Akhir sebuah penantian - 1

Budi seorang pemuda lugu dari Sukabumi itu pergi meninggalkan desanya karena dipaksa menikah oleh orangtuanya. Orangnya yang putih, berbadan atletis dan imut itu memang sudah berusia 25 tahun tapi rasa ketertarikannya pada sesama jenis membuatnya ia tidak pernah melirik seorang gadis pun, yang ia harapkan hanyalah dapat hidup bersama dengan seorang lelaki yang menyayanginya. Dia datang ke Jakarta untuk mencari pekerjaan, dan akhirnya diterima sebagai penjaga rumah oleh Pak Herman.

Pak Herman seorang duda berusia 40 tahun dicerai istrinya tiga tahun lalu karena dirinya mandul, hal itu membuat dirinya frustasi dan benci sekali pada setiap wanita.

"Sudahlah kamu bekerja disini saja menjaga rumah saya dan menemani saya untuk teman ngobrol ya.. Bud? Karena saya disini hanya tinggal sendiri" kata Pak Herman.
"Baik Pak saya akan bekerja sebaik mungkin." Kata Budi dengan lugunya.

Sudah sebulan Budi bekerja di rumah tersebut, Pak Herman mulai tertarik dengan keluguan Budi dan kejujurannya. Ia paling senang kalau Budi memijitnya, karena dengan hal itu ia langsung terangsang dan paling-paling ia hanya melampiaskannya dengan onani. Pernah suatu kali setelah Budi selesai memijat, dia kembali lagi kekamar Pak Herman karena akan mengambil minyak angin yang tertinggal, ia terkejut melihat Pak Herman telanjang bulat sambil tiduran diatas ranjang. Budi lalu bersembunyi dibalik lemari dan dilihatnya Pak Herman yang telanjang bulat itu sedang mengosok penisnya dengan tangan kanannya sementara tangan kirinya meremasremas dadanya.

"Woow.. Pak Herman sedang onani!" bisiknya dalam hati.

Seakan tidak mau ketinggalan sedetikpun ia amati terus permainan Pak Herman. Kini Budi pun ikut terangsang, lalu dia menggosok-gosokkan penisnya ke lemari tapi karena tidak puas akhirnya tangannya pun main juga, ia lepas celananya lalu dikocoknya penis itu dengan tangannya. Sementara itu Pak Herman mulai menekuk kakinya lalu mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga penisnya yang besar itu mencuat keangkasa bagaikan tugu monas dengan ujung yang bulat kemerahan, nafasnya menderu suaranya yang berat terkadang menyebut nama Budi.

"Ooohh.. Budi.. Rasakan nikmatnya ini.. Aahh.."

Budi gemetar ketika mendengar namanya disebut, kemudian ia melihat Pak Herman bergerak kesana kemari sehingga membuat sprei ranjangnya menjadi berantakan, hampir sepuluh menit berlalu dan akhirnya posisi Pak Herman kemudian berubah menjadi setengah jongkok, badannya ia sandarkan di ujung ranjang, kepalanya menatap ke atas lalu ia mempercepat kocokan penisnya dan menjadi lebih dalam, matanya memejam lalu ia mengejan menahan nikmat dan mengerang keras..

"Oooahh.."

Saat itu juga Budi melihat penis Pak Herman menyemburkan cairan putih kental keudara dan berhamburan jatuh diatas sprei yang putih bersih. Pak Herman lalu terduduk lemas, kemudian ia menjilati tangannya yang penuh dengan air mani sambil terkadang sesekali ia masih menggosok penisnya yang mulai layu. Budi yang tadi juga ikut mengocok penisnya lalu mempercepat gerakannya.

"Wah tanggung dikit lagi.. Oohh.. Oohh."
Dan akhirnya..
Croott.. Croott..

Cairan putih kental milik Budi membasahi lemari dan lantai, Budi panik dan langsung lari meninggalkan kamar Pak Herman menuju kamar mandi untuk menyelesaikan urusan penisnya yang belum kelar. Peristiwa itu membuat Budi selalu membayangkan Pak Herman.

"Alangkah senangnya jika aku bisa bermain onani bersama Pak Herman" pikirnya.

Pada suatu sore ia meminta dipijit Budi tetapi kali ini ia sengaja meminta Budi untuk memijit dadanya karena nafsu birahinya sudah tak tertahankan. Sementara Budi yang mulai tertarik dengan Pak Herman merasa senang bila ia meraba dada Pak Herman yang agak berbulu itu, ia tersenyum dan berharap Pak Herman senang dengan pijitannya dan setelah itu dia dapat melihat Pak Herman onani lagi karena pijatannya yang sensual itu. Ia menatap wajah Pak Herman yang ganteng itu, rambut-rambut tipis yang mulai tumbuh dibekas kerokan jenggot, jambang dan kumisnya semakin membuat Pak Herman terlihat gagah, bibirnya yang seksi seakan ingin membuat Budi untuk menciumnya.

