Renjana cinta

Dengan tergesa-gesa aku merapikan lembaran kertas kerja yang baru saja kuselesaikan. Di ujung pintu, IF, tersenyum berdiri menanti diriku.

"Hai, bagaimana perjalanannya tadi, macet kah? Aku berkemas-kemas dulu ya?" Sahutku membuka pembicaraan.
"Biasa, Surabaya. Tanpa macet, bukan Surabaya namanya" kata IF sambil berjalan masuk dan melihat-lihat tampilan foto-fotoku yang tergantung di dinding.
Asal tahu saja, aku senang di foto. Untuk menyalurkan hobby ini, aku sudah membuat beberapa portofolio berisi kumpulan foto-fotoku dalam berbagai pose. Masing-masing dalam satu tema. Agar tambah gaya, ada beberapa foto yang kubuat seolah cover majalah. Selaksa penampilan seorang model terkenal. Kuberi pigura dan kugantung di ruang kerjaku.

He..he..he.., lucu juga ya? Kadang aku tertawa sendiri apabila mengingat hal ini. Tapi percayalah, aku belum gila hanya karena aku terlanjur tertawa sendiri. Begitu juga untuk ikut ke terjun ke modelling. Tidak, aku belum punya pikiran ke arah itu. Selain pada dasarnya, aku memang tidak suka dengan kesan gaya hidup yang dicitrakan profesi kelompok itu. Namun, tidak tertutup kemungkinan pandanganku akan berubah nantinya.
Nah, foto dengan baju baju merah itu, aku paling suka. Kau bisa melihat model jambulku seperti penyanyi Tony Curtis, penyanyi tahun 50-an. Kalau sekarang ini bisa dimisalkan seperti penyanyi Ricky Martin. Awalnya, aku kaget juga melihat hasil pemotretannya. Aku bisa terlihat seperti itu, cute and boys banget. Pantes saja, IF, kekasihku, sangat kesengsem dengan foto itu. Karena itu, kemarin aku kirimkan lembar copy pic tersebut kepadanya.

Sebenarnya, aku terlahir sebagai seorang yang pemalu dan introvert. Sejak kecil sampai saat ini, aku belum pernah bisa untuk memulai sekedar suatu percakapan ringan sekalipun kepada orang yang belum kukenal. Bahkan untuk ucapan kata pembuka suatu perhubungan antar pribadi. Seperti, misalnya, ucapan kata "Hai.., apa kabar?".
Oleh sebab itu, banyak pihak yang kemudian menganggapku sebagai seseorang yang sombong dan dingin. Untuk membuat pledoi bahwa anggapan itu tidak benar, aku tidak punya cukup nyali. Konsekuensi dari hal ini adalah sedikitnya kawan atau sahabat yang kumiliki.

Sampai akhirnya aku bertemu dengan IF, seorang fresh graduate muda berbakat. Aku mengatakannya demikian, sebab aku telah terpikat, tidak hanya oleh tutur kata dan sikapnya yang elegant namun juga oleh pemikirannya yang brillian. Selain juga oleh bentuk fisik dan tampilan rupa yang menawan.

Tidak munafik, kesempurnaan sosok tubuhnya merupakan pelengkap akumulasi potensi pada dirinya. Didasari keinginan kuat untuk mengenal dan mendapatkan IF–lah yang membuatku mampu melepaskan himpitan rasa malu dan perasaan introvet-ku. Sehingga aku tidak sekadar berhasil mengenalnya. Bahkan menjadikannya sebagai belahan jiwaku, kekasihku.

Aku dapat menghabiskan waktu bersamanya dengannya tanpa terasa. Dari bermula diskusi soal cita-cita, politik, budaya, arsitektur, hingga soal culinary, busana, dan asmara. Duiele.., segitunya. Tapi bener loh, dari IF aku jadi belajar banyak. Kisah ini hanya penggalan pengalamanku dalam baku asmara dengan IF.

Awalnya, aku bertemu IF dalam liburanku di San Moreno, Italia. Kota berhawa sejuk pegunungan, seperti pucak pass, batu, atau bukit tinggi-nya Indonesia. Memang, untuk pilihan tempat, aku lebih menyukai sesuatu yang tidak terlalu ramai, seperti misalnya Milan, atau Roma yang sangat metropolitan itu. Ternyata, IF pun punya selera sama dalam memilih tempat berlibur. Karena itulah kami dapat berkenalan dan berlnajut sampai saat ini.
Setelah menerima pecahan lira sebagai uang kembalian cappuccino yang kami minum, aku mengundang IF bertandang ke caravan-ku. Aku memang, sengaja, membawa caravan sendiri yang aku tinggalkan di camping ground (aku lupa nama tempatnya), yang banyak terdapat di Italia dan juga negara-negara Eropa lainnya.

