Sesama Pria
Monday, 18 January 2010
Reborn
Kini aku semakin confidence dalam menghadapi hidup di dunia margin. Kusebut demikian karena dari hasil studi literature aku menemukan diriku tergolong dalam kelompok yang disebut sebagai Bisex. Aku dapat menikmati keasikan berkelamin dengan sesama jenis dan juga dengan lain jenis. Walaupun secara parameter, mungkin kualitasnya lebih banyak kudapatkan dari yang sejenis. Hal ini kemudian kuanggap menjadi keberuntunganku pula untuk menutupi keadaan yang sesungguhnya siapa diriku sebenarnya.
Aku lebih beruntung dari mereka yang benar-benar tidak punya pilihan lain – sebagai aktulisasi diri – tampil sedemikian apa adanya melalui wira laku, wira suara, ataupun wira busananya sehari-hari. Sehingga hanya sekilas memandang sudah dapat diketahui orientasi seksual yang bersangkutan. Namun dalam tatanan pergaulan sosial tidak jarang fakta itu kemudian diralat oleh yang bersangkutan apabila hadir dalam komunitas masyarakat hetero; bila perlu dengan press confrence.
Untuk alasan menjaga reputasi, kiranya dapat dimaklumi sikap tersebut mengingat kebiasaan umum yang masih menabukan soal yang demikian. Itulah kehidupan yang diliputi kepalsuan dan kemunafikan. Sayup-sayup dikejauhan kudengar alunan lagu “..dunia ini panggung sandiwara……., ceritanya mudah berubah…….dstâ€
Buatku yang mengasikan dalam berkelamin sejenis adalah saat bergumul saling mencumbu, menjilat, menelusuri lekuk tubuh atau menghirup aroma alami kejantanan, termasuk di dalamnya adalah penerapan dari istilah-istilah seperti body contact, blow job, felatio, rimming, cumshots, maupun anal intercourse yang familiar dalam komunitas masyarakat penggemar seks sejenis.
Pada awalnya, sudah tentu ada rasa kecanggungan – lebih tepat malu – dalam berhubungan seks sejenis. Namun, biasanya, perasaan itu berangsur lenyap manakala nafsu sudah menjalar ke seluruh relung tubuh; dengus nafas yang mulai tidak beraturan dan denyut jantung yang semakin cepat. Pandangan mata pun mulai berubah menuntut suatu penuntasan, seperti yang terjadi berikut ini:
Pada suatu ketika aku, Danny dan Panca – seorang hetero – memutuskan untuk bersantai disuatu karaoke. Kebetulan kami memang senang bernyanyi. Karena keesokan harinya libur maka kami memutuskan stay up di salah satu hotel di ibu kota. Dari Danny aku tahu kalau Panca gemar minum karena itu sebelum cek in kami mampir dulu ke geray minuman membeli beberapa botol minuman serta makanan kecil.
Di kamar hotel kami ngobrol biasa sambil minum. Aku bantu meracik minuman juga menyalakan rokok untuknya. Kulihat Danny sudah sempoyongan, karena itu aku membiarkan ia untuk tidur. Sementara, Panca, masih tetap tegar dan asyik bercerita soal pekerjaannya sebagai account manager di salah satu Bank ibukota. Bau alcohol memancar dari mulut Panca dan terus terang, aku menjadi terangsang, maka secara tiba-tiba aku melumat bibir Panca. Awalnya dia tampak terkejut dengan kejadian yang mendadak itu. Aku memang cuma sebentar melumatnya, dan itu hanya kumaksudkan sebagai shock terapy buatnya. Selanjutnya kami bersikap seolah tidak ada apa-apa.
Aku takjub dengan kekuatan Panca minum alcohol. Bayangkan dua setengah botol dry gin murni dihabiskan sendiri, padahal di karaoke tadi juga sudah minum. Oleh sebab itu tidak heran apabila Panca kemudian ngJoprak. Muntah-muntah. Wah, terpaksa ku bangunkan Danny untuk membantu mengangkat tubuh Panca yang berdimensi 175/70 itu. Kami membersihkan muntahan Panca yang berceceran di karpet serta mengangkat tubuh Panca ke atas dipan. Panca mabuk berat.
