Sesama Pria
Thursday, 7 January 2010
Jemari lentik kevin - 1
Tipe pria yang menjadi idamannya adalah pria pribumi berkulit gelap dan berbadan tinggi tegap. Kevin kerap tak dapat menahan dirinya untuk tidak melakukan onani jika kebetulan bertemu dengan pria seperti itu. Dia selalu membayangkan dirinya menjadi objek seks pria yang berciri fisik demikian.
Suatu hari, karena suatu masalah, Kevin berkenalan dengan seorang perwira polisi bernama Tiang. Tiang berusia 32 tahun. Kulitnya yang kehitaman serta tubuhnya yang tinggi tegap dengan sepasang lengan yang kekar membuat dirinya segera menjadi "kekasih khayalan" Kevin. Kenyataan bahwa Tiang sudah berumah tangga dan memiliki dua orang anak kecil tidak menyurutkan impian Kevin untuk dapat bercinta dengan Tiang suatu hari kelak.
Kevin selalu merasakan lubang pantatnya menjadi gatal setiap kali membayangkan Tiang telanjang di hadapannya dengan kontolnya yang terayun-ayun siap menyetubuhinya. Kevin menduga kontol Tiang yang hitam dan panjang itu pasti liar dan ganas jika sedang bertugas, yang pasti kontol itu berpejuh subur karena sudah menghasilkan dua orang anak.
Setelah masalah itu selesai, Kevin acapkali mengundang Tiang datang ke rumah kontrakannya yang cukup mewah untuk sekedar minum-minum atau bersantai menonton DVD/VCD atau bermain playstation. Kevin memang tinggal di rumah kontrakan karena orang tuanya yang berada tinggal di kota lain. Karena Kevin adalah anak bungsu yang menjadi kesayangan kedua orang tuanya, mereka melengkapi rumah kontrakan Kevin dengan berbagai fasilitas dan kenyamanan. Namun Kevin menolak ketika orang tuanya juga menawarkan seorang pembantu untuk tinggal bersamanya dan mengurus keperluannya. Dia merasa lebih leluasa tinggal seorang diri dan mengurus segalanya sendiri. Terlebih-lebih dia tidak ingin pembantunya curiga jika suatu saat dia pulang membawa pria bermalam.
Tiang sebagai seorang polisi dengan gaji yang pas-pasan merasa senang atas undangan Kevin. Dia senang dapat menikmati segala kenyamanan di rumah Kevin. Tiang sendiri tidak merasa ada yang aneh dengan undangan tersebut atau sikap Kevin yang terkadang sangat manja kepadanya. Dia sudah menganggap Kevin seperti adiknya sendiri.
Suatu malam, ketika mereka sedang menonton teve sambil minum bir hitam dari botolnya, tiba-tiba Tiang menggenggam tangan Kevin dengan lembut. Lalu katanya..
"Wah lentik sekali jari-jarimu! Belum pernah aku melihat cowok dengan jari-jari selentik ini." Meskipun terkejut atas tindakan Tiang, Kevin hanya tertawa, kemudian ujarnya..
"Baru minum beberapa botol bir kok sudah mabuk sih Mas? Mas pasti mabuk sampe ngelantur kayak gitu." Tiang tidak mempedulikan kata-kata Kevin, dia justru meremas-remas tangan Kevin sambil berkata..
"Jari-jari selentik ini pantasnya diberi ciuman." Dan dia benar-benar menciumi jari-jari Kevin.
Bagai tersengat aliran listrik yang dahsyat, Kevin menarik tangannya. Tiang seperti tersadar dari perbuatannya yang tak wajar. Dia menatap wajah Kevin dengan pandangan sayu dan berkata lirih..
"Istriku hamil lagi."
"Wah! Selamat ya Mas! Mestinya Mas berbahagia dengan kehamilan ini dong! Mengapa wajah Mas muram begitu?"
"Kamu khan tahu usia kehamilannya yang masih dini membuatnya tak dapat menunaikan tugasnya sebagai seorang istri. Sudah sebulan ini aku tidak ngeseks dengan istriku," keluh Tiang.
Kevin merasa iba mendengar penuturan Tiang. Rasa iba, itu ditambah perbuatan Tiang sebelumnya, membuat Kevin kemudian memberanikan diri membelai-belai wajah Tiang. Tiang membiarkan jemari lentik Kevin membelai-belai wajahnya. Dia justru menikmati sentuhan-sentuhan tersebut. Kevin bertindak lebih berani lagi dengan mendaratkan kecupan di dahi dan hidung Tiang. Dia ragu-ragu untuk mencium bibir Tiang, namun justru kepala Tianglah yang bergerak maju mencium bibir Kevin.