Dalam mengisi vakansi aku memang senang bepergian dengan menyewa caravan. Meski agak repot, namun aku dapat menikmatinya. Sebab bisa berhenti disembarang tempat yang aku suka. Yang lebih penting, aku bisa bersikap just the way I am. Seperti apa adanya. Mengalir begitu saja. Sama keadaanya seperti ketika kau pertama kali mengenal IF. Meski aku harus berjuang keras mengalahkan rasa malu dan debar-debar saat pertama kali sayang hello to him. Sekadar alasan pembuka percakapan saja. Dan, ternyata I made it.

Tinggal di areal perkemahan (camping) merupakan salah satu pilihan gaya liburan yang cukup populer di negara-negara Schengen. Tarif sewa kapling, tidak jarang, menyamai rate kamar hotel berbintang. Harga yang harus dibayar hanya untuk sekedar retribusi lokasi parkir caravan dan mobil, dua titik stop kontak untuk mendapatkan arus listrik serta pemakaian fasilitas kamar mandi dan dapur umum sesuai jumlah orang yang ikut.

Dalam perjalanan pulang ke camping ground, kami singgah ke supermaket. Selain untuk berbelanja, juga untuk membeli vaginal lubricating jelly dan kondom. Aku tidak membawanya. Sebab, aku tidak berfikiran dalam perjalanan ini akan ketemu dan menjalin cinta dengan seseorang. Apalagi yang seperti IF.

Terus terang, aku sangat pemilih dan memang tidak mengira akan bertemu seseorang seperti dia. Hal ini, aku lakukan sebagai concern-ku terhadap sex safe, saja. Lain tidak. Oh ya, vaginal lubricating jelly, sebenarnya, hanya merupakan cairan bening. Tidak berwarna dan tidak berbau. Mirip seperti odol. Fungsinya untuk melumasi liang vagina agar tidak terlalu kering dan menyebabkan rasa sakit pada saat penetrasi penis ke dalam vagina. Aku biasa menggunakannya untuk melumuri penis dan permukaan asshole apabila sedang ingin melakukan hubungan anal. Selain berfungsi sebagai disenfektan, juga mereduksi bau tak sedap, dan tidak menimbulkan rasa panas pada penis atau liang dubur. Berbeda halnya apabila menggunakan hand body lotion, shampo atau minyak jelantah bekas pakai menggoreng ikan peda.

Tanpa peralatan itu pun sebenarnya juga tidak apa-apa. Namun, entahlah alam bawah sadarku selalu mensyaratkan hal itu, walau dalam praktek, malah sering tidak terpakai. Apalagi kalau sudah terlalu bernafsu. Seperti ketika aku bersama IF. Untungnya, IF, juga mengerti dan tidak tersinggung karenanya. Sebab, ada juga yang merasa tersinggung ketika aku menyarankan penggunaan kondom pada anal intercourse.

Setelah menyimpan semua barang belanjaan di dalam caravan, aku menyiapkan makan malam. Dan IF membantu menata meja. Selesai dengan pekerjaannya, kemudian IF pergi ke pemandian umum untuk bersih-bersih badan, sementara aku menyelesaikan masakan. Begitu IF datang mengambil alih pekerjaanku, menyiapkan makan malam, aku pergi mandi.

Usai mandi aku melihat meja sudah tertata rapi, dengan satu botol wine di sana. IF duduk seraya tersenyum penuh arti menatapku. Aku membalasnya dengan kedipan sebelah mata. Denting gelas wine mengakhiri rangkaian makan malam di dalam caravan.

Di luar, kulihat lampu taman sudah mulai menyala. Pertanda hari beranjak gelap. Setelah mengecek keadaan di luar dan menutup vitrage dan mengunci pintu caravan, kami melanjutkan mengobrol.

Sampai kemudian, aku tidak tahu entah siapa yang memulainya, karena saat sadar, ternyata, kami sudah saling berpagutan dan melumat. Desah romatis suara IF makin membuatku bergairah. Kutelusuri leher belakang dan daun telinganya dengan sapuan basah lidahku. Membuat badannya jadi menggelinjang meliuk-liuk.

