My Story - 2

"Hmm.." aku menggeliat ketika kurasakan seseorang membelai wajahku.
Kubuka mata dan kulihat Ravi tersenyum ke arahku. Kubalas tersenyum dan melihat ke arah jam weker di samping tempat tidurku, sudah pukul 06:15 gumamku dalam hati. Kulihat Ravi sedang mengenakan celana panjangnya, dia sudah kelihatan rapih walau mungkin pagi itu dia hanya mencuci wajahnya saja.
"Bang, aku pulang dulu yah..? Boleh nggak lewat kamar atas Bang..? Soalnya biar nggak ketahuan pulang pagi nih..!" katanya ringan.
"Oke.., tunggu sebentar." jawabku sambil mengenakan pakaianku.
Kulihat dia tersenyum ke arah batang kejantananku yang pagi itu sudah berdiri dengan kokohnya. Aku hanya tersenyum juga ke arah dia, dan aku berjalan ke lantai dua untuk membukakan pintu ke arah balkon.

"Thanks, Bang..!" ucapnya sambil mencium pipiku.
Setelah pintu kukunci kembali, aku bersiap untuk mandi, karena pagi itu harus ke kantor. Kulihat tempat tidurku yang berantakan dan jelas terlihat noda-noda bekas air mani kami semalam yang sudah agak mengering. Aku sempatkan mengganti seprei dan sarung bantal dan kuminta Rahmat untuk mencucinya.

"Pak Donny, ini ada beberapa surat yang harus Bapak tanda tangani. Diantaranya surat kesediaan membawa fasilitas mobil dan laptop setelah jam kerja selesai." jelas Sri sambil menyodorkan dan membuka map berisi surat yang harus kutanda tangani.
Setelah kuperiksa dan kutanda tangani map itu, kukembalikan kepada Sri. Wah.., lumayan, gumamku dalam hati, berarti aku tidak perlu repot lagi memikirkan kendaraan jika aku ada keperluan mendesak.

Pukul 17:45 ketika aku melirik Bvlgari, jam tangan yang melilit di lengan kiriku. Kubunyikan klakson, Rahmat tergesa-gesa membuka gerbang dan pintu garasi. Kuparkirkan "Taruna" metalik fasilitas yang kudapat dari kantor dengan hati-hati. Ketika kuberjalan menuju pintu, kulihat Pak Raju, Bu Rani, Raja dan Ravi sedang istirahat sore di teras rumah mereka. Kusempatkan menyapa mereka, Pak Raju bangkit berdiri dan mendatangiku.
"Wah.., sudah mendapat mobil nih rupanya Nak Donny."
"Iya nih, Pak Raja, fasilitas dari kantor." jawabku.
Setelah ngobrol beberapa saat, aku pamit kepada mereka, Ravi hanya tersenyum manis ke arahku sambil mengedipkan matanya. Rupanya dia belum mau keakraban kami diketahui keluarganya.

Setelah mandi dan merapihkan diri, aku berniat menggunakan laptop untuk membuat laporan di ruang kerjaku. Setelah kuperiksa, ternyata laptop tersebut dilengkapi fasilitas fax modem, sehingga dapat dipergunakan untuk akses ke internet. Kuputuskan membuat laporan esok hari di kantor saja, kupersiapkan keperluan akses. Dan setelah kucoba, ternyata berhasil untuk akses melalui Telkomnet. Kubuka situs-situs yang kerap kukunjungi, tentu saja situs gay yang aku hapal betul alamat homepage-nya.

Sedang asyik aku surfing, terdengar ketukan pintu. Kulihat Rahmat membukakan pintu, dan ternyata Ravi sudah muncul di depan pintu. Aku tersenyum dan kugerakkan tanganku memanggilnya untuk menyusulku ke ruang kerja. Dia kelihatan ganteng sekali malam ini, dengan setelan turtle neck dan jeans ketat berwarna hitam.
"Sibuk Bang..?" sapanya setelah duduk di kursi di depan meja kerjaku.
"Ah.. nggak, aku lagi surfing nih.., sini lihat deh, pasti kamu suka..!" jawabku mempersilakannya berdiri di sampingku.
"Oh.., situs ini, aku sering juga Bang surfing di sini.." katanya datar.
Akhirnya kami berdua asyik membuka berbagai situs yang kami rasa dapat menambah wawasan tentang dunia gay. Kulirik Bvlgary-ku, sudah pukul 21:30. Tidak terasa sudah malam, kuputuskan untuk berhenti dan mengajaknya untuk makan malam di luar.

