Om Heru dan Kakekku

Sewaktu aku masih duduk di kelas dua SMP, aku tinggal sementara di rumah kakek. Ini dikarenakan kami baru saja pindah dari luar kota, sehingga masih menumpang sementara di rumah kakek yang kebetulan dekat dengan sekolah. Rumah kakek memiliki kamar yang cukup banyak. Di situ tinggal pula beberapa pamanku serta keluarganya. Jadi seperti layaknya keluarga besar, kami sering mengadakan makan malam bersama. Sehingga satu sama lain menjadi lebih akrab. Aku adalah termasuk anak yang memiliki nafsu seks cukup menggebu. Tapi hanya kulampiaskan dengan beronani saja. Lebih dari itu tidak pernah aku pikirkan. Aku bisa setiap hari melakukan masturbasi, bahkan kadang sehari bisa dua kali.

Secara tidak sengaja, aku menemukan buku stensil berisi cerita porno di atas lemari kamar tengah (kamar Om Sulis, dia belum menikah). Karena di rumah kakek, kamar-kamar tidak pernah terkunci rapat. Aku tentu saja senang, dan segera membacanya sambil mengelus-elus selangkanganku sampai ejakulasi. Begitu terus selama dua minggu, walaupun sedikit bosan karena cerita pornonya hanya yang itu-itu terus. Suatu ketika, rumah kakek sedang sepi. Waktu itu siang hari, aku seperti biasa sering bermain di kamar Om Sulis, karena di sana suasananya gelap karena tidak ada jendela. Cocok sekali untuk membayangkan hal-hal yang jorok. Kamar Om Sulis ini berhubungan dengan kamar Om Heru di sebelah, tanpa pintu. Hanya disekat kain saja. Om Heru adalah suami dari kakak perempuan Om Sulis. Wajahnya tampan, dengan warna kulit yang putih kemerahan. Dari kamar Om Sulis aku mendengar ada suara seseorang masuk ke kamar Om Heru.

Mulanya aku abaikan, tetapi lama kelamaan aku mendengar suara erangan aneh. Suara erangan yang membangkitkan birahi. Kemudian aku beranjak untuk mengintip dari balik kain penyekat, ternyata Om Heru. Dia melepas pakaiannya pelan-pelan tapi sambil mengerang. Kebetulan istri dan anak-anaknya sedang pergi ke luar kota. Aku sungguh kasihan padanya. Istrinya tidak ada pada saat dia sedang terangsang hebat. Om Heru masih mengerang-erang sendiri sambil mencoba membelai-belai penisnya yang tegang. Menurutku penis Om-ku itu sungguh panjang, mungkin 17 cm, dan berwarna kemerahan. Hmm.. sungguh asyik melihat Om Heru yang tampak sangat terangsang hebat. Ia menggeliat ke sana ke sini. Memegang penisnya dan berusaha mengocok-ngocoknya. Terkadang dia menjilati dadanya sendiri, berusaha mencium puting susunya yang berwarna coklat muda itu. Serta berkali-kali jari telunjuknya dimasukkan ke lubang anusnya dan kemudian dikulumnya jari itu ke dalam mulutnya.

Aku yang melihat itu semua sungguh terkejut sekaligus terangsang hebat. Aku pun segera menanggalkan pakaianku, walaupun aku tidak berniat untuk bergabung. Aku pun melakukan masturbasi sendiri sambil memandang Om-ku itu. Sungguh asyik rasanya waktu itu. Tapi tanpa kusengaja, aku terbatuk. Ini kerap kali terjadi kalau aku sedang mengalami peristiwa yang cukup tegang. Om Heru tampak terkejut, dan segera bangun. Ia kemudian beranjak ke kamar sebelah dan menyingkapkan kain penyekat dengan kasar. Om Heru memandangku dengan tatapannya yang galak. Aku pun sungguh ketakutan. Apalagi dengan keadaanku yang telanjang itu.

