Sesama Pria
Friday, 11 December 2009
Kisah gayku
Suatu malam aku tersadar karena merasa geli-geli sedap di bagian kemaluanku. Aku terbangun dan mendapati sepupuku sedang mengulum batang kemaluanku yang masih kecil. Karena aku terbangun, maka dia semakin menjadi. Dia kemudian menelanjangiku dan dia juga bertelanjang ria. Dia terus bermain di alat vitalku. Aku terbelalak melihat batang kejantanannya yang besar (17 cm, umurnya 18 tahun), maklum posisi kami waktu itu 69. Aku mulai terangsang melihatnya. Agak ragu aku memegang rudalnya, ternyata cukup keras dan hampir tidak dapat kugenggam dengan satu tanganku. Aku mulai mengelus dan mengurut, ternyata hal itu membuat dia makin bernafsu.
Aku terus mengocoknya. Setelah agak lama, keluarlah cairan yang awalnya aku belum tahu apa itu. Setelah dia keluar, dia kemudian mengolesi batang kemaluanku dengan cairannya, kemudian dia mengarahkan batang kemaluanku ke anusnya.
Dengan setengah berbisik, dia bilang, "Ayo Nat..! Masukkan, oh.. cepat.. aku udah nggak tahan.."
Dengan lugunya kumasukkan batang kemaluanku, dan, "Bless.." batang kemaluanku meluncur tanpa hambatan, soalnya pada usiaku tersebut, kemaluanku masih kecil. Lama-lama aku menikmatinya. Aku bergoyang terus di atas punggungnya dengan nafas yang menggebu diiringi dengan desahan sepupuku tersebut (kita sebut namanya Ucok). Dan tiba-tiba rasanya ada yang terdesak dari batang kemaluanku. Kemudian sepertinya aku mengeluarkan sesuatu, tadinya kupikir itu adalah kencing, tahunya setelah selesai bermain, aku memegang kemaluanku yang ternyata cairan itu licin. Begitulah hari-hari kulewati dengan Ucok.
Suatu malam aku tiba-tiba terbangun karena ada sesuatu yang menyumbat mulutku, ternyata Ucok telah memainkan batang kejantanannya ke mulutku, awalnya aku merasa jijik, namun karena sedikit dipaksa, maka aku telah mengulum rudalnya yang begitu besar bagi mulutku. Hampir aku tersedak kehabisan nafas. Awalnya aku tidak mau, namun kerana terus dipaksa di dalam mulutku, akhirnya aku menyerah juga. Kukulum habis rudalnya, kubuat seperti memakan es mambo.
Umurku terus bertambah dan batang kemaluanku pun telah menyamai besar rudalnya pada saat aku duduk di kelas 1 SMP, mungkin karena hampir setiap malam dilatih oleh Ucok. Saat aku di SMP, sepupuku tersebut sudah bagaikan pasangan yang tidak terlepaskan. Setiap ada kesempatan, pasti kami melakukan hubungan, walau hanya saling mansturbasi. Aku setiap malam selalu harus bekerja keras, setiap malam pasti ada saja gaya yang dilakukan.
Malam itu seperti biasa, karena terlalu capek di siang hari, maka aku agak cepat tertidur. Mungkin inilah saat yang paling cepat aku terlelap. Sedang asyiknya aku tidur, seperti biasa Ucok kembali lagi menjamahku. Kali ini aku tiba-tiba terbangun karena kurasakan ada sesuatu yang masuk dari anusku. Seperti digelitiki semut, ternyata Ucok telah memainkan anusku dengan jari-jarinya, sedangkan lidahnya sibuk mendarat mulai dari telinga, mulut, puting dan perutku yang membuatku tergelinjang-gelinjang dan tergunjang-gunjang menahan nikmat yang sudah di ubun-ubun.
Aku terbangun dan kulihat Ucok tersenyum puas, kemudian tanpa sadar karena terus dirangsang, tanganku mulai aktif. Kubuka perlahan satu-persatu kancing baju serta celananya dan kemudian aku mulai meniru gaya dia, yaitu aku mulai meraba sekujur tubuhnya. Kulihat dia terhenyak-henyak.