Kuparkirkan mobil di pelataran hotel di bilangan Bundo Kandung, dan kami berdua melangkah masuk ke arah restaurant.
"Silakan Pak..!" sambut pelayan di hotel termegah di kota Padang itu.
Aku memesan beef steak menu kegemaranku, dan Ravi memesan chicken steak. Kami berdua ngobrol dengan akrab diiringi group musik lokal yang kualitas vokalnya tidak kalah dengan penyanyi ibu kota.
"Kamu sudah punya boy friend, belum Vi..?" tanyaku setengah berbisik.
"Sudah pernah punya, Bang. Tapi 2 bulan yang lalu kami putus karena dia suka kencan sana-sini. Sedangkan aku tipe yang setia, aku hanya ingin terikat hubungan dengan satu orang. Menghindari penyakit juga khan, Bang.." jawabnya.
"Wah.., gaya Pak dokter kalau bercinta.." candaku.
Ravi hanya tergelak kecil. Beberapa kali kami menyapa teman-teman kami yang kebetulan lewat, ternyata Ravi cukup luas juga pergaulannya, di hotel bintang empat ini banyak juga yang dikenalnya. Setelah makan desert yang dihidangkan, kami putuskan untuk beranjak dari hotel, dan berputar sejenak di kota Padang yang malam ini terasa panas.

Ketika melewati jalan Batang Arau, handphone Ravi berdering dan Ravi memintaku untuk parkir sejenak.
"Iya Ma, ini Ravi. Sedang di hotel bersama Bang Donny, iya sudah pukul 12:00, tapi tanggung nih acaranya. Iya kunci aja, nanti Ravi lewat balkon Bang Donny aja. Iya Ma..!" Ravi mematikan handphone dan tersenyum ke arahku.
"Mama, Bang.."" kata Ravi memecah kebisuan kami.
"Tadi aku udah pamit mau main ke rumah Abang, makanya Mama nggak cemas. So.., kemana lagi nih kita..?"
Aku tersenyum, "Kemana yah..?" jawabku sekenanya.
"Abang kenapa..? Capek lagi nih.., apa perlu kupijit lagi..?" kata Ravi sambil mengelus pahaku.
Aku tersenyum mendengar pancingan Ravi, dan Ravi tersenyum manis menggodaku.
"Ok deh Ravi.." jawabku akhirnya.

Setelah kuparkirkan Taruna di garasi dan kukunci semua pintu, aku membawa Ravi masuk ke kamarku. Rahmat sudah tidak terdengar lagi suaranya.
"Pasti sudah tidur." pikirku.
Ketika kami berdua sudah di dalam kamar, kuputar instrument Yani, dan kukunci pintu. Malam ini dia sudah mulai berani, Ravi telah membuka pakaian dan celana jeans-nya, dan hanya mengenakan celana dalam mini Rainbros berwarna hitam, dia tersenyum ke arahku.
"Silakan berbaring tuan, hamba sudah siap.." ujarnya lucu.
Aku juga segera membuka baju dan celanaku, aku juga mengenakan celana dalam saja dan langsung berbaring. Ravi memulai pijatannya dengan baby oil.

Seperti saat pertama dia melakukannya, pijatannya membuatku terangsang. Ketika dia memintaku telentang, tonjolan batang kejantananku yang terangsang hebat tidak dapat kusembunyikan. Dia tersenyum dan menggodaku sambil mengelus batang kejantananku.
"Buka aja deh sekalian, nggak muat nih celananya nampung bebannya.." kata Ravi.
"Silakan aja Say..!" jawabku menikmati service-nya.
Akhirnya seluruh tubuhku tidak lepas dari pijatannya yang sensasional. Mulai dari kepala sampai ujung kaki dia pijat, bahkan batang kejantananku pun diurutnya sampai cairan precum terlihat di ujungnya. Ketika kulirik batang kemaluan Ravi, ternyata setengahnya sudah berada di luar celana dalamnya yang mini.
Kuulurkan tanganku menggapainya, "Ini juga udah nggak tahan yah..?" kataku.
"Iya nih.., pengen main ama temennya.." jawab Ravi.