"Sejak kapan kamu di situ..?" tanya Om Heru dengan galak.
"Dari tadi, Om" jawabku lemah. Aku masih ketakutan.
"Kamu ngeliatin Om, ya..?" bentak Om Heru.
Aku menggeleng pelan. Tapi tentu saja bukti yang ada tidak menunjang, karena aku dalam kondisi telanjang bulat.
"Kamu mau Om adukan ke orang tua kamu, Adi..?" ancam Om Heru, "Kamu tahu akibatnya..?"
"Jagan bilang ama ayah-ibu, Om. Adi salah..," sahutku meminta belas kasihan Om Heru.
"Bisa saja itu." sahut Om Heru kesal. Ia sendiri sebenarnya tampak malu kupergoki.
Setelah terdiam beberapa saat, tiba-tiba Om Heru tersenyum, "Kamu bisa saja tidak akan Om adukan. Asal.."
Aku bergidik ketakutan, "Asal apa, Om..?" Aku membayangkan hukuman yang berat-berat.
"Begini..," kata Om Heru sambil berusaha menahan tawa, "Kamu harus masuk ke kamar kakek."
Kakekku memang sedang ada di rumah, tidur siang.
"Kemudian..," sambungnya, "Kamu harus melepaskan seluruh pakaianmu di sana.. dan masturbasi di depannya."

Aku terbelalak ketakutan. Gila, masturbasi di depan kakek..! Itu namanya juga bunuh diri, karena kakek sangat galak. Tapi pada saat itu aku lebih takut oleh ancaman Om Heru."Bagaimana..? Mau nggak..?" tanya Om Heru dengan tersenyum mengejek.
"Atau kamu hanya berani bermasturbasi di dalam kamar saja..?"
"Tapi Om..," sahutku. "Om berjanji tidak akan bilang orang tua Adi, kan..?"
"Janji." jawab Om Heru, tapi masih dengan nada mengejek.
Aku pun dengan tubuh telanjang bulat bergegas menuju kamar kakek di belakang. Om Heru mengikuti dari belakang dengan memakai celana pendek. Aku tidak menyadari bahwa aku hanya diperalat oleh Om Heru melakukan ini.

Sewaktu masuk ke kamar kakek, beliau tampak sedang tertidur pulas. Nenekku memang sudah lama tidak ada. Jadi hanya kakek sendirian di kamar ini. Mulanya aku takut melakukannya, tapi pandangan melotot dari Om Heru membuat aku memaksakan diri untuk beronani. Aku beronani tepat di dekat wajah kakek (karena disuruh Om Heru). Kukocok penisku cepat-cepat, berharap segera ejakulasi dan selesai. Om Heru sendiri mengintip dari balik pintu dan kemudian ia juga ikut melakukan masturbasi. Om heru pun juga ikut telanjang bulat. Aku tidak tahu kenapa, tapi kok air maniku rasanya tidak keluar-keluar. Jantungku seperti berpacu, antara takut karena kakek bangun dan melihatku dalam keadaan seperti ini. Tapi rasa itu membuat aku semakin terangsang.

Pada detik waktu aku mau mencapai puncak, kakek terbangun. Aku segera mundur ketakutan, tapi posisiku membuat aliran penis malah menjadi lebih cepat. Sehingga secara beruntun air maniku tumpah dan menetes ke lantai.
"Adi..!" bentak kakek. "Apa yang kamu lakukan..?"
Aku sungguh ketakutan, lebih takut daripada sewaktu kepergok Om Heru. Aku tak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba Om Heru beranjak masuk. Ia menatap kakek dengan tenang.
"Saya yang suruh tadi, Pak.." kata Om Heru.
"Kamu..?" tanya kakek tidak percaya.
"Kok ngajarin yang jelek..?"
Om Heru mendesah, "Maafkan saya, Pak. Saya tadi terangsang hebat di kantor, jadi saya terpaksa pulang. Dan bermasturbasi sendirian di kamar. Kemudian saya melihat Adi melakukan hal yang sama. Lalu saya suruh dia ke kamar bapak, biar tambah seru."
"Hei..berani-beraninya kamu ya menyuruh Adi berbuat seperti itu. Lagipula kamu sudah punya istri malah masih suka onani..! Menantu berengsek..," sahut kakek tambah marah.
"Bapak jagan munafik..," ujar Om Heru tanpa disangka-sangka.
"Bapak sendiri sering melakukannya juga. Saya tahu itu."
Kakek memerah wajahnya. Aku pun merasa bingung melihat situasinya.

