Sesama Pria
Saturday, 2 January 2010
Bermula di arena kolam renang - 2
"Jer, Jer, aku.. aku," kataku yang tak bisa kulanjutkan lagi karena ciumannya pada bibirku dan kudengar bisikannya ditelingaku.
"Ar, Ar maafkan aku Ar, aku begitu mengagumimu dengan ketegaran hatimu dalam menghadapi kekalahan diarena, sejak itu ada perasaan simpati, ingin mengenalmu seutuhnya dan apa lagi aku nggak ngerti, aku memang gay," jawab Jerry.
"Oh Jer, ternyata kita saling mengharapkan dan ingin saling mengetahui seutuhnya dari sisi kehidupan kita masing-masing," lanjutku.
"Ok Jer, please aku siap mau kamu perlakukan semaumu malam ini," kataku pasrah.
"Oh tentu Ar, tapi aku nggak mau egois, kamupun juga punya hak sama atas diriku, ok?" katanya.
Setelah kecupan dan saling melumat bibir masing-masing, aku mulai menciumi puting didada yang bidang itu dan kutelusupkan bibirku diketiaknya yang beraroma kejantanan itu, dan terus turun kepusarnya dan kurasakan ada benda hangat dan keras yang menyentuh-nyentuh leherku dari arah bawah yang segera kulumat benjolan sebesar telur ayam itu, ketika kumasukkan ke dalam mulutku kurasakan kehangatan benda itu dengan kejut-kejut yang menggelinjang dirongga mulutku. Kumasuk keluarkan tuh penis yang ngaceng kaku dengan bibirku sambil kuhisap-hisap dan kusedot-sedot dan rupanya Jerry merasakan kenikmatan yang luar biasa dengan apa yang kulakukan itu.
Karena aku tidak ingin segera mengakhiri permainan itu secepatnya, maka segera kulepaskan hisapanku pada penisnya dan kemudian yang menjadi sasaranku adalah kantong pelirnya dan terus kebawah lagi ke lubangnya yang ditumbuhi rambut-rambut halus disekelilingnya. Rupanya Jerry mengerti dengan apa yang kuinginkan, segera diraihnya botol lotion dan diusapkan disekitar lobangnya sambil berusaha untuk melemaskan lobangya dengan cara memasukkan jarinya ke dalam lobangnya.
"Ok, Ar aku sudah siap, please, masukkan punyamu dilobangku," pintanya.
"Ok, Jer"
Segera kubimbing penisku yang ukurannya lebih kecil sedikit bila dibandingkan dengan penis Jerry yang kepalanya membonggol itu, kuarahkan kelobang pantat Jerry dan.
"Ohh, aduh Ar, enak Ar," racau Jerry.
"Ayo terus Ar, goyang terus Ar"
"Ooohh Arr, ennaakk Ar, Yaahh, oohh yess enak Ar"
Akupun segera mengimbangi dengan gerakan maju mundur dengan cepatnya dan tak berapa lama kemudian aku mengejang dan
"Ohh Jer, aku mau keluar nih," kataku.
"Ooohh, Jerr, enakk Jer, nikmat Jerr," sambil kulumat bibirnya aku mengelosoh di sebelahnya dengan nafas yang masih tersengal-sengal sambil kunikmati sisa-sisa kenikmatan dari hasil pendakianku tadi kubisikkan ditelinga Jerry.
"Ayo Jerr, sekarang giliran kamu mengadakan pendakian sampai kepuncaknya"
Segera Jerry bangkit dari tidurnya dan kemudian mulai mencumbuiku dari ujung kepala sampai keujung kaki dan kemudian berhenti dipenisku yang barusan mengeluarkan pejuhnya. Dibuatnya bermain dengan lidahnya, dikulumnya dan disedotnya sampai kurasakan mulai ada ketegangan lagi yang menjalari penisku kemudian Jerry mulai mengendus kantong pelirku dan kemudian lidahnya bermain-main disekitar lobang anusku dan berusaha untuk memasukkan lidahnya ke dalam lobangku. Hal ini kurasakan berapa saat sampai aku sendiri merasakan lobangku sudah siap untuk menerima milik Jerry yang lebih besar dariku, ketika penetrasi dari penis Jerry mulai membuka lobangku kurasakan ada benda hangat yang menyeruak masuk dan aku merasakan kesakitan, pedih panas tapi itu kurasakan untuk beberapa saat sampai seluruh batang Jerry masuk sepenuhnya ke dalam lobangku dan dia memberikan sedikit waktu untuk relaks agar lobangku bisa menerima dan menyesuaikan dengan penisnya yang besar itu yang panjangnya sekitar 19 cm dengan diameter kurang lebih 5 cm itu.
