The shit eater - 3

Dan itu ada Pakdee Sastro, duuh.., orang tua seperti kamu kok ya seksi banget siihh.. Kuciumi bibirnya yang tebal itu. Kuciumi lehernya, ketiaknya, kemudian dadanya yang masih nampak gempal. Lidahku menari-nari dan bibirku menyedoti puting susunya. Perutnya yang nampak buncit justru membuat aku semakin bergairah dan birahiku menyala-nyala. Jilatan dan jilatanku turun menelusuri bukit perutnya yang buncit itu. Dan di tempat itu kurasakan bulu-bulu jembutnya mulai tumbuh. Aku turun ke bawah lagi. Kubenamkan wajahku ke jembutnya yang sangat-sangat hitam dan lebat itu. Ahh, sedap banget baunya. Ku jilat dan gigiti selangkangannya, Tubuhnya kubalik dan kubenamkan wajahku ke bokongnya yang gempal itu. Kujilati lubang pantatnya, kurasai semen pantatnya dengan lidahku. Kukenyam dan kutelan apa yang kudapatkan dan bisa kutelan.

Di samping Pakdee Sastro ada Mas Robert anak Ambon yang aku yakini punya penis gede. Ini anak yang paling membuat aku pengin menjilati apapun yang keluar dari dia. Entah keringatnya, kencingnya, ludahnya, analnya dan apa saja.. Kulitnya yang kehitaman sangat kencang dan merangsang birahi. Aku percaya ibu-ibu di RT-ku pada pengin tidur sama Robert ini. Aku langsung menyedoti pantatnya yang hitam legam itu. Pasti bau masakan sagu dan ikan memenuhi aroma pantatnya. Sementara elusan tangan pada penisku berubah menjadi kocokkan.

Derap darahku mulai memacu. Wajahku mulai memerah. Birahiku merambati seluruh tubuhku. Aku semakin terlena. Tiba-tiba yang kemudian kulihat justru istriku yang sedang di'entot' si Robert ini. Rini menggeliat-geliat dan berteriak histeris ke-enakan merasakan tusukan-tusukan penis gede hitam si Robert ini. Edan.. Kocokkan tangan pada penisku semakin kenceng saja, nih. Rasanya ubun-ubunku sedang menikmati saat-saat muncratnya spermaku. Istriku menjambaki rambut Robert sambil menggigiti puting susunya pasti. Istriku pasti akan mendesah-desah dan mengatakan bahwa Robert bisa memberi gelinjang birahi yang lebih nikmat dari aku suaminya. Tentu saja.., dengan batang penisnya yang.. aahh.. Demikian mempesonaku.

Rasanya aku tak akan mampu lebih lama menahan spermaku, nih. Dan perasaan takut ada orang yang melihat ulahku.. Siapa tahu ada anak-anak lain yang mau mandi dan melihat aku sedang merancap. Kocokkan tanganku lebih kubuat berirama, aku pengin cepat muncrat dan selesai.

Sengaja aku agak mengabaikan Anggoro. Dia punya jatah sendiri nanti. Kini yang aku samperi adalah Manila anak Menado itu. Aku tahu emaknya cantik banget. Manila juga tampan banget. Dia hampir selesai mandinya. Nampak kini sedang mengambil handuk untuk mengeringkan badannya. Saat berjalan kunikmati goyangan penisnya yang nggak sunat itu. Ah, Manila.., kencingin aku.. Aku akan minum habis apa yang kamu tuangkan ke mulutku. Ayo.. Manila.. Ayo.. Manila.. Kencingin akuu..Ayoo.. Aahh.. kembali istriku yang nampak. Sepertinya Manila menduduki dada Rini, istriku. penisnya yang tersodor ke arah mulut istriku membuat Rini langsung keasyikan menjilati ujung kulup yang membengkak itu. Dibukanya kulup itu ke belakang. Nampak 'keju'-nya. Dengan mata merem melek dan penuh rakus, Rini, istriku menjilati 'keju' di penis Manila. Rasanya kedengeran suara kecap-kecap lidahnya memutari kulup si Manila.

Aahh.., hhaahh.. Puncratan-puncratan air maniku akhirnya menembaki pepohonan. Kenikmatan onani pertama di pagi ini telah kuperoleh. Seluruh anak-anak se RT telah merangsang aku hingga mengalami orgasme yang hebat ini. Kini aku agak lemas. Sebaiknya aku cepat 'nongol' ke tempat mandi dan duduk santai dulu untuk mengatur tenaga. Masih ada kenikmatan hebat lainnya yang akan kulewati.

Sarapan pagiku..
Dan akhirnya satu-satu anak-anak selesai mandi. Sebagian lagi sedang bergegas untuk balik ke tenda. Tak kulihat Anggoro. Mungkin aku nggak lihat dia telah mendahului yang lain atau sedang berak di dalam hutan. Aku yang kini ditinggal sendirian tidak mandi. Aku cuci muka saja dan gosok gigi. Aku termasuk nggak tahan dingin. Sesaat aku ingin berjalan-jalan dulu mengikuti aliran sungai ke hilir. Air yang jernih menggericik di antara bebatuan menggoda aku untuk menyusurinya. Ternyata jalannya penuh liku dan terkadang licin dan terjal. Untung banyak ranting dan akar-akaran yang bisa dibuat pegangan.

