Collaboration of sex - 2

Jaqueno memperlambat laju mobil mercedesnya ketika ia sudah memasuki perbatasan desa tegal alang, sebuah desa kecil yang asri berjarak sekitar 10 km dari Ubud. Kemudian ia menghentikan mobilnya di pinggir jalan raya, merapatkannya ke trotoar tua yang ada di sana. Ia mencengkeram erat kemudi mobilnya itu dengan kedua tangannya, sambil kemudian memejamkan mata dan menarik nafas panjang beberapa kali. Lagi-lagi pikiran itu mengusiknya, kenapa setiap kali dengan begitu mudahnya bayangan Mr. Louis berkelebat di kepalanya dan kemudian pergi begitu saja. Okey, ia memang tidak lagi bisa menembus dimensi waktu sejak kejadian yang dahsyat itu untuk kemudian bisa mengulanginya dengan Mr. Louis. Tapi jika bayangan itu tidak pernah lenyap dari benaknya, pergi dan datang begitu saja, lambat atau cepat ia pasti akan gila.

Setiap kali bayangan itu muncul yang ada di benaknya hanyalah seks, seks dan seks. Ia ingin cepat-cepat melampiaskannya saja di atas ranjang dengan seorang partner yang hebat, tapi tetap saja ia tak punya nyali yang cukup untuk mencarinya.

Jaqueno melirik ke arah jam tangannya, sudah hampir jam sepuluh malam. Ia pun lantas memutuskan untuk mencari sebuah penginapan di sekitar tempat itu dan tidur di sana untuk malam ini. Toh, ini adalah akhir pekannya.

Semula Jaqueno tak menyadari ketika seseorang mengintip dari balik kaca jendela mobilnya yang hanya berpintu dua itu, orang itu melongok ke arah Jaqueno dengan wajah lugunya sambil mengerutkan dahinya naik turun. Tiba-tiba Jaqueno menoleh, ia cepat-cepat menurunkan kaca jendelanya itu. Tampang pemuda desa itu tidak menyiratkan sedikit pun sebagai orang yang berniat jahat.

"Hai!" sapa Jaqueno sambil melemparkan senyumannya yang manis itu.
Pemuda itu balas tersenyum dan menyapa. Entah angin dari mana, seketika birahi Jaqueno langsung bangkit, pemuda desa itu mempunyai wajah yang nyaris sempurna, berkulit sawo matang dan bibir yang sensual. Kontolnya pun tanpa diperintah lagi langsung menegang di balik celana jeans yang dipakainya begitu dilihatnya "barang" bagus itu, bahkan celana jeans ketatnya itu sudah mulai terasa bertambah sesak dan sudah tak muat lagi untuk menampung "kontol" bulenya itu yang memang big size dan tak bersunat.

Jaqueno lantas mengajak pemuda itu masuk ke dalam mobilnya, singkatnya ia mengajaknya berkenalan. Pemuda Bali itu bernama Ngurah, ia bukan kelahiran desa itu, tapi sejak lima tahun yang lalu ia pindah ke sana, menemani neneknya yang kemudian meninggal setahun sesudah itu. Ngurah tinggal seorang diri menempati sebuah rumah yang sangat sederhana di pinggiran desa.

"Kau mau ku antar?" tanya Jaqueno lagi.
Ngurah menggeleng, "Tidak usah, terima kasih. Rumahku di depan sana, tidak begitu jauh!" sahut Ngurah.

"Kau sudah menikah?"
Sekali lagi, Ngurah menggeleng. Melihat usianya yang sekitar tujuh belasan itu, memang cukup aneh untuk menanyakan status pernikahan. Tetapi siapa tahu, rata-rata orang desa kan biasa kawin muda. Jaqueno senang sekali saat itu karena mendapatkan teman yang sebaya dengannya.

"Temani aku jalan-jalan, bagaimana? aku belum cukup kenal daerah ini! Nanti aku bayar deh!" kata Jaqueno tanpa bermaksud untuk menghina pemuda itu dengan suapan uang, meski ia tahu pemuda itu memerlukannya.

"Kau ingin kemana?" tanya Ngurah kemudian.

