Sesama Pria
Tuesday, 15 December 2009
Guruku Juventius
Kami semua memanggilnya Pak Juve. Dia guru yang baik, bahkan terlalu baik, sampai-sampai banyak murid bandel ogah mendengarkannya di kelas. Saya agak kasihan dengannya, sebab saya menyukainya. Bahasa Inggris memang pelajaran favoritku, maka saya sangat menikmati kehadirannya di kelas. Pak Juve memiliki sebuah kebiasaan 'unik'. Sewaktu mengajar di depan kelas, dia suka sekali memegang-megang ikat pinggangnya dan terkadang perutnya. Bagiku, hal itu sangat sensual. Kontolku sering ngaceng melihatnya begitu. Hubungan kami pun sangat baik sebab saya termasuk murid kesayangannya. Suatu hari, dia mengajakku ke rumahnya.
"Bapak butuh bantuan kamu untuk memasukkan nilai-nilai ulangan ke buku nilai," katanya, tersenyum manis padaku.
Saya tidak keberatan karena Pak Juve bersedia menyediakan transportasi. Pak Juve naik motor, maka saya berkesempatan memeluk pinggangnya. Aahh.. Nikmat sekali. Sepanjang perjalanan, kontolku ngaceng berat, membayangkan bercinta dengannya. Precum sudah membasahi celana dalamku, basah sekali.
Sesampainya kami di rumahnya, Pak Juve mempersilahkanku duduk di sofa sementara dia berganti pakaian. Agak gugup, saya menurutinya. Sementara itu benjolan di celana panjang abu-abuku sudah besar sekali. Pak Juve melihatnya sekilas dan hanya tersenyum saja, tapi saya merasa sangat malu. Ketika duduk, tonjolan itu masih saja terlihat. Terpaksa kututupi dengan tangan. Tapi tanpa sengaja, saya malah menyebabkan cairan precum, yang sudah membasahi celana dalamku, menembus ke celana abu-abuku.
Maka nampaklah bercak-bercak basah yang kontras sekali dengan celanaku. Pak Juve keluar beberapa menit kemudian dan saya hanya melongo saja. Bagaimana tidak melongo? Dia keluar hanya dengan sehelai handuk di pinggang! Dia tidak mengenakan pakaian sama sekali. Saya menelan ludah saat Pak Juve yang kucintai itu duduk di sampingku. Diam-diam, saya mencuri pandang dan menikmati pemandangan indah yang disuguhkannya. Pak Juve hanya seorang pria biasa, badannya biasa-biasa saja. Tapi dadanya kelihatan sangat seksi dengan puting coklat yang berdiri. Ingin rasanya kuremas dadanya itu. Untuk beberapa saat, kami berdua hanya duduk tanpa bicara.
"Kamu tidak perlu menutupi tonjolan itu," katanya tiba-tiba, seraya memegangi tanganku. Tentu saja saya terkejut tapi juga sekaligus senang.
"Kamu tidak perlu malu sama Bapak. Lagipula, Bapak juga laki-laki. Bapak sering tegang juga. Itu hal yang normal." Lalu dengan lembut, dia memindahkan tanganku dan tersingkaplah tonjolanku itu. Pak Juve hanya tertawa kecil melihatnya.
"Wah, kelihatannya kamu 'panas' sekali yach?" Saya tertunduk, malu sekali. Tiba-tiba, hal yang di luar dugaan terjadi lagi. Pak Juve mengelus-ngelus tonjolanku itu. Astaga, dia menyukai kontol.
"Bapak tahu kamu sering melihat Bapak di kelas. Bapak juga sering melihat kamu. Tapi baru saat ini, Bapak berani menumpahkan isi hati Bapak kepadamu, Endy. Bapak suka kamu. Bapak sayang kamu."
Jantungku berdegup kencang mendnegar pengakuan jujurnya itu. Ingin rasanya saya menciumnya, tapi saatnya belum tepat. Kupandang wajahnya dan kukatakan dengan jujur tentang perasaanku.
