Sesama Pria
Saturday, 14 November 2009
Game of love
"Hei lihat tuh, si banci lagi makan!" salah seorang temannya berkata keras.
Aku tahu bahwa yang dimaksud adalah aku, tapi aku acuh saja. Lalu mereka tertawa, termasuk Jimmy. Setelah selesai makan, aku dan teman-teman pergi menuju kelas. Tapi Jimmy and his gank mengikuti kami dan terus mengejekku. Meski begitu, aku tetap suka sama Jimmy. Dia anak kelas 3 juga, anak basket, jangkung, putih, cute banget deh.
"Udah cuek aja, yang penting lu gak gitu kan?" temanku berkata.
Sepulang sekolah, aku berjalan sendiri menuju toko buku dekat sekolahku. Saat itu sebuah mobil BMW Z4 secara tak sengaja menyerempetku. Aku hendak marah, tapi kemarahanku lenyap begitu tahu Jimmy yang mengendarainya. Lalu kaca jendela mobil itu terbuka dan aku melihat Jimmy dengan wajahnya yang imut.
"Sory! Lu gak pa-pa kan?" Jimmy berkata.
"Nggak sih, tapi hati-hati dong" aku menjawab.
"Ya udah, aku anter pulang yuk?" Deg! Aku langsung salah tingkah. Jimmy mengajakku pulang bersama!
"Udah, masuk aja" ajaknya. Aku tak kuasa menolak ajakannya. Lalu aku masuk dan dia menutup jendela mobilnya.
"Tapi ke rumah gue bentar ya, deket kok dari sini" dia berkata.
Kami pun melaju dengan kecepatan sedang. Aku hanya diam, tak bisa berkata apa-apa saking senangnya.
"Tadi sorry ya teman-teman gue ngejek lu," Jimmy berkata.
"Ga pa-pa kok," aku berkata. Lalu kami diam lagi. Tak lama kemudian kami sampai di depan sebuah rumah yang amat sangat mewah dan besar.
"Ini rumah gue, yuk masuk," ajak Jimmy.
Kami turun dari mobil dan aku diajak ke kamarnya. Di dalam rumah itu penuh dengan berbagai barang mahal. Kami naik ke lantai dua dan masuk ke kamar Jimmy yang luas, lengkap dengan kamar mandi, satu set TV 29", VCD, DVD, dan laser disc juga PS2.
"Bentar ya Ri, gue ganti baju dulu."
Aku pikir dia akan mengganti bajunya di kamar mandi, tapi ternyata tepat di hadapanku. Aku yang duduk di tempat tidurnya sangat menikmati tontonan ini. Dia langsung membuka seluruh seragamnya dan sekarang hanya mengenakan celana dalam ketat yang seksi. Tubuhnya yang putih mulus dan cukup berotot membuat aku lemas. Dia berjalan ke lemari pakaiannya dan mengenakan baju kaos dan celana jeans.
"Yuk kita ke rumah lu," dia berkata setelah selesai.
Jimmy mengantarku pulang tapi dia tidak bisa mampir dulu karena ada acara. Dia pun menanyakan nomor telepon HP dan rumahku.
"Kapan-kapan gue telepon lu gak pa-pa kan?"
Sungguh ini mimpi yang jadi kenyataan. Setelah beberapa hari berlalu kami jadi teman dekat dan sering jalan bareng berduaan. Jimmy sangat baik dan perhatian. Semakin lama kami semakin dekat. Lalu pada suatu sore Jimmy memintaku menginap di rumahnya, katanya dia lagi suntuk. Aku langsung menyanggupi. Aku senang sekali.
Sore itu aku datang ke rumahnya, tapi pembantunya bilang bahwa Jimmy sedang keluar sebentar dan aku dimintanya menunggu di kamarnya. Aku masuk ke kamarnya hingga beberapa saat kemudian aku ingin pipis. Aku masuk ke kamar mandi dan langsung memenuhi panggilan alam itu.
Saat hendak keluar, aku melihat sebuah majalah tergeletak di atas wastafel. Aku shock! Ternyata itu adalah majalah gay yang isinya pria-pria bugil dan berpose sangat hot. Aku ingin membacanya tapi kudengar suara Jimmy masuk kamar. Saat aku hendak keluar, kudapati Jimmy sedang telentang sambil menonton BF. Semua pemainnya cowok yang cute. Salah satu tangan Jimmy masuk ke dalam celananya. Saat itu Jimmy memang masih mengenakan pakaian lengkap.
"Jim?" Jimmy tampak sangat terkejut hingga langsung duduk dan mematikan TV.
"Sorry, gue gak bermaksud.." aku berkata. Jimmy menatapku tajam, kelihatannya sangat marah sekaligus malu.
"Yah, lu udah liat semua, dan sebenarnya aku pengen ngomong sesuatu ama kamu," Jimmy berkata dan mendekatiku.
"Apa yang.."
Aku tak sanggup menyelesaikan pertanyaanku karena Jimmy sudah menempelkan bibir merahnya ke bibirku. Lidahnya memaksa masuk ke dalam mulutku lebih dalam lagi. Sangat nikmat!
"Tunggu Jim, kamu kenapa?" dengan terpaksa aku mengakhiri ciuman mautnya itu.
"Sebenarnya sudah lama aku suka ama kamu Ri, aku cinta banget ama kamu."
Aku bagaikan disambar petir mendengar hal itu hingga aku tak sanggup berkata lagi.
"Ari, aku suka ama kamu. Kamu baik banget ama aku, i love u. Mau gak kamu jadi pacarku?" Aku hanya terdiam.
"Ayolah Ri, mau kan jadi pacarku?"
"OK Jim, kita jadian. Sebenarnya aku juga sudah lama suka banget ama kamu." jawabku sambil tersenyum.