Detik berikutnya mereka sudah asyik berciuman. Tiang melumat bibir Kevin dan menjulurkan lidahnya yang basah menjelajahi mulut Kevin. Antara percaya dan tidak, Kevin pasrah menerima perlakuan demikian dari pria yang sudah lama diidam-idamkannya itu. Dia menikmati ciuman Tiang sedemikian rupa sehingga mendesah panjang..
"Aah Mas!" Lalu Tiang berbisik lembut kepadanya..
"Aku paling suka cowok berkulit terang dan imut-imut kayak kamu. Aku sayang kamu. Mau nggak kamu jadi kekasihku?"
"Mau Mas! Oh, mau sekali aku jadi kekasihmu! Sudah lama aku mengimpikan suatu hari menjadi kekasih Mas dan bermesraan dengan Mas seperti ini."
"Kamu masih perawan?" Tiang bertanya. Kevin menganggukkan kepalanya..
"Aku rela mempersembahkan milikku yang paling berharga itu kepada Mas, kepada pria yang kucintai."
Mereka kembali berciuman. Lalu Kevin berkata..
"Tetapi aku tidak mau kalau Mas hanya mengentot diriku. Aku mau kita bermain cinta seperti layaknya sepasang kekasih, didahului cumbu rayu yang menggairahkan." Tiang hanya tertawa mendengar kata-kata Kevin.
"Tentu saja sayang! Kita akan bermain cinta, bukan sekedar ngentot. Kalau kau mau kau panggil aku 'Papi' dan aku akan memanggilmu 'Mami' jadi kita persis suami istri." Betapa girangnya hati Kevin mendengar kata-kata Tiang.
"Kita ke kamarku saja Mas!" ujarnya.
Kevin bangkit hendak berjalan menuju kamarnya, ketika tiba-tiba dia merasakan tubuhnya terangkat. Rupanya Tiang menggendongnya.
"Aku merasa bagaikan pengantin baru hendak menghadapi malam pertama dengan suami tercinta, Mas," kata Kevin sambil menyenderkan kepalanya di dada Tiang.
"Anggap saja malam ini adalah malam pertama kita," jawab Tiang sambil membopong tubuh Kevin menuju kamarnya. Mereka terus berciuman sepanjang perjalanan.
Sesampainya di kamar, Tiang menurunkan Kevin dari gendongannya. Kevin hendak berbaring di ranjangnya ketika Tiang memanggilnya lembut..
"Sayang, masak suamimu kaubiarkan mencopoti kemejanya sendiri, bantu Papi dong sayang!"
"Oh, iya, lupa kalau sekarang aku sudah bersuami," Kevin terkikik geli dengan ucapannya sendiri.
Satu demi satu dilepaskannya kancing pada seragam polisi Tiang. Setiap kali melepaskan satu kancing, mereka berciuman sehingga agak lama baru Tiang dapat mencopot kemejanya. Sekarang Tiang berdiri bertelanjang dada di hadapan Kevin. Bagai dalam mimpi Kevin mengulurkan tangannya meraba-raba dan membelai-belai dada Tiang yang sedikit berbulu itu.
Apa yang selama ini dibayangkannya mengenai tubuh Tiang memang benar. Tinggi, tegap, dan berdada bidang, Tiang tampak sangat jantan dan perkasa bertelanjang dada seperti itu. Kulitnya yang gelap menambah wibawa penampilannya. Namun yang paling membuat mata Kevin terbelalak terpesona adalah lipatan ketiak Tiang yang selama ini belum pernah dilihatnya. Sangat seksi dengan bulu-bulu hitam yang tumbuh lebat, apalagi saat itu dalam keadaan basah oleh keringat.
Kevin tidak lagi dapat menahan dirinya. Segera dia menciumi dada Tiang, dijulurkannya lidahnya untuk menjilati keringat yang membasahi tubuh Tiang. Aroma tubuh Tiang terasa sangat khas pria: jantan, tajam, dan kuat. Tiang memejamkan matanya menikmati perlakuan "istri baru"nya pada tubuhnya sambil sesekali terdengar suara lenguhan berat keluar dari mulutnya.
