Cium dulu.." kataku mencoba bernegosiasi.

Kudekatkan bibirku ke bibirnya. Sejenak kami saling bertatapan, sebelum akhirnya ia membuka bibirnya untuk kucium. Kucari cara agar ia benar-benar bisa menikmati ciuman antar lelaki ini. Kujilati dan kukulum bibirnya, kumasukkan dan kumainkan lidahku ke mulutnya, kucium ia dengan mesra, liat, bergantian. Dan ketika lidahnya kurasakan mulai mencoba masuk ke mulutku, aku merasa berhasil membuatnya menikmati ciuman dengan seorang lelaki.

Setelah puas berciuman, aku langsung menuju ke bawah untuk memenuhi keinginan oral seks-nya. Tubuhnya langsung menggeliat. Kedua kakinya meregang lebar-lebar, sehingga kepalaku leluasa menyelip. Kupegangi kedua pahanya dan kubenamkan wajahku ke selangkangannya. Bau tubuhnya yang segar langsung menyergap. Bulu kemaluannya yang lebat pun langsung menyeruak menggelitik hidung dan pipiku. Aku menghisap dan terus menghisap. Entah berapa banyak air liurku berlelehan di sekujur kontolnya. Sesekali kuusap dan kuremas kantung pelirnya dan kupermainkan tonjolan bijinya. Ia tersentak dan mengerang setiap kulakukan itu. Aku berharap ia tak segera ejakulasi, karena sebenarnya aku belum puas melamuti kontolnya. Tapi ketika aku mencoba menarik mulutku, tangannya langsung menekan kepalaku. Dan aku pun akhirnya harus menyelesaikan semuanya sampai ia orgasme. Spermanya sengaja kubiarkan menyembur ke dalam mulutku, berkali-kali. Baunya khas dan terasa masih segar di pagi hari ini. Usai pelepasan hasrat birahi itu, tubuhnya langsung menggelosor penuh kepuasan.

Beberapa saat kemudian kutindih tubuhnya. Tapi ia mengelak dan bergantian menindihku. Kurasakan tangannya menggenggam milikku. Meremas dan sesekali mengocoknya. Mata kami sempat bertatapan lama. Pandangannya sayu. Mungkin karena sisa orgasmenya masih ia rasakan. Sementara aku hanya diam menatapnya. Mataku meminta ia melakukan sesuatu padaku. Aku ingin tuntas. Mudah-mudahan ia mengerti maksud tatapanku.

"Kenapa?" tiba-tiba ia menanyaiku dengan mimik kocak. Mungkin ia menangkap tatapanku yang rada aneh.
"Jangan cuma dikocok dong..," balasku sambil mengelus tangannya yang masih terus memegangi milikku.
"Terus diapain?" sahutnya.

Aku ragu menyampaikan keinginanku. Tapi melihat sikapnya yang agak santai, aku akhirnya meminta ia untuk memilih: melakukan oral atau anal seks untukku. Kulihat wajahnya agak ragu, menimbang-nimbang. Sesaat kemudian ia tersenyum nakal ke arahku.

"Punya pelumas nggak?" tanyanya.

Rupanya ia memilih untuk menyetubuhiku saja. It's all right. Mungkin ia berpikir bahwa perbuatan itu tak ubahnya persenggamaan normal dengan perempuan. Sementara oral seks terhadap laki-laki mungkin sesuatu yang masih aneh buat dia.

"Sudah pernah?" tanyaku sambil menyerahkan sebotol kecil baby oil padanya. Ia menggeleng dengan mimik yang lucu.
"Tapi saya tahu caranya..," ujarnya sambil mulai mengoleskan cairan licin itu ke sekitar anusku.

Ia seorang pemijat. Ia tahu tahu apa yang harus diperbuat. Sejenak saja celah anusku telah digarap oleh jari-jarinya. Aku pasrah saja. Bahkan ketika ia mulai melakukan penetrasi. Semuanya berjalan lancar karena celahku bukan sekali ini saja dimasuki batang laki-laki.

Gerakannya lembut. Sepertinya ia tengah menikmati sebuah sensasi baru. Posisi kami yang saling berhadapan memungkinkan mata kami saling bertatapan. Kulihat ia mulai mendesis dan sesekali melenguh kenikmatan. Aku pun mulai kenikmatan dengan sodokan-sodokannya yang lembut dan ritmis. Akhirnya kami saling memacu dengan nafas yang makin lama makin menderu. Dan ketika ia menyambar kontolku dan mulai mengocoknya, aku merasakan sebuah kenikmatan yang sangat tinggi. Sampai akhirnya pejuhku muncrat berhamburan membasahi perutnya. Dan beberapa saat kemudian ia pun mencapai puncak kenikmatannya dengan membenamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya, memeluk tubuhku dan menggigiti bahu kananku. Aku yakin ia telah bisa menikmati semua ini. Menikmati hubungan sesama lelaki. Memang semua ini baru awal. Tapi aku yakin akan ada kesempatan bagi kami berdua untuk ketemu dan melakukan semua ini di hari-hari selanjutnya.

Keringat berlumuran di tubuh kami berdua. Hawa kamar rasanya panas sekali. Padahal di luar pagi masih sangat dini. Masih subuh, dan cahaya matahari sama sekali belum muncul. Tapi hari ini rasanya aku telah mendapat sebuah matahari baru yang lebih hangat dan terang dalam kehidupanku.

Tamat