Ternyata Jerry bukan tipe orang yang egois yang hanya mau memperhatikan diri sendiri akan tetapi dia juga memperhatikan lawan mainnya. Setelah beberapa saat aku merasa siap, kuberi tanda pada Jerry untuk memulai pendakiannya, dengan mengangkat kedua kakiku dan dipanggul diatas pundaknya, kurasakan batang Jerry yang pejal itu menyodok-nyodok sampai keperut, akupun jadi terangsang kembali dan segera kukocok kembali penisku yang sudah ngaceng kembali sejak dipermainkan oleh Jerry tadi. Kurasakan begitu nikmatnya benda hangat dan pejal didalam lobangku, sampai akhir.
"Aduh Jerr, aku mau keluar lagi nih," kataku.
"Tunggu sebentar saya juga sudah mau nyampe," kata Jerry.
"Kita keluarin bareng-bareng yaa," lanjutnya.
Beberapa sat kemudian aku melenguh dengan dengan kerasnya pertanda pertahananku sudah jebol dan tak berapa lama kemudian kudengar suara Jerry.
"Aaaoo, Jerr"
"Ooohohh Jer, eennaak Jer"
Pejuhku muncrat diatas perut dan dadaku.
"Akh, akh aaoohh" sahut Jerry sambil mencabut penisnya dari lobangku.
Kemudian mengocoknya dengan cepat dan memuntahkan pejuhnya diatas perut dan dadaku sehingga pejuhku dan pejuh Jerry bercampur menjadi satu, kemudian dengan lahapnya dia mulai menjilati pejuh kami berdua sampai tidak tersisa sedikitpun diatas perut dan dadaku, kemudian dia menghampiri aku dam mencium bibirku, ternyata didalam mulutnya penuh dengan pejuh kami berdua yang akhirnya dibuat permaianan secara bergantian antara mulutnya dan mulutku hingga akhirnya aku dan Jerry mendapatkan pejuh setengahnya dan kami telan bersama-sama.
Sebagai tanda romantisme, aku tidak mau melewatkan masa-masa yang indah itu, kupeluk erat tubuh Jerry yang kekar, penuh berotot dan seksi itu walaupun tubuhku juga tidak terlalu kecil tapi tidak sekekar Jerry. Dia menelungkupkan badannya diatas dadaku seolah-olah dia sedang menyilang, tubuhnya ada disebelah kiriku dan kepalanya yang tertelungkup berada disisi kepalaku sebelah kanan, sedangkan kaki kirinya berada diatas pahaku sebelah kiri, sambil kuelus-elus punggungnya yang padat sambil berbincang-bincang santai.
"Jerr, ternyata kamu hebat, aku kalah deh sama kamu dengan skor dua satu," kataku.
"Kamu juga Ar," katanya.
"Apakah kita saling jatuh cinta atau hanya karena saling membutuhkan, Jer," tanyaku.
"Aku tak tahu Ar, tapi harapanku semoga pertemuan kita ini tidak hanya berakhir begitu saja dengan berakhirnya pesta PON ini," lanjutnya.
"Tapi kapan lagi ada kesempatan seperti saat ini," kataku lagi, "Bukannya tempat tinggal kita saling berjauhan, aku ada dibelahan timur sedangkan kamu ada dibelahan barat dari negeri kita ini"
"Bukannya masih ada beberapa hari lagi sebelum PON berakhir," kata Jerry.
"Betul," jawabku.
"Gimana kalau kita melewatkan waktu yang beberapa hari ini secara bersamaan, ok?" kata Jerry.
"Its good idea," sambungku.
Seperti yang menjadi kesepakatan kami berdua, akhirnya tiada hari yang kami lewatkan dengan sia-sia selama masih ada waktu untuk berkumpul di arena PON XV.