"Terserah, aku ingin berkeliling desa ini dan kemudian mencari sebuah penginapan. Atau jika tak keberatan, aku menginap di rumahmu saja!" sahut Jaqueno yang kemudian diikuti tawa lepasnya.
Dengan lugunya, Ngurah menundukkan kepalanya, mukanya memerah. Ia hanya terdiam, mulutnya terkatup rapat.

"Kenapa? Kau tidak suka aku menginap di tempatmu? Jangan kuatir, Tidak masalah bagiku untuk tinggal di sebuah gubuk, apalagi di desa yang langka penginapan seperti ini. Aku jadi teringat kampung halamanku di Spanyol!" kata Jaqueno berusaha meyakinkan.

Singkat cerita, Ngurah pun setuju setelah didesak oleh Jaqueno. Ia sama sekali tidak menangkap gelagat mencurigakan atau niat jahat dari pemuda bermata biru itu, apalagi sampai berpikir bahwa pemuda itu akan merenggut keperjakaannya sebelum matahari terbit esok hari, meski memang niat itulah yang berkecamuk di kepala Jaqueno saat itu. Bagaimana mungkin seorang Jaqueno yang biasa tidur di atas kasur pegas yang mahal di dalam sebuah apartemen mewah, tiba-tiba ingin menginap di sebuah gubuk, tanpa selimut dan AC. Terkadang, nafsu memang membuat orang tidak lagi peduli dengan resiko yang harus dihadapinya.

Jaqueno pun lantas menghidupkan mesin mobilnya, dan kemudian melajukannya dengan kecepatan lambat. Suara mesinnya nyaris tak terdengar, maklumlah, mobil mewah! Sebuah sedan sport mercedes new edition. Namun ia tak langsung menuju rumah Ngurah, ia mengajak anak muda itu berputar-putar sambil mengobrol di sepanjang jalan. Jaqueno baru menghentikan mobilnya setelah cukup lama seiring dengan makin larutnya malam. Tetapi, ia bukan berhenti di pekarangan gubuk Ngurah, melainkan di halaman depan sebuah losmen sederhana yang merupakan satu-satunya penginapan yang ada di desa itu.

"Kau temani aku menginap yah! Aku belum cukup akrab dengan penduduk sini!" kata Jaqueno mencari-cari alasan.
Tak lama berpikir, Ngurah akhirnya mengangguk setuju dan mereka pun lantas segera turun dari mobil. Malam itu, Jaqueno membooking sebuah kamar yang letaknya agak ke belakang, kamar yang paling bagus di tempat itu.

Begitu masuk kamar, Jaqueno yang memang sudah merasa penat sekali itu, langsung membanting tubuhnya sendiri ke atas kasur dan kemudian memejamkan matanya untuk beberapa saat. Ia menguap lebar beberapa kali, sambil melepaskan kedua sepatunya dengan sebelah kaki. Sementara itu, Ngurah lebih banyak diam, ia masih terlihat begitu lugu dan tanpa prasangka sedikit pun. Baru saja Ngurah hendak duduk di kursi yang ada di pojokan kamar, tiba-tiba Jaqueno langsung bangun dan meraih pundak Ngurah. Dengan secepat kilat, Jaqueno mencengkeram dan membanting tubuh Ngurah ke atas kasur.

Ngurah memekik seketika karena kaget, namun Jaqueno tak memperdulikannya. Remaja bule itu sedang sibuk melancarkan aksinya mempreteli satu per satu pakaian yang dipakai Ngurah. Pemuda desa itu hanya memakai sepotong kemeja lusuh dan celana pendek, itu saja. Ngurah tak memakai celana dalam. Karenanya, begitu Jaqueno meremas kontol Ngurah dari luar celananya, ia dapat merasakan tonjolan besar dan panjang itu seperti ketika tanpa dibalut apa pun, Jaqueno bahkan dapat merasakan setiap lekukan dan urat-uratnya.

Jaqueno menindih tubuh pemuda kampung itu dan mencengkeramnya dengan kuat. Sekalipun Ngurah meronta-ronta dan berusaha melawan, namun ia tetap tak kuasa mengimbangi Jaqueno yang berbadan kekar itu. Karena itu Ngurah pun pasrah saja, ketika Jaqueno menelenjanginya dan kemudian mencium bibirnya dengan penuh nafsu. Bahkan makin lama semakin bertambah liar dan buas. Jaqueno meremes-remas kedua puting susu Ngurah yang berwarna gelap itu dan kemudian menggigit-gigitnya pelan dengan giginya secara bergantian, satu persatu.