Saat Budi menatap wajah Pak Herman tibatiba Pak Herman juga menatapnya,

"Kenapa Bud kok memandangi saya terus?"
Budi terkejut, wajahnya yang putih itu langsung kemerahan, hal ini semakin membuat Pak Herman penasaran.
"Apakah Budi itu seorang homoseks ya..? Tapi kalau dilihat dari caranya memandangku kok sepertinya iya? Apa Budi mau ya.. kalau aku mencoba untuk bermesraan dengannya? Apakah Budi juga senang terhadapku?" Pak Herman mulai bimbang, lalu tanpa sadar ia membelai wajah Budi.
"Wah pijitanmu enak pasti pacarmu seneng kalau kamu mijitin dia" pancing Pak Herman.
"Wah saya belum punya pacar pak," katanya.
"Wah anak seganteng kamu masa belum punya pacar, rugi dong. Gimana kalau kamu lagi ngebet, ntar main gituan sama siapa?"
"Ngebet gimana pak?" kata Budi bingung.
"Ngebet itu kalau nafsumu lagi bergelora emang kamu enggak pernah onani?"
"Ah bapak saya jadi malu. Ya.. Pernah sih Pak tapi jarang, takut berdosa."
"Eh Bud kamu pernah berciuman belum?" Pak Herman mulai memancing lagi.
"Belum pak." Kata Budi tersipu.
"Apa? Belum pernah, wah payah. Sini aku ajarin," kata Pak Herman semangat, lalu ia bangkit dan memandang Budi.

Budi duduk diranjang Pak Herman sambil memandangnya, dia bingung. Pak herman lalu memegang dagu Budi dengan penuh nafsu dia lalu menempelkan bibirnya ke bibir Budi, Pak Herman mulai melumat bibir Budi, setelah itu dia berhenti.

"Gimana Bud enakkan?" Budi hanya terdiam, bibirnya masih terbuka sesekali ia menelan ludah karena tercengang.
"I.. Ii.. Aa enak pak"
Budi lalu berdiri, ia menatap Pak Herman tak percaya sementara Pak Herman pun terdiam.

Mereka saling bertatapan lalu tanpa ada perintah mereka berciuman lagi tetapi kali ini lebih liar, bibir Pak Herman melumat bibir Budi, lalu lidahnya dimasukkan ke dalam mulut Budi, Budi pun langsung menerima dan menghisapnya, kemudian ganti lidah Budi yang dihisap Pak Herman. Setelah puas mereka berhenti.

"Bud gimana kalau kita mencoba.." Pak Herman terdiam, ia bingung
"Terus terang aku juga belum pernah melakukan ini.. Tapi.. Kau tahu sudah tiga tahun aku haus akan cinta, dan kini kamu muncul membuat cintaku segar kembali. Aku harap kamu mau berkorban untukku Bud? dan demi cintaku padamu apapun akan ku lakukan"
Budi menitikkan air mata lalu berkata, "Dalam keadaan menderita bapak masih sempat menolong saya, kasih sayang bapak yang tulus kepada saya tak akan bisa saya lupakan, apapun yang bapak inginkan akan saya turuti"

Pak Herman lalu tersenyum dan mencium kening Budi. Kemudian ia menyuruh Budi untuk melepas pakaiannya, Budi bingung tapi ia tahu apa yang diinginkan seorang lelaki yang haus cinta ditambah nafsunya yang selama ini terpendam lalu tibatiba membara membuatnya hanya bisa mengikuti ajakan Pak Herman, kemudian ia melepas pakaian Pak Herman lalu celananya hingga Pak Herman telanjang bulat.

Kemudian Pak Herman ganti melepas pakaian Budi, saat celana dalamnya akan dilepas Budi memejamkan mata, ia malu tapi pasrah dan akhirnya Pak Herman melihat sebuah sosis putih kemerahan didalam sarang yang lebat yang selam ini diidamidamkannya nafsunya makin bertambah lalu diciumnya penis yang tak berdosa itu.

"Kita mau ngapain pak, saya nggak tahu?"
"Tenang Bud, saya pernah melihat adegan ini di film blue"
"Tapi kita kan laki-laki pak, gimana caranya.."

Walaupun Budi juga seorang gay, tapi ia sama sekali belum pernah melihat adegan hot seperti itu apalagi antara laki-laki dengan laki-laki.

"Ala.. enggak ada bedanya kok, cuma ada sedikit modifikasi malah lebih aman, kita enggak bakalan hamil, lagi pula saya juga belum pernah melakukannya jadi kita sama-sama belajar."
Pak Herman lalu memandang penis Budi lagi, "Wah penismu kok enggak bangunbangin sih Bud, kan sudah saya cium, sini aku bangunin ya."