Dengan pertolongan Danny aku membuka kemeja dan celana panjang Panca agar lebih nyaman berbaringnya. Kemudian kulihat Panca hanya tinggal mengenakan celana dalam saja. Di atas dipan tergolek sosok jantan Panca dengan sebuah tonjolan besar dibalik celana dalam yang dikenankannya. Didasari keingintahuan melihat sesuatu yang tersembunyi itu maka aku lepas sekalian celana dalam Panca. Astaga, aku hampir terpekik kaget menyaksikan kemaluan Panca yang besar menyeruak dikehitaman pubicnya yang lebat. Aku tidak bisa menahan diri lagi untuk tidak berbuat sesuatu.
Aku menelunkup di atas selangkangan Panca. Wangi aroma kejantanan pria menebar dari selangkangannya itu makin membuat gairahku melambung. Kujilat dan kukulum kemaluan Panca sembil meremas-remas pubicnya yang ikal lebat itu. Tak lama kemudian kemaluannya mulai meregang dan menampakan bentuknya yang semakin mempesona. Aku menjadi gila dibuatnya. Dengan liar mulut dan lidahku menjelajah seluruh lekuk selangkangan Panca. Sayup-sayup kudengar Panca melenguh, mendesah serta meracau “…owhf…enyak….enyak…sshss…ogh……gglek .â€sambil ia menggoyang-goyangkan pinggulnya. Releks kulihat Panca menekuk kakinya dan sedikit menggangkat bongkahan pantatnya yang gempal itu. Maka lidahku dengan mudahnya menyapu lingkar rectumnya yang dikelilingi pubic. Hal itu rupanya membuat sensasi tersendiri bagi dirinya.
Disaat yang sama Danny juga menelungkup di atas badan Panca. Lidahnya bergerilya menyapu seluruh lekuk badan atas dan wajah Panca. Terkadang menghisap dan menggigit puting Panca. Tidak jarang menyapu ketiak panca yang ditumbuhi bulu yang lebat itu. Dengus tiga nafas kami semakin mengaburkan kejelasan ucapan Panca.
Aku melumasi lubang rectumku dengan gel K-Y yang kubeli di apotik sebelumnya. Demikian pula dengan batang dan kepala penis Panca. Aku ingin diinsert olehnya. Danny sedang melumat bibir Panca ketika aku mengarahkan lubang rectumku ke penis Panca yang tegak berdiri itu. Hinga kemudian dengan sekali sentakan seluruh batang penis Panca telah tenggelam di dalam cengkraman lubang kenikmatanku. Aku mengalami kenikmatan yang luar biasa saat penis Panca tuntas menembus liang tubuhku.
Dari penuturan Panca sesudahnya aku mendengar bahwa ia merasakan kehangatan dan sensasi yang hebat saat penisnya menjelajah menelusuri terowongan ass-hole. Betapa ia merasa ada sesuatu yang memilin, mencengkeram serta menghisap penisnya yang mengakibatkan rasa denyutan dan senut-senut yang aneh namun mengasyikan. Apalagi ketika kemudian ia memuntahkan erupsi lahar panas asmara yang telah bergejolak di kepala penisnya. Itulah sebabnya, aku tadi sengaja – walaupun berakibat resiko buatku – tidak menggunakan kondom agar Panca dapat merasakan langsung sensasi persentuhan organ kelaminnya dengan bagian dalam tubuhku. Sejujurnya Aku berani begitu karena aku yakin Panca belum terkontaminasi.