"Pak Juve, saya juga sayang ama Bapak. Saya ingin bercinta dengan Bapak."
Tanpa menjawab, Pak Juve langsung memelukku dan mengelus-ngelus tubuhku. Bibirnya mencium-cium wajahku. Kurasakan napasnya yang hangat mendarat di wajahku. Saya tidak butuh jawaban, saya tahu perasaannya. Pak Juve juga menginginkanku sebesar saya menginginkannya.
"Aahh.. Aahh.." desahku, kuelus-elus punggungnya yang telanjang. Ah, hangat sekali tubuhnya.
"Pak.. I love you.." bisikku, menciumnya balik.
"Oohh.. I love you, too, Endy.. Aahh.. Kamu seksi.. Oohh.."
Pak Juve mulai menelanjangiku. Sambil menciumku, kedua tangannya menjalar ke seragamku dan membuka kancing kemejaku. Setelah terbuka, saya segera melepaskannya dan melemparnya ke sudut ruangan. Kini dadaku terbuka dan Pak Juve dapat menikmatinya. Bagaikan bayi yang lapar, dia menyerang putingku dan dengan rakus dia menjilat-jilatnya. Saya melenguh-lenguh keenakkan seraya menggeliat-gelait. Putingku memang sangat sensitif. SLURP! SLURP! bunyi suara lidahnya. Kedua putingku langsung menegang, seksi sekali. Sesekali Pak Juve menggigit dengan lembut kedua putingku, membuatku makin liar.
"Aahh.. Oohh.. Enak banget.. Aahh.. Jilat terus.. Aahh.." erangku seraya memeluk kepalanya.
"Aahh.." Jilatan-jilatan lidah Pak Juve benar-benar membuatku kelojotan.
Saya harus berpegangan padanya agar saya tidak jatuh dari sofa. Tahu bahwa putingku sensitif, Pak Juve malah semakin beringas.
"Aahh.. Aahh.. Aahh.." Badanku menggelepar-gelepar seperti ikan kehabisan air. Rasa nikmat yang teramat sangat menyetrum tubuhku.
Puas mengerjai putingku, Pak Juve bergerak turun. Lidahnya bagaikan kain pel menyapu permukaan kulitku. Pusarku juga tak luput dari jilatan mesranya, meninggalkan bekas air liur. Lidahnya kemudian bergerak ke celana panjangku. Dengan tangkas, Pak Juve melepas celana panjangku. Saya bekerjasama dengannya sehingga celana itu terlepas seluruhnya kurang dari semenit. Celana dalamku yang belepotan precum juga ikut dilepas sehingga saya sudah telanjang bulat bagaikan bayi yang baru lahir. Kontolku menjulang tinggi di depan wajah Pak Juve.
"Penis kamu indah, Endy. Bapak suka," komentarnya.
"Bapak paling suka kontol," katanya lagi.
Lalu Pak Juve menelan kontolku yang berdenyut-denyut. Tanpa ampun, kontolku diemut habis dan dijilati. Saya hanya bisa mengerang-ngerang seraya meremas-remas kulit punggungnya. SLURP! SLURP! Pak Juve sangat menikmati kontolku. Kulupnya menutupi kepala kontolku ditarik ke bawah dan mulutnya mengerjai kepala kontolku yang teramat sensitif itu. Saya mengejang-ngejang, menahan nikmat.
"Aahh.. Oohh.. Pak.. Hampir muncrat.. Aahh.." Saya mengerang dan menggeliat.
Tak ada kata yang tepat untuk menggambarkan rasa nikmat yang dia berikan kepadaku. Hisapannya yang bertenaga dan lidahnya yang hebat telah melayangkanku ke awang-awang. Ketika saya hampir muncrat, Pak Juve mundur dan melepaskan hisapannya. Saya terengah-engah, menenangkan diriku. Saya tak ingin ngecret sebelum acara utama dimulai.