Tanganku merayap menelusup di balik t-shirt yang dikenakannya. Kuremas-remas dadanya yang gempal. Terasa olehku puting susunya yang mengeras. Kupermainkan puting itu dengan jepitan lembut jemariku. Desah suaranya yang parau adalah isyarat ia telah terbakar panasnya api percumbuan pembuka.

IF menjulur-julurkan lidahnya ke atas langit-langit mulutku yang segera pula kusambut dengan hisapan kuat pada ujung lidahnya. Kulihat mata IF mengerjap-ngerjap.
Kami saling melumat dan memagut. Satu satu pakaian yang melekat mulai terlepas dari tubuh. Harum alami tubuh IF, ditunjang oleh bentuk badanya yang padat 175/65, membuatku semakin hilang akal dan pikiran.

Bagai kucing liar yang kelaparan aku menjilati tubuh IF yang tergolek bugil dihadapanku. Kusedot-sedot puting susu IF seraya meremas-remas dadanya. Kuhirup aroma khas rerimbunan bulu rambut di bawah lengannya dengan sesekali menjilat dan menggigit sambil terus menggosok-gosok penisnya membuat IF tersengal-sengal menuju ke titik tujuan.

Kembali ku lumat bibirnya dan kuhisap saliva dari mulutnya sambil tanganku bergerilya ke sekujur tubuhnya makin membuat tubuh IF memanas terbakar. Butir-butir keringat terlihat muncul dan jatuh bergulir menggenangi lekuk-lekuk tubuhnya.

Perjalanan menyeberangi lautan birahi membawaku ke titik episentrum ketika menyaksikan batang kemaluan IF yang berdiri tegak menyeruak dari kerimbunan pubic-nya yang hitam ikal dan lebat. Memberikan kontras pemandangan yang bagus dengan kulitnya yang putih bersih. Thanks God, kau berikan aku seseorang yang sangat sempurna.
Dengan rakus kupermainkan glans dan batang penisnya lewat sapuan dan belitan lidahku. Kedua tanganku dengan jalang bergerak berpindah-pindah tempat dari satu titik rangsang ke titik yang lainnya. IF semakin meracau, mendesis-desis dan menggelinjang tak tentu arah.
Ketika ujung lidahku singgah dan beranjangsana di bibir asshole-nya, IF, sempat terkejut.

Mungkin, ia tidak mengira aku akan berlaku sejauh itu. Kulihat cara ia menatapku dengan penuh keheranan. Namun itu hanya berlangsung sebentar. Karena tak lama kemudian, ia bahkan melebarkan bukaan kedua pahanya. Memudahkan aku mengendus aroma khas, menggapai dan menelusuri lebih dalam lorong cintanya. Desah dan lenguhan suaranya bersahutan dengan bunyi degup jantungku.

Hingga akhirnya, aku tersentak ketika tangan IF tiba-tiba mencengkram erat kepala dan bahuku seraya tubuhnya terguncang hebat. Terasa olehku penisnya yang berdiri tegak bagai tiang pancang yang dipakukan ke bumi dalam pembuatan bangunan dengan konstruksi beton bertulang menyemburkan lahar cinta dari liang kepundannya. Pada saat itu, semua hitungan persamaan matematis diferensial integral, hilang berantakan, kecuali teori relativitas-nya Albert Einstein.

Aku hampir saja tersedak oleh derasnya pancaran air mani yang keluar dari ujung penisnya, yang kemudian, segera kusambut dengan refleks kenyot dan sedotan pada glans-nya yang memberi efek sensasi empot-empotan serasa lilitan vagina dalam persenggamaan hetero.
Dengan limbah residu peluh yang bersimbah di kening dan dadanya, IF masih terbaring terlentang.

Setelah menempuh perjalanan panjang mengayuh bahtera syahwat. Kedua tangan IF terlipat di bawah kepalanya. Memberikan pemandangan indah savana warna jelaga di belahan lengannya yang kokoh. Pubic-nya yang tumbuh berserak di sekitar selangkangan, bagaikan lukisan alam naturalis. Tumbuh seperti apa adanya. Tanpa sentuhan guntingan dan baluran wewangian artificial yang beku dan palsu.