Ia tidak marah kepadaku; malah berucap terima kasih telah mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Walau pada kalimat terakhir ia tidak secara langsung mengucapkan hal itu namun pandangan matanya telah berbicara banyak dari apa yang ingin ia katakan secara lisan. Body Language. Ya, bahasa tubuh. Sama seperti saat bila ia menginginkan kembali persetubuhan atau cumbuan itu. Tidak perlu dengan kata atau kalimat. Cara ia menatap dan gerak tubuhnya sudah berbicara ketika ia minta tambah. Aku bisa menangkap bahasa isyarat-nya. Tak lama kemudian kami sudah bergumul kembali. Akan halnya dengan Danny, ia sahabat terbaikku. Kami sudah biasa berbagi cinta – three some. Sesudah itu kami tetap berlaku biasa seperti halnya kaum hetero lainnya. Panca memiliki gadis dan semuanya berjalan wajar. Demikian pula aku dan juga Danny.
Karena aktifitas ini berkaitan dengan organ tubuh yang paling rahasia tentunya hal ini menjadi sangat pribadi sekali. Karena itu, yang paling penting adalah senantiasa menjaga sanitasi tubuh agar tetap higienis dan siap saji. Sebab, hanya karena masalah tersebut bisa saja appetite seseorang langsung hilang
Rambut sebaiknya berpotongan rapi dan dijaga jangan sampai bau apek. Telinga agar sering dibersihkan sehingga tidak terlihat kotoran menggumpal di lubang telinga. Kebersihan gigi dan mulut perlu mendapat perhatian sehingga tidak menebarkan aroma yang aneh. Bulu ketiak sebaiknya dijaga kebersihannya dan tidak menggunakan pewangi artificial yang semakin membuat aroma menjadi tidak karuan. Glans penis selayaknya sering dicuci untuk membuang smegma yang menimbun di lingkar glans tersebut. Demikian pula dengan bulu pubic yang juga menuntut perawatan dan perhatian; artinya selalu dikeramas supaya tidak bau karena lembab. Biasakan mencuci scrotum dan rectum sampai bersih dengan sabun; jika perlu dibilas pula dengan larutan disenfektan semacam dettol. Kaki dijaga kebersihannya agar tidak berbau; demikian pula dengan kukunya. Terakhir adalah perlindungan tubuh dengan pemberian vaksin anti hepatitis B apabila anda belum memilikinya; gunakan kondom dan ‘selektif’ tidak asal mau sama siapa saja, terlebih apabila anda seorang recipient atau bottom tipe.
Kecenderungan yang terjadi pada komunitas ini adalah berganti pasangan berkelamin (promiscuity). Itu sah-sah saja. Namun hendaknya tidak dilakukan dengan sembrono, mengingat akibat akhir yang akan ditanggung nantinya, misalnya tertular penyakit kelamin atau kulit; yang lebih menakutkan adalah terkena HIV.
Dengan salah satu pertimbangan itulah maka aku sedapat mungkin menghindar berkelamin dengan individu dari komunitas yang sama. Aku lebih memilih dengan mereka yang hetero. Buatku ini lebih mengasikan karena ada perjuangan penaklukan. Tentu saja dengan kesanggupanku dengan perjanjian menjaga kode etik tidak menceritakan hal ini kepada orang lain. Buatku itu adalah syarat yang mudah. Apalagi, aku memang sengaja tidak bergaul di habitat komunitas ini. Tidak ada alasan lain kecuali memang aku tidak mau saja.
Disini aku cuma ingin berbagi pengalaman dan pengetahuan. Tidak pula aku bermaksud mengguruimu. Utamanya kisah ini ditujukan bagi para pendatang baru komunitas penggemar seks sejenis. Aku pernah mengalami perasaan dan ketakutan yang sama untuk bertanya kepada orang lain perihal serba-serbi penyimpangan orientasi seks. Biasalah, soal martabat dan kehormatan diri. Apalagi di mayarakat luas dianggap sebagai sesuatu yang nyleneh yang lebih tepat disebut sebagi aib atau cela. Karenanya harus ditutupi. Begitulah, setidaknya, menurutku, masyarakat punya andil dalam membentuk komunitas kita menjadi munafik.
