Aku pemuas nafsu laki-laki - 1

Aku dilahirkan di satu kota kecil di propinsi Kalimantan Selatan dan aku dibesarkan disana, tumbuh dan berkembang sebagaimana layaknya seorang anak laki-laki, dan aku juga sekolah seperti halnya anak-anak yang lainnya. Sampai akhirnya aku meneyelesaikan bangku sekolah sampai tingkat SMU, dimana setelah aku lulus dari SMU rasanya hidup ini jadi lebih bebas, tidak dituntut harus belajar tiap hari dan harus masuk sekolah setiap hari yang membuat seakan hidup ini terkungkung didalam kurungan yang tak nampak. Dan pada saat-saat seperti itu aku minta ijin kepada kedua orang tuaku untuk merantau ke pulau Jawa dimana suasana kehidupan lebih moderen dengan segala permasalahannya dan juga tingkat pendidikan atas jauh lebih baik bila dibandingkan dengan ditempat asalku sana.

Berbekal doa restu orang tuaku suatu hari aku memulai perantauanku dengan menumpang sebuah kapal, dalam perjalanan selama berhari-hari cukup membuatku merasa bosan dan jemu akan tetapi tidak banyak kegiatan yang bisa kuperbuat selama itu, sampai akhirnya kapal yang kutumpangi berlabuh di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Ketika itu usiaku belum genap 18 tahun disaat aku memulai petualanganku yang akhirnya aku terseret dalam gelombang kehidupan yang penuh dengan ketidak tentuan ini.

Setelah aku turun dari kapal, aku tidak tahu harus melangkah kemana dan harus kemana, karena aku pada saat itu masih belum mempunyai tujuan yang pasti yang harus kutempuh, aku tidak mempunyai saudara, teman atau sebagainya sebagai tempat tujuanku saat itu. Yang menjadi tekadku saat itu hanyalah ingin mencari informasi tentang pendidikan di berbagai perguruan tinggi yang pada setiap awal tahun ajaran baru, yang seakan-akan berlomba untuk mencari calon mahasiswa sebanyak-banyaknya dan hal itu juga berlaku untuk berbagai macam kursus keterampilan dan lain sebagainya yang coba-coba memanfaatkan lulusan SMU yang baru. Setelah aku mengumpulkan berbagai macam informasi tentang berbagai perguruan tinggi sambil duduk merenungkan akan jurusan apa yang akan kuambil dan juga perguruan tinggi mana yang akan kupilih serta masih banyaknya kesempatan waktu yang tersisa sebelum mendaftar dan mengikuti test masuk perguruan tinggi.

Maka untuk mengisi waktu luang itu aku putuskan untuk pergi kepulau Bali yang konon kata orang adalah pulau dewata atau pulau nirwana. Karena dari Surabaya perjalanan ke Bali jauh lebih dekat dibandingkan kalau aku harus memulai perjalanan ke Bali dari kampung halamanku. Dalam perjalanan itu aku memutuskan untuk naik bus jurusan Surabaya-Denpasar yang banyak berderet dengan berbagai nama itu. Dalam perjalanan dari Surabaya sampai Denpasar tidak ada hal yang istimewa seperti kebanyakan semua penumpang bus dengan perjalanan panjang menggunakan waktunya hanya untuk tidur dan kalaupun berbicara dengan teman sebangku itupun hanya untuk basa basi saja dan kalaupun pembicaraan tidak menarik maka akan saling berdiam diri dan akhirnya mata akan terpejam dengan sendirinya.

Setelah semalan tertidur didalam bus malam paginya aku bangun sudah sampai di Bali dan tidak kuketahui dengan pasti sudah sampai dikota mana itu, yang kutahu perjalanan sampai kekota Denpasar tidak berapa lama lagi sudah sampai, yah mungkin kurang lebih sekitar satu jam.