Akhirnya aku yang memulai permainan ini, kuajak dia untuk naik ranjangku, kubuka celana dalamnya dan kulumuri tubuhnya dengan baby oil sambil memberikan rangsangan di sekitar puting susunya. Kami bergumul sambil saling meremas kemaluan kami, dan ciuman Ravi yang hangat membakar nafsuku. The Metropolitan by Yani masih terus mengalun memenuhi kamarku, sentakan iramanya seiring dengan sentakan kami dalam mengayuh nafsu.

Setelah puas dengan berbagai rangsangan, kami mengambil posisi 69. Dengan rakus Ravi yang berada di atasku melumat batang kejantananku. Aku masih ragu untuk melakukan oral terhadap Ravi, tetapi melihat keseriusan Ravi dalam kencan ini, aku tidak tega untuk mengecewakannya. Akhirnya untuk pertama kali sebatang kemaluan masuk ke dalam mulutku, dan aku mengimbangi Ravi dalam mencapai kepuasan. Tangan Ravi yang liar bergerilya di setiap lekuk sudut tubuhku, membuatku begitu dekat dengan klimaks.
"Ohh.., ahh.., Ravi aku mau keluarr..!" ucapku tertahan.
Ravi tidak menjawab malah memperkuat kocokan dan hisapannya, "Ooohh.., oh.." hanya itu yang keluar dari mulutku sambil menaikkan pantatku ketika orgasme itu akhirnya datang.

Ravi menghisap dan menjilati air maniku dengan rakusnya, sehingga tidak ada yang tercecer. Aku terbaring lemas setelah melewati puncak terindah itu, kulihat Ravi tersenyum puas sambil memilin batang kemaluannya dan membersihkan bibirnya. Aku tersadar Ravi belum mencapai puncak, aku ikut memegang dan mengocok batang kemaluannya yang super itu.
"Kalau boleh, aku ingin "memasuki" Abang malam ini.." kata Ravi dengan nafas memburu sambil menciumi leherku.
"Caranya gimana..?" tanyaku.
Ravi membaringkanku pada pinggir ranjang hingga kakiku menjuntai ke lantai. Sambil berjongkok di lantai, dia merangsang anusku dengan menjilat, menciumi dan memasukkan jarinya ke anusku. Dengan baby oil, jari-jari itu lincah keluar masuk anus, mulai dari satu, dua dan tiga jari akhirnya dapat melenturkan anusku.

Aku kembali merasakan kenikmatan yang kembali merangsangku. Batang kejantananku kembali bangkit, dengan baby oil kukocok sendiri. Ravi bangkit sambil terus mengocok batang kemaluannya. Dengan gerakan tangan dia meminta ijinku untuk memasukkan batang kemaluannya ke anusku. Aku mengangguk sambil menunggu kelanjutannya. Perlahan-lahan dia memasukkan batang kemaluannya, senti demi senti dia tekan batangnya itu memasuki anusku yang masih perawan. Ada rasa sakit yang kurasakan, tetapi dengan kelincahan Ravi, akhirnya batangnya tenggelam dalan anusku. Dan ketika dia mulai mengenjotnya, ada sensasi dahsyat yang kurasakan seiring dengan dorongan dan sentakannya, batang kejantananku yang kugenggam pun sudah mendapatkan rangsangan yang luar biasa.

Beberapa menit telah berlalu, Ravi terus berusaha menggapai puncak. Tangannya yang kanan menekan pantatnya, sedang yang kiri berada di pahaku.
"Ohh.. ahh.. ohh.." seiring desahannya, gerakannya semakin cepat dan akhirnya dengan hujaman yang keras, dia meregang mencapai puncak itu.
Aku pun sudah tidak tahan dengan air mani kedua yang akan keluar, akhirnya desahan kami berdua berpadu menggapai puncak. Ravi berbaring di atasku, aku tersenyum sambil mengelus kepalanya dan mencium pipinya.
"Thank you Honey..!" bisiknya.
Kami mengatur posisi tidur kami, akhirnya malam itu Ravi menginap lagi di rumahku. Dan pagi harinya seperti sebelumnya, dia melewati balkon atas untuk masuk ke kamarnya, dan seperti sebelumnya, dia menciumku sebelum kami berpisah.
"Oh Ravi.., kamu sudah merubah hari-hariku.." gumamku dalam hati.

Tamat