Ada lagi pengalaman lain; dengan Aldi. Aku harus berterima kasih kepadanya ketika ia mngingatkanku perihal penyakit kulit yang diindapnya. Mulanya aku tidak tahu kalau ia tidak bercerita soal rasa ‘kegatalan’ di daerah lipat pahanya. Sehingga ketika aku akan felatio (blow job) kepadanya ia mencegah. “Jangan..deh aku lagi gatal…†Untungnya aku sempat mendengar ucapannya itu.
Kemudian aku nyalakan lampu yang tadi kupadamkan. Di tengah nyala pendaran lampu kulihat tubuh twiggy Aldi tergolek bugil dengan kemaluannya yang lumayan besar. Glans-nya mengkilat menyeruak dari kulit kulupnya yang tidak di circumcisi. Warna kulit tubuhnya yang putih memberikan kontras yang bagus dengan pubicnya yang berwarna jelaga.
Aku menelungkup lagi ke arah selangkanganya guna melihat lebih dekat. Kulihat ada lesi kulit primer berupa lepuh-lepuh kecil berisi cairan jernih dan berkelompok – istilah medisnya adalah vesikel – yang ada di sekitar pangkal batang penisnya.. Bagi Aldi rasanya gatal dan panas seperti terbakar.
Dari literatur aku tahu kalau itu adalah penyakit Herpes Simpleks yang dapat juga ditularkan oleh kontak orogenital. Menurutku, kondisi tubuh Aldi saat itu tidak layak untuk suatu hubungan badan. Karenanya aku membatalkan sepihak. Untungnya, Aldi menyetujui juga. Untuk hal ini, aku berhutang budi pada Aldi yang telah menyelamatkanku dari tertular penyakit Herpes-nya itu. Malam itu, akhirnya kami tidak melakukan apa-apa.
Sesudah kencan yang gagal – tapi malah aku syukuri – itu aku mengcopykan literature soal penyakit tersebut serta memberikan saran pencegahan dan penyembuhan – termasuk obat untuk penyembuhannya. Puji tuhan, penyakitnya sekarang sudah sembuh dan Aldi sudah sehat kembali.
Lain lagi kisahku dengan Juan, juga seorang hetero. Selain mengundangnya ke rumahku aku juga biasa melakukan kencan dengannya di hotel. Memang dari segi biaya menjadi high cost. Namun kemahalan itu menjadi impas apabila dibandingkan dengan privacy yang didapat. Bagaimanapun aku harus melindungi juga nama baik dan kehormatan Juan di mata rekan gaulnya. Bahwa ia tetap seorang yang dikenal badung, cuek dan jauh dari berkesan anak mami seperti kebanyakan streotipe penikmat seks sejenis yang aku temui. Kami sama-sama punya kebutuhan menyalurkan hasrat seks yang menggebu. Semacam hubungan simbiosis mutualisma itulah yang menjadi komitmen awal dari perhubungan ini.
Juan langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur begitu kami chek-in di sebuah hotel. Ketika aku membukakan pakaian dan celananya ia tetap bersikap kooperatif. Sehingga aku tidak mengalami kesulitan yang berarti. Benar saja, ketika celana dalamnya kulepaskan nampak kemaluannya sudah menegang keras seolah hendak mengatakan say hello kepadaku. Aku menjilat glansya yang sudah merah mengkilat itu. Juan tersenyum. Wouw, pandangannya sangat mengundang.
Aku segera bangkit dan melepas semua pakaian yang melekat di tubuhku sehingga kami menjadi sama-sama bugil. Tapi aku tidak ingin segera main msekipun kutahu Juan sudah menginginkannya. Dia tidur terlentang dengan menyilangkan kedua tangannya dibelakang kepalanya. Sangat seksi penampakannya dalam posisi seperti itu. Kulit tubuhnya yang putih bersih – tahu sendirikan tipikal kulit etnis seberang – di warnai dengan aplikasi warna hitam bulu ketiak yang tumbuh lebat bagaikan genggaman sapu ijuk serta deretan bulu pubic yang menjalar dari bawah pusar memenuhi episentrum di pangkal pahanya. Amazing.