Dengan berlagak sebagaimana orang 'hiking' di gunung atau hutan, terus saja aku berjalan mendekatinya hingga beberapa meter di dekatnya. Pelan-pelan aku langsung jongkok dan berlindung di belakang dedaunan pula. Aku masih berusaha sedikit bergerak maju agar lebih mendekat dengan sangat pelan. Walaupun aku nggak begitu kuatir akan kelakuanku ini kalau sampai terjadi Anggoro memergokiku aku harus punya alibi. Aku akan bilang sedang buang air juga.
Mataku berusaha menangkap pantatnya. Dan sempat kulihat saat-saat tainya mencotot keluar dari lubang pantatnya. Ah, lembutnyaa.., khayalku. Lidahku tak habis-habisnya berkecap karena tetesan air liurku.

Kini jarakku dengan Anggoro jongkok tinggal 5 meteran, namun aku tidak berani lebih mendekat lagi. Aku takut dan malu kalau sampai ketangkap basah. Aku pilih menunggu. Dan serpihan aroma tainya yang tajam mulai menyengat hidungku.

Tak lama kemudian Anggoro menyelesaikan hajatnya. Masih sambil jongkok dia meraih dedaunan untuk 'peper' atau semacam cara cebok pakai daun atau kertas. Huuhh .. aku sangat terangsang melihat ulahnya itu. Lidahku kembali mengecap-kecap menahan air liur. Tenggorokanku menjadi terasa haus menunggu sesuatu yang bisa membasahinya.

Kemudian Anggoro berdiri, membetulkan kancing celananya dan pergi. Aku sedikit lebih menundukkan kepala di balik dedaunan agar tidak nampak olehnya.
Beberapa saat setelah yakin dia berada cukup jauh aku berdiri dan mendekati tempat beraknya. Semakin kuat kucium aroma tai yang menebar di seputar Anggoro jongkok tadi. Aku sangat gemetar menanggung birahiku. Kumasukkan tangan kiriku kecelah celanaku dan kuraih serta kupijit-pijit penisku menahan gejolak birahiku ini.

Kutengok ke kanan dan ke kiri. Siapa tahu ada orang yang berada di sedkitarku kini. Kemudian aku jongkok mendekat. Beberapa dedaunan yang dia buat cebok peper nampak terserak. Aroma yang tajam demikian menusukki hidungku. Rasanya saat seperti ini tai Anggoro menjadi begitu wangi semerbak bagi hidungku. Aku seperti sedang menghadapi pesta besar. Dan tanganku tak lagi kuasa untuk menahan untuk meraihnya. Dengan hati-hati yang pertama kuambil adalah onggokan daun bekas pepernya. Itu jenis daun dari tanaman semacam petai cina yang berdaun rimbun kecil-kecil. Kuambil sepotong yang masih bertangkai. Dengan penuh gairah syahwat aku dekatkan kemukaku untuk aku pandangi dan sekaligus menangkapi aromanya. Kudekatkan ke hidungku untuk membaui dengan mata setengah merem. Kemudian kuletakkan kembali ke tempatnya.

Berikutnya kuambil dedaunan yang basah. Aku cari barangkali ada yang cekung seperti mangkuk. Ada. Mungkin isinya sebanyak sendok teh. Kuambil hati-hati. Kuangkat. Kucium. Aku tergetar. Dan karena pengin banget, kujilati, kemudian kutuang ke dalam mulutku. Kuteguk. Wwoo.. Kucari beberapa daun lagi dan kuulang apa yang aku lakukan.

Kini saatnya mencurahkan perhatian ke sasaran utama. Ku-amat-amati pasta kuning kehijauan yang numpuk di dedaunan itu. Kembali tanganku sangat pengin meraihnya. Kuraih tumpukan itu. Tanganku mengambil sebagian, melumat-lumat dan meremasinya.

Kurasakan adonan yang masih hangat dan sangat lembut berada di telapak tanganku. Kembali kuremasi untuk menikmati lembutnya. Kemudian kulihat hasilnya. Telapak tanganku tertutupi adonan itu. Ada yang hijau ada yang kekuningan. Serpihan-serpihan tai Anggoro nempel di jari-jariku.
Kudekatkan telapak tanganku ke wajahku. Aku berusaha mengendusinya. Dan bukan hanya mengendusinya. Aku meraupkan tanganku ke wajahku. Aku pengin tai Anggoro melumuri wajahku. Dan aku juga membiarkan saat serpihan-serpihan tai itu menyentuhi bibirku. Bahkan kini jari-jarikupun jelas-jelas mencolekkan tai itu ke dalam mulutku. Dan aku mencoba mengenyam-kenyamnya. Amppuunn.. rasa sepat-sepat di rongga mulutku ini sangat sensasional, bukan main.., gelinjang birahiku berkobar. Aku sepertinya tak memperhitungkan lagi kemungkinan teman-teman ada yang menyaksikan tingkahku ini. Kubuka celanaku. Kulumuri batang penisku dengan tai Anggoro. Dan aku melakukan masturbasi. Kukocok penisku dengan pasta lembut tai Anggoro itu. Duh, nikmatnya.. aku mengerang pelahan. Kenikmatan birahi itu menelusuri seluruh haribaanku. Aku merem-melek dibuatnya. Sambil terus mengenyam-enyam tai yang berada di mulutku aku rasakan sensasi seks yang luar biasa.