Sesampainya diterminal bus aku putuskan untuk pergi ketempat rekreasi yang paling terkenal di Bali yaitu pantai Kuta. Maka aku naik bemo atau mikrolet atau apa saja namanya, aku tidak tahu dengan pasti, pokoknya bisa sampai ke Kuta. Setelah sampai didaerah sekitar Kuta aku berjalan kaki sambil menyusuri lorong-lorong jalan yang cukup sempit akan tetapi padat dengan para turis dari mancanegara juga kios-kios kecil yang menawarkan berbagai macam bentuk kerajinan tangan dan cinderamata khas Bali mulai dari gantungan kunci, baju kaos, sarung sampai patung ukiran dan lain sebagainya.

Sampai akhirnya langkah kakiku berhenti dipinggir pantai yang berpasir putih yang dipenuhi oleh turis yang sedang berjemur diterik matahari pantai Kuta. Aku memutuskan untuk mencari tempat berteduh dipantai itu walaupun tidak benar-benar teduh dan sejuk akan tetapi cukup untuk mengurangi teriknya matahari yang begitu menyengat kulitku itu, akan tetapi paling digemari oleh turis-turis. Sambil memandang keindahan pantai Kuta yang membuatku terkagum-kagum yaitu didaerahku juga ada pantai akan tetapi kenapa tidak dikunjungi oleh turis dari mancanegara sebanyak yang di Bali ini. Tidak terasa cukup lama waktu yang kuhabiskan untuk memandangi ombak yang berkejaran silih berganti tiada henti dan tak pernah merasa lelah itu.

Sampai akhirnya aku merasakan adanya tatapan sepasang mata yang memandangiku sejak kapan aku tidak tahu, dia memandangi setiap gerak tubuhku dan setiap pandangan mataku sehingga akhirnya aku merasa risih sendiri, dan dia mungkin juga merasakan kalau aku merasa risih dipandangi terus menerus seperti itu. Dan sebagai reaksinya akhirnya dia bangkit berdiri dan menghampiriku sambil tersenyum dia memperkenalkan dirinya tanpa kuminta terlebih dahulu dia menyebutkan namanya "Iwan."

Dia adalah tipe pemuda yang cukup tampan, berkulit bersih, berpenampilan cukup trendy dengan rambut ikal yang dipotong cukup rapi sehingga terkesan sportif dalam penampilannya, setelah berbasa-basi cukup lama akhirnya kuketahui dia berasal dari Manado dan dia berkunjung ke Bali juga untuk menghabiskan masa liburannya juga karena dia sudah duduk dibangku perguruan tinggi semester tiga dikotanya dan dia datang seorang diri ke Bali dan selama di Bali ini dia bertempat tinggal disebuah hotel yang cukup berbintang karena dia ternyata anak orang cukup berada di kampungnya sana. Singkat cerita setelah berbincang-bincang cukup lama dipantai itu dan dia menanyakan selama di Bali ini aku tinggal dimana. Maka kujawab bahwa aku baru saja datang dari Surabaya pagi tadi dan langsung aku menuju ke Kuta ini.

Dengan tidak ada rasa canggung sama sekali Iwan menawarkan kepadaku untuk tinggal di Hotelnya karena dia merasa sangat kesepian tinggal sendirian. Namun aku merasa tidak enak untuk langsung menerimanya begitu saja tawaran Iwan itu. Aku diam saja sampai aku dikejutkan oleh suaranya yang seakan minta ketegasan dariku.

"Gimana Boy, mau nggak kamu nemenin gue, apalagi hari sudah mulai sore. Daripada kamu cape-cape cari tempat nginap khan mendingan ditempat gue, kamu bisa ngirit dan pokoknya beres deh"
"Oke kalau begitu Wan, aku mau nemenin kamu tapi aku nggak mau nyusahin kamu lho"
"Bereslah, nah kalau gitu kita sekarang ke hotel gue, kita mandi-mandi dulu ntar kita jalan-jalan"

Tidak berapa lama kami sampai disebuah hotel dikawasan pantai Kuta ini dan setelah memasuki sebuah kamar yang cukup besar dan megah kami berbasa-basi sambil minum minuman ringan yang tersedia di mini bar kamar hotel itu dan seakan kami yang baru kenal beberapa jam yang lalu itu sudah seperti layaknya sahabat karib yang sudah kenal selama bertahun-tahun. Setelah Iwan menghabiskan minumnya dia berlalu masuk kamar mandi sambil bersiul-siul kecil. Sedangkan aku sendiri terbengong-bengong kagum, baru kali ini aku masuk dan merasakan kamar hotel berbintang, yang tak pernah kubayangkan sebelumnya didalam hidupku ini. Sampai aku dikejutkan oleh suara Iwan yang baru keluar dari kamar mandi.