Aroma tubuh alaminya mengundang diriku untuk menghirup wangi kesegaran IF. Senyum dan tatapan mata IF selaksa pelangi yang berpendar disekelilingku. Bibir IF yang merah merekah ditingkah oleh larikan gurat hijau dari kumis dan jenggotnya yang tercukur menjadikan kesempurnaan ciptaan ilahi.

Dengan lembut kusapu dengan ujung lidah basahku bongkahan bibir IF yang membuka. Dada ini menjadi serasa sesak oleh suatu perasaan yang tidak terlukiskan dengan kata-kata. Kecuali kemaluanku semakin menegang menginginkan suatu penyelesaian.

Kurasakan tangan IF menggapai dan menjelajahi lekuk tubuhku. Aku memejamkan mata menikmati setiap titik persentuhan. Aku menggelinjang ketika lidahnya memainkan puting susuku. Bermain-main di leher, dada, lengan dan perut. Kemudian perlahan turun hingga melumat habis batang kemaluanku. Wajahnya bergerak maju mundur ke arah selangkangan memberikan blow job/felatio/sepongan untukku.

Selanjutnya kami mengubah posisi badan menjadi body contac. Dengan keadaan bugil ini berpelukan menjadi semakin menggairahkan. Dua batang kemaluan yang sudah keras saling bergesekan memberikan sensasi kegelian yang nikmat. Begitu pula dengan gesekan-gesekan yang terjadi antar pubic kami memberikan efek getar listrik yang semakin membakar semangat.

Mulut kami bersentuhan saling memuntahkan hasrat melalui juluran dan hisapan lidah. Tidak ada lagi kesantunan atau kebimbangan lagi dalam berbuat, kecuali mencapai penyerahan total dan memberikan kepuasan pasangan.
Peluh bercucuran kembali ketika kami saling berguling memadu cinta. Memberikan rangsang dan gairah yang melebihi dari sekedar persetubuhan yang dulu pernah kulakukan dengan penjaja cinta komersil.

Buatku, persenggamaan dengan IF ini, adalah pergulatan batin yang diramu apik dalam belangga asmara. Dengan bumbu kerinduan, kasih sayang, cinta, rasa memiliki, kesetiaan, penyaluran hasrat seks, pengorbanan, dan banyak hal, yang tidak dapat aku lakukan dengan perasaan sebebas ini. Berbeda dengan cara one night stand yang hanya sekadar melepas hajat birahi semata, seolah membuang urine di kloset umum atau di taman-taman.
Aku beringsut ke arah bawah tubuh IF yang tengah membungkuk membelakangiku.

Kuusap-usap ke dua bongkah pantatnya yang gempal. Dengan kedua tangan kurentangkan bongkahan itu sampai aku melihat dengan jelas – meski disekililingnya di penuhi oleh deretan pubic yang tumbuh melingkar – warna merah keunguan tepi rectum IF yang memberikan aroma khas penuh sensualitas. Pemandangan luar biasa. Lebih indah dari sekedar lubang vagina. Aku terpesona oleh bentuknya yang eksotis.

Kujulurkan ujung lidah menyusuri tepi rectum seraya menyibak helai-helai pubic disekelilingya. Kugelitik dengan ujung lidah asshole IF yang masih terkatup itu. Nampak kemudian guratan berdenyut-denyut seolah bibir kita menyebut kata "mulai..mulai..mulai.." Aku semakin bernafsu menelusurinya. Sementara, aku mendengar IF mengucapkan rentetan kata-kata yang tidak jelas arti dan maknanya, seperti berikut ini ".. achh.. ufghs.. nghgsk.. shh.. ouch.. ach.. enyak..ouh ah.."

Asshole IF mulai terlihat membuka ketika dua jari kiri dan kanan menguak tepi rectum-nya. Agak kemerah-merahan. Kutekan ujung lidahku, dan berhasil menembus masuk sedalam dua sentimeter. IF melenguh dan melolong kecil saat lidahku melakukan rimming di kawasan itu. Aku merasakan kedua kaki IF bergetar manakala aku menghirup cairan yang menggenang di asshole-nya.