"Lalu kamu mau apa..?" tanya kakek setelah beberapa lama.
"Saya sekarang sedang terangsang hebat, Pak. Saya perlu pelampiasan, tapi saya tidak mau mencari pelacur."
"Terus maumu apa..? Melakukan praktek homoseksual..? Gila kamu..!"
"Saya nggak bilang seperti itu, Pak. Tapi saya hanya ingin mengajak bapak sama-sama bermasturbasi dengan kami..," jawab Om Heru.
Kakek diam saja. Kemudian beliau keluar kamar, kami mengikutinya. Sampai di meja makan, kakek melepaskan celana pendek dan kaosnya, "Ini kulakukan semata-mata hanya untuk menolongmu, Her."
Om Heru tersenyum senang. Ia berpaling kepadaku, "Coba kunci semua pintu, Di. Kita semua akan bertelanjang bulat di sini. Kamu mau kan..?"
Aku tidak mengindahkan Om Heru, tapi segera kukunci pintu depan dan samping agar tidak ada orang yang sembarang masuk.

Aku pun juga mulai terangsang kembali. Bayangkan masturbasi bersama Om-ku sendiri dan juga kakekku. Di ruang makan, kulihat Om Heru sudah mulai mengelus-elus penisnya lagi. Ia duduk di bawah lantai. Kakek sungguh lucu kalau telanjang. Pantatnya besar, perutnya buncit, tapi ia memiliki kontol yang cukup besar. Aku terbelalak melihatnya. Selama satu jam kami bertiga mengocok kontol masing-masing. Satu sama lain saling melirik dan wajah kami meringis-ringis menahan nikmat. Aku tidak tahu siapa yang memulai, tapi kakek tiba-tiba bergerak ke arahku dan mengangsurkan kontolnya yang besar itu ke mulutku. Wajah kakek terlihat berusaha keras menahanmuntahan air maninya sendiri.

Lalu Om Heru mulai menjilat pantat kakek serta memasukkan jarinya ke anus kakek. Kakek hanya terdiam saja, tapi tangan kanannya memegang kepalaku dan membelainya. Sedangkan tangan satunya ke Om Heru. Kami tidak melakukan anal seks, tapi aku sungguh suka ketika aku mengulum kontol Om Heru, Om Heru mengulum kontol kakek, dan kakek megulum kontolku. Kami melakukannya dengan tidak mengeluarkan suara-suara erangan yang berlebihan. Tapi kami semua sungguh terangsang. Ejakulasi yang kami lakukan lebih dari lima kali. Aku menelan air mani kakek dan Om Heru, begitu juga sebaliknya.

Sungguh asyik merasakan bau liang pantat kakek sendiri. Berkali-kali aku menjilatnya. Setelah dua jam, baru kami berhenti kelelahan. Kakek kembali ke kamar dan meneruskan tidur siangnya tanpa mengucapkan apa-apa. Beberapa hari setelah peristiwa itu, Om Heru pindah ke rumah yang baru. Tetapi hubungan kakek dan Om Heru berlangsung tetap seperti biasa. Tidak ada yang berubah. Hanya saja kalau malam-malam kakek lagi ingin, ia pergi ke kamarku dan menyuruhku untuk mengulum batang kemaluannya.

Tamat