"Ayo sekarang ganti kamu, Boy, yang mandi biar segar"
"Oke"

Setelah aku selesai mandi dan berganti pakaian maka kami berdua keluar dari hotel untuk menikmati kehidupan malam di sekitar pantai Kuta yang seolah tak pernah tidur itu.

Kami memasuki sebuah rumah makan yang bentuk bangunannya semua dari bambu dan suasana didalamnya cukup temaram karena hanya diterangi oleh lampu-lampu kecil diatas setiap meja. Disana disajikan beberapa jenis makanan dari masakan Eropa sampai masakan Indonesia dan juga berbagai macan Sea Food yang bisa memilih sendiri mana ikan yang dikehendaki. Setelah cukup lama menghabiskan waktu disana akhirnya kami pulang kembali ke hotel dengan rasa puas dan perut terasa sangat kenyang sekali.

Tidak lama setelah memasuki kamar hotel dan bergurau sebentar akhirnya aku terlelap tidur karena badanku terasa amat lelah setelah menempuh perjalanan panjang malam sebelumnya. Aku tidak tahu apa yang terjadi pada malam itu karena begitu terlelapnya sampai seakan seperti orang mati tidurku, pada saat seperti itu aku bermimpi sedang bercumbu dengan pacarku selama kami masih dibangku SMU. Begitu kuat rasa keterangsanganku sehingga malam itu aku bermimpi basah, dan pada saat itu aku terbangun dari tidurku. Akan tetapi alangkah terkejutnya aku saat itu. Karena ternyata Iwan sedang menindihku sambil memelukku erat-erat sambil mencumbuiku, ternyata Iwan adalah seorang gay dan aku sudah menjadi korban nafsunya pada malam itu. Perasaanku jadi gundah antara marah, benci, jengkel, kasihan, berhutang budi dan lain sebagainya yang berkecamuk menjadi satu didalam benakku Sambil membenahi pakaianku lalu aku duduk ditempat tidur, masih dengan mata mengantuk kulontarkan sebuah pertanyaan bodoh.

"Apa yang kamu lakukan padaku, Wan"

Iwan hanya diam saja dan kulihat diwajahnya ada sedikit rasa penyesalan, akan tetapi hal itu tidak lama dan kemudian dia meloncat dari atas tempat tidur sambil berlutut di depanku dia merengkuh kedua tanganku sambil menghiba dia berkata,

"Boy maafkan aku, sekali lagi maafkan aku, aku begitu terpesona kepadamu ketika aku pertama kali melihatmu dipantai Kuta tadi pagi, sehingga aku tegila-gila kepadamu dan dengan berbagai cara aku berusaha untuk mengenalmu dan mengajakmu sampai ketempat tidur seperti malam ini, sekali lagi maukah kamu memaafkan aku"

"Huuh," dengusku.
"Aku tidak akan berdiri sebelum kamu memaafkan aku, memaafkan perbuatanku tadi"
"Huh," dengusku kembali, sambil merenungkan apa yang sudah terjadi pada diriku ini, sampai akhirnya keluar kata dari mulutku.
"Baiklah, tapi kamu harus janji tidak mengulanginya lagi"
"Baik, aku janji," jawab Iwan.

Dan kemudian kami kembali tidur karena memang hari masih larut malam. Akan tetapi aku tidak dapat memejamkan mataku sedetikpun sampai pagi hari sedangkan Iwan yang berbaring disebelahku sudah tertidur lelap sejak aku memaafkan dirinya dan kulihat didalam tidurnya itu bibirnya tersenyum penuh kepuasan. Sambil memandangi wajahnya aku berkata-kata dalam hati.