Kadang Jerry yang datang kekamar hotelku dan mulai bercumbu dan mereguk kepuasan bersama disaat rekan sekamarku sedang berlaga dan kadang aku yang datang ketempat Jerry menginap disaat rekannya berlomba diarena, kamipun juga berlomba untuk mencapai pendakian dan kepuasan.
Ketika upacara penutupan PON dilaksanakan pada hari terakhir, pada saat seluruh atlit berkumpul membentuk barisan untuk berdefile berdasarkan cabang olahraganya masing-masing, maka aku dan Jerry langsung saja cabut dari arena itu dan mencari tempat untuk mojok, tanpa menunggu upacara penutupan itu selesai. Karena begitu banyaknya atlit yang berkumpul sekitar 6000 orang, jadi kalau berkurang dua orang saja tidak mungkin mempunyai arti dalam barisan tersebut, karena hari ini merupakan hari terakhir kami bisa bersama sedangkan esok pagi kami sudah harus kembali kedaerah kami masing-masing. Pada malam itu kami lewatkan dengan seluruh kemampuan kami berdua dan hampir semalaman kami tidak tidur karena ingin melampiaskan dahaga kami sampai sepuas-puasnya, mungkin empat atau lima kali kami ngecrot dalam waktu semalam itu.
Sekarang PON XV telah usai, tinggallah aku sendiri dengan kenanganku yang tak akan hilang begitu saja. Kurenungkan ternyata slogan PON telah menjadi kenyataan diantara aku dan Jerry yaitu PON memperat kesatuan dan persatuan bangsa. Baru dua hari yang lalu aku berpisah dengan Jerry, akan tetapi ada satu perasaan yang hilang, entah apa itu aku juga tak mengerti. Akankah aku jatuh cinta pada Jerry atau?
"Oh, aku tak tahu".
Sore itu ketika aku duduk sendirian menghadap ke arah matahari tenggelam. Kubisikan kata-kata.
"I missed you Jerry, aku kangen berat sama kamu, kapan kita bisa bertemu lagi, apa kamu juga kangen sama aku Jerry"
Aku tak tahu apakah Jerry juga mempunyai perasaan seperti yang aku rasakan saat ini, sampai kudengar dering telepon yang membangunkan aku dari lamunanku dan segera kuangkat gagang telepon itu.
"Hallo"
"Hallo, Arie yaa," jawab suara diseberang sana.
"Iya betul, kamu Jerry yaa"
"Aku kangen berat deh sama kamu Ar, makanya aku telpon kamu," jawab Jerry.
"Sama dong Jerry, aku baru saja duduk termenung sambil membisikan kata aku kangen kamu Jerry, dan ternyata angin yang baik hati menyampaikannya pesanku padamu, terbukti kita punya rasa kangen yang sama diwaktu yang bersamaan juga" jelasku.
"Tapi aku paling kangen sama isepanmu itu lho," goda Jerry.
"Sama, aku juga kangen sama kepala penismu yang segede telur ayam itu lho, Jerr," godaku juga nggak mau kalah.
"Ok, kalau ada kesempatan kita jumpa lagi ya dan bermain bersama lagi yaa sampai ppuuaass sekali," lanjutnya.
"Ok Jerry terima kasih, kamu sudah membuat kenangan manis dalam hidupku dan aku tak akan melupakan mata elangmu yang membuatku tergila-gila padamu," kataku.
"Ok, Ar, bye sampai jumpa yaa dilain kesempatan," kata Jerry mengakhiri pembicaraan jarak jauh kami.
"Bye, Jerry," kataku sambil menutup gagang telepon dengan perasaan yang bercampur aduk, senang, sedih, kesepian, bangga dan yang pasti aku merasa sendiri lagi dalam kesendirianku dan sepi lagi dalam kesepianku entah sampai kapan.
"Ooohh," hanya itu desahku yang keluar dari mulutku dan semuanya kembali beku, sunyi dan dingin serta hening. Entah sampai kapan lagi aku dapat bertemu dengan Jerryku atau dengan Jerry-Jerry yang lain yang sanggup menggantikannya untuk menghangatkan kembali kebekuanku ini.
Itulah yang menjadi akhir kisahku disela-sela berlangsungnya acara pesta olah raga PON XV. Di Sidoarjo, Surabaya, Jawa Timur.
Tamat