Saat-saat yang semakin membakar birahi merambati seluruh syaraf-syarafku. Kocokkan pada penisku semakin men-cepat. Dan ketika segala kenikmatan hinggap mendekat dan menyergap ke puncaknya, aku berguling dengan mukaku tenggelam ke tumpukkan tai Anggoro. Sambil menjilat dan menyedoti dedaunan yang penuh tai dan air kencing Anggoro kurasakan bahwa spermaku sudah tak lagi terbendung untuk muncrat. Dan dengan sedikit erangan yang tertahan maka terjadilah..

Beberapa detik aku masih tersungkur sebelum dengan tertatih-tatih aku bangkit dari tumpukkan daun penuh tai dan air kencing itu. Aku nggak tahu lagi macam apa tampangku ini. Aku membetulkan dan membersihkan pakaianku. Aku berjalan ke pinggir kali. Aku tidak balik ke tempat mandi untuk menghindari kemungkinan tampilanku di depan anak lain yang mungkin menyusul mandi. Aku berusaha mandi sebersihnya sambil mencuci pakaianku yang sangat kotor dan bau ini.

Sesampai di tenda aku ceritakan bahwa aku tercebur ke kali. Mereka menyambutnya dengan kelakar dan penuh tawa. Aku puas banget pagi ini. Kulihat Anggoro di tepian perapian sedang menyantap super mie-nya. Dalam hatiku, 'makanlah, ntar keluarin buat aku'. Seharian itu beberapa kali aku merancap (onani) setiap terkenang kembali apa yang aku lakukan pagi hari itu.
Siang itu anak-anak pada nyebar dan aku tunggu tenda sambil masak air dan nasi.

Celana dalam..
Aku memang nggak pernah benar-nenar puas dalam hal seksual. Libidoku tetap saja resah dan gelisah. Rasanya aku ingin memuas-muaskan syahwatku, mumpung sendirian, nih.
Di dalam tenda kulihat bawaan dan pakaian anak-anak pada berantakan. Kulihat ransel Anggoro di pojok sana. Diatasnya nampak baju kotornya numpuk. Kusamperi tumpukkan baju kotor Anggoro. Aku berharap menemukan sesuatu. Mungkin ada celana dalamnya yang kotor di sana. Kudekati dan dengan hati-hati kuperiksai. Benar. Nampak celana dalamnya yang putih lusuh tertumpuk di antara pakaian kotornya.

Dengan gemetar kuambil celana dalam lusuh itu. Kuangkat dan kudekatkan ke hidungku. Wuuhh.. sedap banget.
Kubekapkan celana dalam itu ke wajahku dan kuhirup dalam-dalam aromanya. Aku ingin menikmati lebih dalam. Aku beranjak menuju alas tidurku. Dengan tetap membekapkan celana dalam itu ke wajahku tangan kiriku merogoh dan mulai mengelusi penisku lagi. Duh, nikmatnya.. Kucoba menggigit dan menghisap-isap bagian paling kuning pekat di arah bawah celana itu. Itu tempat yang paling pesing dengan aromanya yang sangat menusuk. Kucoba rasain asin-asin keringat selangkangannya. Ah, Anggoroo.. Aku cinta kamu.. Telah kumakan taimu, telah kuminum air kencingmu. Kini aku ciumi dan isap-isap celana dalam dekilmu.

Air maniku tumpah muncrat berserakan di dalam celanaku. Aku kembali mengalami orgasme yang nikmat. Celana dalam Anggoro kukembalikan ke tumpukan pakaian kotornya.
Menjelang sore hari anak-anak berdatangan kembali. Rata-rata mereka pada loyo dan lapar. Masakanku mereka serbu hingga bersih. Kulihat Anggoro makan nasi dengan lahapnya.
Malam itu kami menyalakan api unggun untuk mengusir nyamuk dan menghangatkan tubuh dari udara pegunungan yang semakin malam semakin menggigit dinginnya. Aku tidur dengan harapan bisa bangun pagi dan mengulangi kenikmatan yang kudapatkan pagi tadi di tepi hutan pinggir sungai. Dan aku optimis, seseorang akan terbiasa berak di tempat yang sama, setidaknya berdekatan dengan tempat di mana kemarin dia lakukan.

Bersambung . . . . .