"Kasihan betul anak ini, sebetulnya dia anak yang baik, yang terbuka, sportif dan tidak kekurangan materi apapun juga, akan tetapi ada sesuatu yang kurang didalam jiwanya. Oh alangkah menderitanya dia, aku berjanji untuk memulihkannya seperti orang lain yang normal"

Demikian kata demi kata, pertanyaan demi pertanyaan berkecamuk didalam hatiku sampai aku akhirnya terlelap dengan sendirinya.

Dan ketika aku bangun pagi ternyata Iwan sudah rapi dia sudah mandi dan berganti pakaian yang bagus dan harum parfumnya begitu semerbak. Terlebih dari itu dia sudah duduk di depan meja bulat yang diatasnya ada dua cangkir kopi susu yang masih mengepulkan asapnya serta berbagai macam kue sebagai sarapan pagi.

"Selamat pagi, Boy. Nyenyak benar tidurmu"
"Hemm," aku tersenyum yang kurasakan begitu kupaksakan.

Aku langsung bangun dan menuju kekamar mandi untuk membersihkan diriku, dan setelah semuanya selesai. Iwan mempersilahkan aku untuk minum kopi susu dan kue yang telah tersedia di meja.

"Boy ayo kita sarapan dulu," sambungnya, "Apa acara kita hari ini yaa"
"Aku mau jalan-jalan sendirian entah kemana," jawabku sambil mengemasi pakaianku ke dalam tas yang kubawa.
"Kau akan pergi, dan aku akan sendiri lagi dalam kesepianku," kata Iwan dengan nada sedih.
"Wan, lupakanlah aku dan anggap saja kita hanya bertemu didalam mimpi saja, ketika kamu bangun semuanya tidak ada didalam kenyataan, biarlah aku menempuh jalanku sendiri dan kamu menempuh jalanmu sendiri. Karena prinsip kita berbeda dan tak mungkin untuk bisa disatukan dalam waktu sekejab saja"
"Bukankah kamu telah memaafkan aku dan aku juga telah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi"
"Tapi.. "
Tanpa kuduga dan kusangka sebelumnya Iwan melelehkan air matanya sambil menghiba dia berkata, "Jangan tinggalkan aku Boy, atau aku akan mati di depanmu saat ini."

Aku terperangah dengan kata-kata terakhirnya itu sambil memegang pisau roti yang ada diatas meja dia mengancam akan memotong urat nadinya kalau aku tidak mau memaafkannya dan meninggalkannya pergi, ternyata Iwan mempunyai kemauan yang keras sebelum aku mengatakan dan berjanji tidak akan meninggalkannya, dia tidak mau melepaskan pisau yang dipegangnya erat dengan tangan kanannya walaupun aku sudah mencoba untuk merayunya dengan berbagai macam cara agar dia tidak melukai dirinya.

Akhirnya aku mengalah.

"Baiklah aku akan menemanimu selama di Bali dan aku tidak akan pergi dari tempat ini tanpa kamu" jawabku sekenanya.

Tapi apa yang terjadi ternyata Iwan begitu senangnya dengan janjiku sambil melepaskan pisau roti yang sedari tadi dipegang terus, kemudian dia memelukku dengan eratnya sambil menciumiku sejadi-jadinya. Sedangkan aku yang tidak siap menerima perlakuan seperti itu hanya bisa diam saja, karena aku takut akan melukai perasaannya lagi yang akan berakibat fatal. Aku hanya bisa pasrah saja ketika dia mulai mencumbuiku lagi sambil sesekali mendaratkan ciumannya dibibirku, dileherku, ditelingaku dan terus turun kembali keleher sambil kedua tangannya membukai kancing bajuku sambil menciumi putingku dan terus menyelusuri ketiak dan pinggangku dan terus kepusatku yang memang sedikit ditumbuhi bulu-bulu halus. Yang membuat Iwan makin bersemangat dan bergairah untuk mencumbuiku, sedangkan aku hanya bisa mendesis kegelian saat merasakan cumbuan Iwan yang seakan-akan tidak pernah berhenti seperti halnya ombak yang bergulung-gulung di pantai Kuta yang berkejar-kejaran susul menyusul.

Bersambung . . . . . .