Lidah Kevin terus bergerak menjilati setiap jengkal tubuh Tiang. Kini dia beranjak turun menjilati perut Tiang yang meski tebal namun rata. Di pulas-pulasnya daerah di sekitar pusar Tiang yang berbulu sambil sesekali lidahnya menjulur masuk ke lubang pusar Tiang. Tiang mengerang hebat setiap kali ini terjadi.
Kevin berlutut di hadapan Tiang dan membenamkan wajahnya pada daerah kemaluan Tiang. Ditelusurinya batang kontol Tiang yang tersembul dan tercetak pada celana seragamnya yang ketat. Tiang berusaha melepaskan ikat pinggangnya namun Kevin mencegahnya dan berkata..
"Biar aku saja yang melakukannya Mas. Ini tugas seorang istri."
Kevin melepaskan ikat pinggang Tiang dan membuka kancing serta restleting celananya. Terlihatlah celana dalam Tiang yang berwarna putih dan tampak menggembung oleh kontol yang menonjol di baliknya. Tiang membantu Kevin memerosotkan sedikit celana seragam dan celana dalamnya sehingga kini batang kontolnya tersembur keluar. Terayun-ayun dalam keadaan semi ngaceng di depan wajah Kevin persis seperti yang selama ini dikhayalkan olehnya. Besar, panjang, berotot, dan berwarna hitam, penampilan kontol Tiang tampak sama berwibawanya dengan pemiliknya. Bagian pangkalnya ditumbuhi lebat oleh bulu-bulu hitam keriting. Aroma yang keluar dari sana membuat Kevin mabuk kepayang.
Dijulurkannya lidahnya menjilati bagian kepala kontol Tiang yang bersunat dan berwarna keunguan. Disapu-sapukannya lidahnya pada lubang kencing di ujung kepala kontol itu. Terus dijilatinya batang pelir itu sampai ke bagian pangkalnya. Diciuminya rerimbunan bulu jembut Tiang lama-lama seolah hendak menghirup habis aroma kejantanannya.
Kemudian digenggamnya kontol itu dan diangkatnya sedikit sehingga kini biji pelir Tiang yang sebesar bola tenis terlihat di hadapannya. Dibukanya mulutnya lebar-lebar seolah hendak ditelannya keseluruhan biji pelir Tiang. Namun selebar apapun Kevin membuka mulutnya, biji pelir itu tetap terlalu besar untuk dapat masuk ke dalam mulutnya seluruhnya. Akhirnya dia hanya menjilatinya sambil dikocok-kocoknya kontol yang berada dalam genggaman tangannya.
Tiang hanya melenguh dan mengerang dengan suara berat selama ini. Kini tiba-tiba dia menjadi beringas. Di pegangnya kepala Kevin agar tetap di tempat, kemudian perlahan namun pasti didorongnya masuk batang kontolnya ke dalam mulut Kevin. Tampaknya mustahil jika keseluruhan batang kontol yang besar dan panjang itu dapat masuk ke dalam mulut Kevin, tetapi itulah yang terjadi. Tiang membiarkan Kevin sejenak agar dapat membiasakan diri dengan kontolnya dalam mulutnya, lalu perlahan-lahan pinggulnya bergerak maju dan mundur sehingga batang kontolnya keluar masuk dalam mulut Kevin. Kevin harus membuka mulutnya lebar-lebar agar dapat mengakomodasi seluruh batang kontol Tiang jika dia tidak mau tersedak.
Tiang mulai mempercepat gerakan pinggulnya mengentot mulut Kevin. Maju-mundur, keluar-masuk, kadang-kadang diputarnya pinggulnya sehingga kontolnya turut berputar dalam mulut Kevin. Biji pelirnya menghantam dagu Kevin setiap kali batangnya menghunjam masuk. Lidah dan langit-langit Kevin tergilas habis oleh kontol Tiang bahkan sampai hampir menyentuh dinding kerongkongannya.
Semakin lama gerakan Tiang semakin cepat. Bahkan kadang-kadang kepala Kevin ikut digerakkannya maju dan mundur seolah-olah hendak mendapatkan semua kenikmatan yang dapat diperolehnya dengan mengentoti mulut kekasihnya itu.
Sampai suatu saat Kevin memuntahkan kontol Tiang dari dalam mulutnya. Dia tidak sanggup lagi menelannya. Otot-otot pipi dan mulutnya sampai terasa sakit karena harus bekerja keras. Dia menduga kini mulutnya menjadi lebih lebar beberapa centimeter akibat dientot oleh pria idamannya itu.
Bersambung . . . .