Jimmy tersenyum dan langsung memeluk tubuhku dengan hangat. Dia menciumiku dengan membabi buta. Aku tak mau kalah. Dia langsung memperlihatkan tubuh telanjangnya dan si "adik" yang sudah sangat tegang. Kami berciuman lagi setelah kami telanjang bulat. Jimmy telentang di atas tempat tidur dan memintaku untuk memeluknya. Dan selanjutnya aku menindihnya hingga pedang kami beradu. Aku menciumi dada putihnya yang bidang hingga Jimmy mengerang nikmat.
"Oh Ari, gak salah aku minta kamu jadi pacarku! Terus Ri!"
Aku menciumi seluruh tubuhnya dan aku langsung menuju ke pusat kenikmatannya. Kukulum habis kontolnya yang ngaceng berat. Penis putih dengan ukuran standar tapi dahsyat itu kujilat dan kugigit sesekali. Kulihat wajah Jimmy dan tampak dia sangat menikmatinya. Buah pelirnya pun tak kulewatkan. Terasa hangat dan nikmat. Jimmy mulai beraksi. Dia memeluk erat tubuhku dan kami berciuman lagi. Nikmat sekali! Lidahnya seolah punya pikiran sendiri. Dan dia mulai menikmati burungku.
"Jimmy.. Oh.. Jimmy.. Don't stop honey" Jimmy begitu pintar memainkan permainan cinta ini. Lalu dia memintaku untuk berposisi doggy style.
"Jim, aku belum pernah."
"Aku juga Ri, aku pengen melepas keperjakaanku ama kamu. Siap kan?"
"OK"
Jimmy mulai mengelus-elus burungnya ke lubang pantatku. Dan dia memasukannya perlahan-lahan. Ah sakit tapi enak! Inikah namanya sengsara membawa nikmat? Jimmy mulai mengeluarkan jurusnya. Pertama pelan, tapi kemudian sangat cepat sampai aku merasa tak kuat lagi. Tapi memang inilah yang selama ini kuinginkan. Aku menginginkan Jimmy!
"Trus Jim.. Trus.." Tubuhnya mulai berkeringat, dan aku menjilati keringatnya yang nikmat itu.
"Gimana Ri? Enak kan?"
"Enak banget. Trus Jim.."
Setelah lama rasanya Jimmy menggenjot pantatku, aku tak tahan lagi menahan air maniku yang sedari tadi berontak mau keluar.
"Jim, aku keluar nih"
"Tahan Say, kita keluar bareng" Jimmy mencabut senjatanya dan mencium bibirku sambil ngos-ngosan. Aku mengocok penisnya dan dia mengocok penisku.
"Ah.. Jim.. keluar nih"
"Ya Say.. Aku juga" Sperma kami beradu dan bertemu saat dia memegang tanganku.
"Ri, makasih ya. Aku cinta kamu."
"Aku juga."
Beberapa hari kemudian Jimmy menelepon ke HP-ku.
"Say, malem ini ada acara gak?"
"Nggak, emangnya kenapa?"
"Aku mau ngajak jalan, bisa kan?"
"Bisa dong, buat kamu apa sih yang gak bisa?"
"OK, aku jemput jam 7 ya?"
"OK, love u honey."
"Love u too."
Tepat pada pukul 7 Jimmy datang ke rumah. Setelannya membuatku lunglai.
"Kamu cakep banget malem ini Jim", ujarku.
"Makasih, kamu juga. Kita berangkat?"
Kami masuk ke mobilnya. Dia terus memegang tanganku. Romantis sekali.
"Say, boleh ga aku minta cium?" Jimmy berkata. Tanpa menjawab aku langsung mempertemukan bibir kami.
"Thanks ya"
Lalu dia membawa kami ke sebuah restoran mahal. Biasanya ramai, tapi saat itu tak tampak seorang pun.
"Jim, yakin kita ke sini?"
"Sure honey. Yuk masuk."
Tanpa malu Jimmy menggandeng tanganku, padahal di tempat umum. Saat aku masuk ke restoran itu, aku tak melihat seorang pelayan pun. Sebagai gantinya, hanya ada sebuah meja dan dua kursi di tengah ruangan luas itu. Lampunya dimatikan, dan ada ratusan lilin yang menerangi tempat itu. Bunga-bunga mawar merah bertebaran di lantai. Candle Light Dinner!
"Ini buat kamu sayang."
Aku langsung memeluk Jimmy dan menciumnya. Kami langsung menuju meja yang sudah tersedia dan mulai menyantap makan malam sambil diiringi lagu romantis. Setelah selesai makan, Jimmy mengajakku berdansa.
"Tenang sayang, aku booking tempat ini buat kita berdua. Jadi gak akan ada siapa-siapa di sini." Kami berdansa pelan dan aku memeluk Jimmy dengan erat.
"Makasih Jim, it's so beautiful."
"Aku sayang ama kamu."
"Aku juga, rasanya aku pengen meluk kamu terus dan gak ingin melepasnya."
"Iya sayang. Kita kan saling memiliki."
"Ironis ya Say, dulu kita musuhan, tapi sekarang pacaran."
"Udah, jangan inget yang dulu lagi. Oh iya aku punya sesuatu buat kamu."
Kami berhenti berdansa, dan Jimmy mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakunya, ternyata sepasang cincin.
"Ini bukti cintaku, aku pengen agar kita selamanya bersama." Jimmy memakaikan salah satu cincin itu di jariku, dan satu lagi di jarinya.
"I love u forever honey," Jimmy berbisik.
Dia mencium bibirku dengan mesra dan mulai melancarkan aksinya. Dan untuk selanjutnya tentunya kalian tahu apa yang kami lakukan..
Tamat