Posisi kami bertukar. Kini Pak Juve duduk di sofa sementara saya berlutut di depan kontolnya. Handuk yang tadi meliliti pinggangnya sudah dilepas. Kontol Pak Juve luar biasa tegang sampai-sampai kepala kontolnya berkilauan. Kulupnya sudah tertarik ke bawah. Kepala kontol yang berkilauan itu menatapku dengan lubang kontolnya. Langsung saja kujilati kontol Pak Juve naik turun seperti menjilat batang permen. Pak Juve hanya mengerang-ngerang tertahan seraya meremas-remas rambutku.
"Hhoohh.. Hhoohh.. Hhoohh.." desahnya. Bola matanya naik ke atas dan kemudian matanya terpejam rapat-rapat. Tangannya membimbing kepalaku agar saya dapat memberikan kepuasan lebih pada kontolnya.
Bosan menjilat, saya siap mengulum. Mulutku kubuka selebar-lebarnya dan kontolnya pun masuk. Mm.. Enak sekali. Mulutku penuh dengan kontolnya sehingga nampak menggembung. Saya mulai menghisap kontol itu dan menyodomi mulutku sendiri. Mulutku bergerak naik-turun batang kontol Pak Juve, membuatnya mengerang penuh kenikmatan.
"Aahh.. Aahh.. Hisap terus.. Hhoosshh.. Oohh.. Hisap kontol bapak.. Aahh.." Tiba-tiba kontolnya meledak!
"AARRGGHH!!" teriaknya.
CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Karena terkejut, saya melepaskan kontolnya. Saya bukannya jijik untuk menelan sperma, tapi saya belum siap. Jika kupaksakan, saya pasti tersedak. Kontol Pak Juve menyemburkan pejuh dengan liar seperti selang air yang tak terkendali. Sperma hangatnya melumuri wajahku. Aahh.. Nikmat dan hangat. Sebagian yang berada di bibirku, kujilati habis.
"AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" Pak Juve terus mengerang dan membiarkan kontolnya menguras habis isi spermanya. CCROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!!
Ketika semuanya usai, saya merasa seperti 'cum pig'. Cum pig yang berarti babi pejuh adalah istilah untuk pria homoseksual yang gemar wajahnya atau badannya diciprati pejuh. Wajahku nampak keputih-putihan karena pejuh Pak Juve, tapi sya merasa seksi sekali. Saya senang bisa memuaskan nafsunya. Pak Juve memang sudah lemas tapi dia masih bernafsu.
Saya dibaringkan di atas sofa dengan kedua kaki terangkat lebar-lebar. Anusku yang perjaka berkedut-kedut penuh nafsu. Saya menantikan saat-saat indah itu. Pak Juve tersenyum mesum padaku saat kontolnya yang besar memulai ekspedisi menuju lubang pelepasanku.
"AARGGHH!!" erangku, sakit sekali.
Lubang anusku terasa seperti disobek. Rasa perih membakar anusku saat kontol itu bergerak semakin ke dalam. Perasaan aneh seakan-akan saya akan buang air besar memenuhi pikiranku. Saya tahu hal itu dikarenakan anusku tak terbiasa dengan sebatang kontol di dalamnya.
"AARRGGHH!!" erangku lagi, air mata mulai keluar. Saya berusaha menahan sakit namun saya tak bisa.
"Aahh.. Aahh.." desah Pak Juve keenakkan.
"Tahan, Endy.. Aahh.. Nanti juga enak, kok.. Oohh.. Tahan yach, sayang.. Aahh.. Bapak sayang kamu.. Aahh.." Pak Juve membelai-belai wajahku.
Saya merasa damai sekali dibelai olehnya. Rasa sakitku mulai berkurang seiring berjalannya waktu. Pak Juve masih terus memompa lubangku dengan penuh nafsu. Keringatnya berjatuhan di atas tubuh telanjangku. Saya merasa sangat 'telanjang' di hadapannya, dengan kontolnya sedang menyodomi anusku.