Setelah puas bermain-main dengan seputar dada, Jaqueno pun mulai turun dengan ciumannya. Ia memutar-mutar lidahnya ke pusar Ngurah dan kemudian makin turun ke bawahnya. Ia sempat bersin ketika lubang hidungnya tergelitik oleh jembut-jembut halus yang sudah agak lebat di seputar selangkangan dan buah pelir Ngurah. Namun, nafsu Jaqueno tak makin surut, malahan ia makin menjadi-jadi. Dimainkannya kontol Ngurah dalam liang mulutnya sembari dihisapnya keluar masuk beberapa kali, sesekali bahkan dijilatinya ujung penis Ngurah yang kemerahan sehingga tampak basah dan mengkilap oleh air liurnya. Dan kontol sepanjang 16 cm itu pun makin lama makin tegang dan makin perkasa, tampaknya Ngurah pun menikmatinya. Bahkan lama-kelamaan, ia tak lagi meronta melainkan mendesis dan mendesah menahan rasa geli bercampur nikmat yang dirasakannya saat itu.

Setelah puas mengoral kontol Ngurah, Jaqueno tiba-tiba langsung membalik badan Ngurah dan membuatnya telungkup di atas kasur. Kemudian, ia menarik kedua belah kaki Ngurah agak ke belakang sehingga hanya bagian pinggang ke atas yang ada di atas kasur, sedangkan kakinya menginjak lantai. Lagi-lagi Jaqueno menindih Ngurah dari belakang dan kemudian menggoyang-goyangkan pinggulnya, sehingga Ngurah merasakan tusukan-tusukan kontol Jaqueno yang begitu hangat di bagian pantatnya. Berkali-kali, Jaqueno mencoba memasukkan jarinya ke dalam lubang anus Ngurah.

"Jangan, sakit!" pekik Ngurah ketika untuk yang kesekian kalinya Jaqueno memasukkan satu telunjuk ke dalam anusnya.

"Tenang saja, nanti juga akan terasa nikmat!" sahut Jaqueno sambil tetap melancarkan aksinya.
Jaqueno memang bandel dan suka memaksakan maunya, bukan hanya dalam urusan bermain ranjang seperti saat itu. Ngurah pun akhirnya pasrah saja, ia menuruti semua kemauan gila dari Jaqueno yang memang belum pernah dirasakannya selama ini.

Jaqueno terus mencoba menembus lubang anus Ngurah dengan satu telunjuk yang sudah dibasahi oleh air liurnya. Setelah berhasil, ia mencoba dengan dua jari dan itu pun berhasil meskipun Ngurah sempat menjerit tertahan merasakan rasa nyeri pada lubang anusnya. Setelah berhasil dicoblos dengan dua jari, barulah Jaqueno benar-benar yakin kalau kontolnya yang besar sudah bisa untuk diluncurkan ke dalam lubang anus Ngurah.

Jaqueno pun bersegera memasukkan batang kejantanannya ke dalam lubang anus Ngurah. Ia memasukkannya perlahan-lahan sambil memegangi kontolnya dengan hati-hati. Setelah seluruhnya tenggelam, barulah Jaqueno menarik nafas dalam-dalam dan kemudian memompa kontolnya untuk keluar masuk dalam lubang anus Ngurah yang cukup sempit itu. Ia terus menggesek-gesekkan kulup kontolnya dengan dinding lubang anus Ngurah berulang kali dengan tempo yang makin lama makin dipercepat.