Terus terang, aku paling suka sekali menghirup aroma bulu ketiak. Buatku aroma ketiak Juan begitu dahsyat sehingga mampu membakar hormon testoteronku. Kehebatan Juan adalah ia tidak memerlukan pewangi artificial yang malah akan membuat diriku mual. Beruntung sekali, aroma tubuh Juan termasuk ‘sopan’ sehinga tidak perlu dikamuflase dengan sapuan pewangi tubuh. Akupun menjadi bebas menjelajah tanpa takut terkena alergi kontaminasi parfum dan sejenisnya.
Di dalam bath up kami berendam setelah tadi bergumul di tempat tidur. “Bersih-bersih…..†begitu kata bintang iklan Dado. Ternyata kemudian disitupun kami bercinta lagi. Berendam dalam air hangat ternyata mudah membangkitkan gairah. Aku menelusuri seluruh lekuk tubuh Juan dari ujung kaki sampai ujung kepala. Ya, betapa Juan menggelinjang ketika jemari dan telapak kakinya aku hisap dan jilati; sama sensasinya ketika jemari tanganku kemudian dihisapnya pula. Di bath up itu kami melakukan body contac dengan berbagai posisi; duduk, berdiri maupun berbaring.
Saat terakhir aku mewujudkan fantasiku melakukan urine theraphy buat diriku. Setelah mengosongkan isi bath up itu aku minta Juan mengencingi diriku. Awalnya dia menolak, namun setelah kujelaskan aku hanya ingin merasakan gimana sih rasanya dikencingin. Maka aku segera duduk bersila di bath up. Juan berdiri di bibir bath up dan mengarahkan kemaluannya ke arah wajahku. Sesaat kemudian dari penisnya memancar air kencingnya dengan deras ke arah kepala, wajahku dan jatuh memberikan aliran kehangatan di seluruh tubuhku. Aku meratakan kucuran air kencingnya itu keseluruh tubuhku. Kalau aku tidak keberatan menelan spermanya kenapa pula aku harus menolak minum air kencingnya. Karena itu, aku menyeruput juga air kencingnya yang mengucur dari kepala penisnya. Aku melihat rasa keheranan dari Juan tapi itu bukan urusanku.
Aku membiarkan beberapa saat sampai air kencing Juan mengering di tubuhku dan meninggalkan residu bau khas yang langsung hilang ketika aku membilas tubuhku dengan shampoo dan sabun.
Orogenital adalah kontak seksual antara mulut dan alat kelamin dan ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari ritual hubungan perkelaminan sejenis empat sehat lima sempurna. Karena itu, penting sekali menjaga dan merawat daerah itu agar siap pakai.
Kabayang gak sih apabila nafsu terpaksa padam manakala hidung menangkap aroma tak sedap yang menebar dari glans yang dipenuhi smegma atau bulu pubic yang tidak dikramasin, ass-hole yang tidak bersih.
Aku pernah kehilangan selera untuk rimming manakala kulihat masih ada kerak faeces di tepi rectumnya atau mencium aroma aneh karena proses fermentasi bakteri akibat sanitasy yang tidak bagus.
Demikian juga dengan lubang telinga yang tidak bersih yang menghilangkan selera pasangan untuk menjilati daun telinga manakala melihat cureg menumpuk dilubang itu; atau kebersihan tubuh (kepala, mulut, badan, kaki) yang tidak terjaga sehingga menebarkan oudor yang membunuh gairah seksual.
Kubereskan kembali buku-buku yang berserak di atas meja. Bagaimanapun cerita ini hanya antara aku dan kau. Nama-nama tersebut di atas juga nama samaran dan tentu saja, ceritanya tidak fiktif karena memang ini kisah nyata tentang diriku. Jika kau teliti maka kau akan dapat menemukan cerita perdana karanganku diantara cerita-cerita yang lain. Aku tidak menyangka bahwa cerita itu sudah dibaca lebih dari dua belas ribu orang atau setara dengan empat kali cetak ulang sekiranya satu cerita dianggap sebagai satu edisi cetakan buku. Sudah dulu ya sampai ketemu di cerita berikutnya.
Tamat