"Aahh.. Lubangmu enak sekali.. Aahh.. Ketat.. Oohh.." Karena saking nafsunya, kontolnya terlepas. Sambil mengeluh kecewa, Pak Juve kembali berniat untuk menusukkan kontolnya masuk ke dalam anusku.
"Hhohh.. Hhoohh.. Hhoohh.." Saya mendesah-desah, menahan sakit.
Saya merasa bahwa mendesah sambil dingentotin itu sangat membantu mengurangi rasa sakit. Dapat kurasakan kontol Pak Juve bergerak masuk kembali centi demi centi dan akhirnya batang itu sudah masuk semua. Selama beberapa menit, saya dibiarkan untuk beristirahat dan membiasakan diri dengan kontolnya itu. Kontolku sendiri ngaceng berat, tegak menjulang, dan terus-menerus mengeluarkan precum. Kukocok-kocok sebentar dan Pak Juve pun membungkukkan badannya untuk memberiku sebuah ciuman sayang.
"Kamu cakep sekali, Endy.. Dan pantatmu.. Aahh.. Sempit banget.. Aarrggh.. Fuck!" komentarnya, setengah meringis menahan nikmat. Kedua telapak tangannya menjelajahi dadaku. Ketika mereka menemukan putingku, tanpa ampun, putingku dipermainkan.
"Aarggh.. Aahh.. Oohh.. Aahh.." desahku, menggelinjang-gelinjang. Putingku memang amat sangat sensitif. Untuk sesaat, Pak Juve mengira saya sedang kesakitan, tapi belakangan dia mengerti.
"Aahh.. Pak Juve.. Mainin puting saya.. Aahh.. Tarik aja.. Aargghh.. Putar.. Uugghh.. Saya horny banget.. Aarrgghh.. Fuck me again.." Tanpa sadar, saya mengucapkannya. Saya memintanya untuk mengentotin pantatku yang haus kontol itu.
Pak Juve hanya tersenyum mesum saja sambil mencubiti kedua putingku yang keras melenting.
"OK, saya akan mengentotin pantatmu yang enak ini, ini lubang terenak yang pernah Bapak ngentotin.. Aahh.." Lalu dengan itu, sang guru idolaku pun kembali menggenjot pantatku.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.." Kontolnya kembali melubangi pantatku seperti bor. Tanpa ampun, kontolnya menyerang masuk dan keluar dengan cepat. Hentakan pinggulnya begitu bertenaga sampai-sampai sofanya berderit-derit seperti pintu rusak. Keringatnya menetes turun, membasahi wajah dan badanku yang juga tak kalah berkeringat.
Seperti pelacur murahan, saya mengerang-ngerang keenakan. Tubuhku terdorong-dorong oleh hentakan kontolnya.
"Aarrggh.. Aarrgghh.. Fuck me.. Aahh.. Ngentotin saya Pak.. Aahh.. Kerasan lagi.. Yyaahh.. Aarrgghh.. Lebih dalam.. Aahh.. Enak banget.. Aarrgghh.." Setiap kali kontol itu memasuki lubang anusku, kepalanya menghantam prostatku. Rasanya tak terbayangkan. Rasa nikmat menguasai tubuhku dan kontolku pun terus-menerus mengalirkan precum dalam jumlah yang sangat luar biasa.
"Aarrggh.. Yyeeaahh.. Ngentotin terus, Pak.. Aarrgghh.. Yyeeaahh.. Ngentot.. Aarrgghh.." Tekanan-tekanan pada prostatku sangat luar biasa, memaksa pejuhku untuk muncrat keluar tanpa kusentuh.
"Aarrgghh.. Aarrgghh.." erangku sambil mengejang-ngejang. Dapat kurasakan bahwa orgasmeku akan tiba sebentar lagi.
"Aarrgghh.. Pak.. Mau ngecret.. Aarrgghh.."