"Argh!" pekik Ngurah sambil menggigit bibir bawahnya untuk menahan rasa nyeri.
Sementara di lain pihak, Jaqueno sudah terlihat ngos-ngosan sambil terus "menggoyang" Ngurah yang ada di bawahnya. Jaqueno termasuk pria yang cukup perkasa dan tidak mudah ejakulasi, saat itu lebih dari lima menit ia menganal Ngurah sebelum akhirnya spermanya yang super kental itu menyemprot. Sesudah itu barulah ia berhenti dan berbaring telentang di atas kasur dalam keadaan telanjang bulat. Sementara itu Ngurah masih tak berpijak dari tempatnya semula, ia masih menahan rasa nyeri akibat perlakuan paksa Jaqueno barusan, bahkan saking sakitnya, ia tak sadar kalau air matanya sampai menetes.

"Ngurah, tolong kocok penisku!" pinta Jaqueno setelah beberapa lama ia mengatur nafasnya kembali.

Dengan agak ragu, Ngurah naik kembali ke atas ranjang dan duduk bersimpuh di dekat paha Jaqueno yang padat dan putih mulus itu dengan bulu-bulu pirang yang tampak lebat. Diraihnya kontol Jaqueno yang sudah lunglai itu, kemudian digenggamnya sambil diremas-diremas perlahan-lahan. Rangsangan itu cukup ampuh bagaikan pompa untuk membangunkan kembali batang kejantanan Jaqueno saat itu. Lambat laun, kontol Jaqueno pun mengeras kembali dan urat-uratnya pun mulai bertonjolan keluar. Kontol itu berdiri tegak seperti peluru kendali yang siap diluncurkan.

Ngurah kemudian mengocoknya perlahan, dan sesekali dipercepat. Kemudian, ia memasukkan kontol Jaqueno yang besar itu ke dalam mulutnya, mengulum sambil sesekali dijilatinya ujung dan kulupnya, meskipun saat itu ia melakukannya semata-mata hanya karena paksaan Jaqueno, bukan dari keinginannya sendiri. Ngurah sebetulnya memegang teguh adat istiadat dan norma-norma yang dalam masyarakat yang menganggap bahwa seks adalah sesuatu yang tabu dilakukan sebelum adanya ikatan perkawinan.

"Argh.. teruskan Rah, Nikmat banget!" erang Jaqueno sambil menggelinjang keenakan dan mendesis di atas kasurnya.
Ia juga ikut-ikutan menggoyang pinggulnya naik turun seiring dengan hisapan Ngurah pada penisnya. Sambil menggoyangkan pinggulnya, Jaqueno mencengkeram kepala Ngurah agar pemuda itu tak melepaskan hisapannya yang telah membawa Jaqueno melayang ke alam kenikmatan.

Ngurah pun menurut saja, entah mengapa ia tak lagi ingin memberontak untuk tak melakukannya. Tapi yang jelas rasa risih itu lama-kelamaan berangsur hilang dari pikirannya, yang tersisa hanyalah keinginan untuk memuaskan hasrat Jaqueno saat itu yang memang sudah menggelora laksana ombak samudera yang disapu badai.

Remaja bule itu telanjang bulat di depan mata Ngurah, tapi kenapa ia sama sekali tak terangsang melihatnya. Mungkin saja karena sebagai penduduk asli pulau itu, ia sudah terlalu sering melihat bule telanjang layaknya menu harian. Tetapi alasan yang jelas, karena Ngurah memang lelaki tulen, bukan homoseksual.

Namun di sisi yang lain, Jaqueno adalah seorang gay yang kebetulan sangat gila pada seks, bahkan boleh dikatakan sebagai sex maniac. Ia selalu menuntut lebih dan tidak mudah terpuaskan. Jadilah malam itu sebagai malam yang panjang untuk mereka berdua menghabiskan waktu bertempur sampai keduanya benar-benar merasa puas, atau lebih tepatnya sebenarnya Jaqueno-lah yang dipuaskan. Sementara bagi Ngurah, malam itu adalah malam yang sungguh sangat melelahkan. Itu adalah malam pertama dan sekaligus malam terakhir bagi Ngurah melakukan hubungan seks sejenis sebab tiga bulan sesudah itu, Ngurah menemukan cinta sejatinya, Kadek. Ia sangat mencintai gadis desa yang berparas ayu itu dan sejak itu pula, ia tak pernah lagi mengingat Jaqueno. Jaqueno memang tak pernah lagi menghubunginya atau pun menemuinya di desa tegal alang, barangkali ia sudah menemukan pengganti pemuda desa itu.

Tamat