Pak herman yang sudah ngebet langsung memeluk Budi agar penisnya bisa bergesekan dengan penis Budi. Pak Herman lalu mendorong Budi sampai terjatuh diranjang, dia lalu membuka pahanya, ditatapnya penis yang berwarna putih dengan kepala yang kemerahan itu tersembunyi diantara rambut-rambut yang subur. Pak Herman gemetar, air liurnya mulai menetes lalu dengan perlahan dia mulai menjilati penis Budi yang masih tidur. Jilatan-jilatan itu terus dilakukan mulai dari buah zakarnya terus naik sampai kepala burung yang berwarna kemerahan itu hingga basah oleh ludah.

"Ohh.. Aduh Pak jangan.. Ohh"

Budi menggeliat sambil mengerang keenakan kakinya malah dia buka semakin lebar sementara tangannya meremas rambut Pak Herman karena tidak kuat, Pak herman tersenyum melihat tingkah budi yang mulai tidak karuan.

"Terus Bud enggak usah malu kalau mau teriak"

Penis Budi pun tibatiba langsung berdiri kokoh, Pak Herman tercengang kemudian dengan lembut dibelainya penis itu lalu diremas-remas sambil dikocok perlahanlahan terkadang Pak Herman tak kuasa untuk menjilatnya seperti permen lolypop, jantung Pak Herman berdetak kencang karena dia sendiri baru kali ini memegang penis orang lain bahkan menjilatnya lalu mulai mengulum penis itu dengan raguragu. Tapi karena nafsu homoseksnya yang selama ini terpendam sudah tak tertahankan lagi dia masukkan seluruhnya ke dalam mulutnya sambil digosokkan dengan lidahnya, sepertinya Pak Herman mulai kesetanan dia melakukan seperti yang ada di film porno. Budi mulai mengerang keenakan dia merasa ada sesuatu yang hangat dan basah menerpa penisnya.

"Ahh.. Aduh.. Jangan Pak saya nggak kuat ohh.."

Aduh seluruh tubuh Budi terasa lemas dan pasrah karena kenikmatan yang luar biasa itu, matanya merem melek, mulutnya terus mendesah bahkan pinggulnya ia goyangkan kesana kemari, maju mundur untuk menandingi jilatan-jilatan Pak Herman.

"Ooohh.. Aahh.. Rasanya ada yang mau keluar pak.. Terus Pak lebih cepat lagi."

Budi semakin menggeliat baru kali ini dia merasakan nikmat yang tiada tara jauh lebih nikmat dibanding onani, tiba-tiba budi merasa pasrah tangannya menggenggam kuat, perutnya mengejan dan pantatnya terangkat lalu..
Crot.. Crot.. Crot
Air maninya keluar.. "Uuaahh.. Aahh.. Aahh"

Pak Herman tidak menyianyiakan kesempatan itu, lalu dia telan semua air mani Budi sambil terus dia jilati, sebagian air mani itu mengenai wajah Pak Herman. Budi terkapar lemas tak berdaya. Pak herman lalu bangkit dia tersenyum.

"Gimana Budi enakkan?" tetapi Budi cuek saja karena dia masih menikmati kejadian tadi.

Lalu Pak Herman mulai merayap naik, posisinya kini berada diatas budi sambil terus menjilati perutnya dan terus naik ke dadanya lalu mulai menciumi leher sampai akhirnya dia memandang Budi, lalu dipeluknya Budi. Budi menjadi terangsang lagi karena bulu dada Pak Herman yang agak kasar itu mengenai dadanya yang licin, dalam keadaan telanjang itu penis Pak Herman digosok-gosokkan keperut Budi tak lupa pula ia menciumi bibir Budi. Budi tersenyum lalu dia membalas menciumnya tangannya mulai nakal, ia meremas pantat Pak Herman sambil sesekali jari telunjuknya menusuk lubang anus Pak Herman.

"Sekarang gantian ya Bud, bapak juga kepingin."
Pak Herman lalu memutar badan sehingga posisi Budi kini diatas.
"Tapi.. Pak, saya belum pernah Pak menjilat anu bapak."
"Sudah lakukan seperti yang aku kerjakan tadi, Bud"

Budi lalu mulai merangkak turun, kepalanya kini tepat berada di depan penis Pak Herman yang besar dan berdiri kokoh. Dilihatnya rambut yang tebal mulai dari bawah pusar sampai disekitar penis Pak Herman yang agak kehitaman, rasanya ingin muntah tapi dia tidak berani menolaknya apalagi dari dulu ia memang ingin sekali memegang penis orang lain dibanding memegang vagina seorang cewek, lalu dipegangnya penis itu akhirnya dia mulai menjilat penis Pak Herman.

Bersambung . . . .