"Uugghh.. Keluarkan aja, Endy.. Aahh.. Biarkan Bapak melihat.. Oohh.. Kontolmu ngecret.. Aahh.. Keluarkan sja.. Ayo, Endy.. Aahh.. Demi Pak Juve yang kamu cintai.. Aahh.. Keluarkan sekarang.." desak Pak Juve, masih merem-melek mengentotinku. Napasnya terasa berat dan memburu-buru.
"Aarrgghh.. Baik, Pak.. Aarrgghh.. Ngecret.. AARRGGHH!!" Dengan sebuah erangan panjang bak lenguhan seekor lembu, saya pun berejakulasi.
CCRROOTT!! CCRROTT!! CCRROOTT!! CCRREETT!! Pejuhku muncrat berhamburan ke mana-mana. Sebagian besar mendarat kembali ke atas tubuhku; sebagian lagi mengotori tubuh Pak Juve. Rasa nikmat menggucang seluruh tubuhku. Tubuhku mengejang-ngejang seperti orang krasukan, namun Pak Juve menindihnya dan menolongku untuk menikmati orgasmeku.
"AARGGH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH!!" erangku, mengikuti ritme ejakulasi kontolku. Fantastis sekali bisa ngecret tanpa menyentuh kontol! Pak Juve memang top, bisa memberiku orgasme. Aahh.. Dia memang pria yang sungguh jantan, meksipun penampilan luarnya tidak mengindikasikan hal itu.
"AARRGGHH!! Bapak sampai, Endy.. Aarrgghh.. Terimalah.. Uugghh.. Terimalah pejuh Bapak.. Aarrgghh.. Kamu milikku, Endy.. AaAARRGGHH..!!" Dan Pak Juve pun akhirnya berejakulasi juga. Kontolnya mendadak membesar lalu menembakkan cairan kejantanannya bertubi-tubi.
"AARRGGHH!! OOHH!! AARRGGHH!! AARRGGHH.." erangnya, menggelinjang-gelinjang. Tubuhku jadi ikut terguncang karena Pak Juve berejakulasi di dalam tubuhku. Jika pria bisa hamil, saya iklas dihamilin oleh Pak Juve.
"Aarggh!! oohh!!" erangnya seperti kuda jantan yang masih liar. Kontolnya masih sibuk menyemprotkan pejuh ke dalam liang pembuanganku. CCRROOTT!! CCRROOTT!! CCRROOTT!! Saya hanya bisa melenguh keenakan, merasakan kehangatan di dalam tubuhku saat pejuh Pak Juve membanjiriku.
"Aahh.." desahnya setelah semuanya berakhir. Pelan-pelan, kontolnya ditarik keluar. Pejuhnya ikut mengalir keluar, membasahi sofa.
"Pak, saya cinta ama Bapak," kataku tiba-tiba.
Kupandangi wajahnya yang tampan itu dengan penuh cinta, mengharapkan agar dia sudi membalas cintaku. Dan di luar dugaan, Pak Juve menyambutku. Bibirnya kembali ditempelkan pada bibirku dan kami pun berciuman mesra selama beberapa menit. Kembali, lidah kami bertarung dan air liur kami pun saling bertukaran. Oh, saya hanya ingin memilikinya saja.
Setelah berciuman, Pak Juve berkata.
"Bapak juga sayang ama kamu. Kalau tidak, buat apa Bapak mau mengentotin kamu barusan? Nanti, kamu nginap di sini saja, yach? Kita bisa bercinta lagi malam ini. Bapak mau kamu menjadi pasangan hidup Bapak. Mau 'kan?"
"Pak Juve.." tangisku, bahagia sekali.
Kupeluk tubuh bugilnya yang bersimbah keringat dan kucium-cium dadanya. Ah, akhirnya impianku untuk memiliki dirinya tercapai.. Pak Juve, I love you..
*****
Kudengar sekarang Pak Juventius di Amerika menjadi manager sebuah restoran. Sampai kapan pun, Pak Juve tetap menjadi guru Inggris idolaku.
Tamat