Dengan rangsangan yang bertubi-tubi ini menyebabkan jepitan rectum IF mulai terasa melunak. Aku dapat dengan mudah menggigit dan menarik-narik kulit rectum-nya. Setelah kurasakan ketiga jariku dapat terbenam seluruhnya di asshole IF maka aku segara menambahkan lumuran cairan bening vaginal lubricating jelly pada bagian batang dan kepala penisku. Meskipun kulit luar kondom sebetulnya juga sudah mengandung pelumas. Begitu pula dengan lingkar asshole IF kububuhi jelly yang sama.
Dengan menyandarkan kedua tangannya di meja makan dalam caravan IF membelakangiku seolah menyodorkan kedua bongkah pantatnya untukku. Kulihat bayangan asshole-nya di balik beningnya olesan jelly di atasnya sudah sedikit membuka mengarah ke kemaluanku. Perlahan kubimbing kepala penisku untuk menembus liang anal IF.

Dengan beberapa gerakan yang tidak terlalu berarti batang kemaluanku telah melesak terbenam seluruhnya menembus ke dalam rongga tubuh IF melalui lubang duburnya. Hal ini disebabkan oleh foreplay yang cukup serta pemberian vaginal lubricating jelly tadi. Membuat semuanya jadi licin, mulus dan lancar. Dengan cara inilah aku menyenggamai IF.

IF bereaksi dengan memutargoyangkan pinggulnya membuat diriku makin bernafsu menaikinya. Penisku terasa berdenyut-denyut dihisap oleh sesuatu kekuatan aneh yang sulit dilukiskan denga kata-kata. Aku memundur-majukan pinggulku yang menyebabkan penisku terdorong dan tertarik keluar masuk dalam genggaman asshole IF.
Setelah agak lelah dengan posisi doggy style kami mencoba beberapa posisi persenggamaan umum hetero seperti diajarkan dalam buku kamasutra. Termasuk posisi klasik missionaries. Aku benar-benar dibawa terbang tinggi oleh IF melewati beberapa titik persinggahan yang membuat luluh lantak segalanya.

Ketika aku sudah hampir sampai dititik tujuan dengan gerak cepat aku meraih tissue, mencabut penis dan melepas kondom serta membersihkan batang kemaluanku. IF menengadahkan wajah dan membuka mulutnya ke arah penisku. Kusodorkan batang penisku yang sudah bersih dari limbah lubricating jelly.

Tanpa membuang waktu IF segera menangkap, melahap dan menghisap kepala kemaluanku yang kemudian memuntahkan cairan kental, tanda cinta kasih dan sayang kami berdua yang dipertautkan oleh persamaan hasrat cinta sejenis. Badanku tergucang hebat kala ejakulasi tiba. Orgasmus yang sangat sempurna.

Sesudah persenggamaan ini, kecuali dengan IF, yang terkasih, sepertinya, aku tidak ingin melakukan persetubuhan semacam ini lagi. Meskipun jika mau, kesempatan itu terbuka lebar. Sangat lebar. Apalagi di kota metropolitan yang serba ada ini. Mudah bagiku menemukan dan membayar penjaja cinta yang makin banyak tersebar.

No way, bagiku, IF adalah anugerah. Aku mensyukuri itu. Aku sudah menemukan pelabuhan hati. Biarlah yang merah menjadi pink dan yang hitam menjadi kelabu. Namun, aku, tetap harus merah di antara pelangi warna. Dan aku harus tetap hitam diantara sejuta pilihan warna gelap. Biarlah itu menjadi masa lalu.

IF datang membawa pencerahan bagiku, yang sedang dalam penantian dan pencarian di dalam dunia hayal yang penuh fatamorgana ini. Aku tetap menganggap ini adalah petualangan fantasi yang kutelusuri dengan sadar. Bersama IF, kekasihku. Dunia hayal yang bersifat sementara. Pasalnya, ada dunia nyata yang tidak dapat kami ingkari. Berketurunan, yang tidak akan diperoleh dengan bentuk kebersamaan semacam ini.

Walaupun cintaku kepada IF setinggi puncak Himalaya dan sedalam lautan atlantik. Walaupun kami saling bersetubuh tanpa jeda sepanjang hari. Salah satu dari kami tetap tidak bisa mengandung. Akan tetapi, esensi rasa cintaku kepada IF tidak akan kalah dengan calon ibu anak-anak IF kelak. Demikian pula, aku percaya cinta IF kepadaku tidak akan kalah pula oleh cinta calon ibu anak-anakku kepadaku.

Inilah hipotesa naïf, insan tuhan, yang penuh keterbatasan akal dan pikiran. I love you If, selebihnya, biarlah waktu yang membuktikan. Niatku hanya untuk keagungan cinta itu sendiri, bahwa aku punya IF, seseorang yang membuatku bergairah mengisi hidup dan hari-hariku.

Tamat