"Ayo.. Ngat..! Teruss.. oh.. yes.. ohh.. yes.. ohh.. sshh.. teruss..!"
Mendengar rintihan itu, aku mulai ikut terbawa kenikmatannya. Aku mulai menjilati dari telinganya, lama kugelitiki dia, kembali erangannya melolong, makin keras makin semangat aku melakukannya. Kulepaskan pegangan tangannya yang dari tadi ada di anus dan batang kemaluanku. Aku ambil posisi tidur di atas dia dan kemudian aku menindihnya, sehingga terasa sekali batang kejantanan kami sekarang saling bertemu.
Kusambar bibirnya dan kulumat, "Ohh.. ehh.. sshh.. nikmat sekali," lama sekali kubermain di situ. Perlahan namun pasti, aku mulai turun ke putingnya yang kemerahan, kurasakan lebatnya bulu dada yang membidang di dada kekarnya. Dia kini tidak mempedulikan aku, karena kulihat dia sedang sangat menikmati lumatan dan gelitikan dari lidahku. Dia hanya menggeliat-geliat sehingga kurasakan batang keperkasaan kami yang sama-sama keras (batang kemaluanku sekarang lebih besar dari miliknya) saling bergesekan.
Setelah lama di dada dan perutnya, kemudian aku makin turun, wajahku kini berada tepat di depan rudalnya. Kucium aroma lelaki yang khas, kutarik dengan lembut dengan mulutku. Bulu-bulu lebat yang ada di sekitar kemaluannya, kumasukkan semua ke dalam mulutku, layaknya sedang makan kembang gula. Sementara itu tangan kananku meremas putingnya, tangan kiriku sibuk mengelus dada dan perutnya. Sejenak kupandangi batang kejantanannya yang sangat keras dan berotot, kemudian aku mulai menjilati kepala rudalnya, kujilati lubang kemaluannya, sehingga dia semakin mendesah dan tangannya tiba-tiba menarik rambutku karena keasyikan.
Kujilati seluruh batang kemaluannya, kumasukkan "kedua telurnya" ke mulutku, kuhisap keras dan memaksakan masuk ke mulutku dengan menelannya.
Kudengar makin keras desahannya, "Ohh.. Ngat.. asyiik Ngat..! Terus.. jangan berhenti.. ohh.. kulum Ngat..! Ohh.. cepat.. udah nggak tahan nihh..!"
Mendengar hal itu aku kemudian mengulumnya, tiba-tiba dia beranjak dan kemudian merebahkanku di kasur. Dia kemudian menindihku dengan posisi mulutku ada di hadapan batang keperkasaannya.
"Hayoo.. Ngaatt.. buka mulutmu.. kulum nihh..!" katanya.
Aku menurut saja awalnya, hanya kukulum namun karena tangannya sedang mengocok batang kemaluanku, akhirnya aku keasyikan.
Melihat aku tidak aktif lagi, dia kemudian menekan-nekan batang kejantanannya masuk ke mulutku. Dia terus bergoyang, memasukkan seluruh rudalnya masuk ke tenggorokanku, sehingga aku sedikit sesak. Dia masuk-keluar-masuk-keluar, begitu seterusnya selama hampir 10 menit, dan akhirnya bersamaan dengan desahan panjangnya, kurasakan ada cairan panas, kental, licin dan asin menembak dinding tenggorokanku. Batang kemaluannya dibiarkan lama di tenggorokanku. Terpaksa aku sedikit kesulitan bernafas. Akhirnya kukeluarkan dari tenggorokanku dan menyimpannya di mulutku.
Kemudian aku tergelicing karena kurasakan hangatnya nafas di sekitar anusku. Aku makin terhanyut saat dia memainkan lidahnya di anusku. Lidahnya cekatan sekali menelusurianusku, kemudian lidahnya dimasukkannya ke dalam anusku. Aku sangat terangsang dibuatnya, kenikmatan yang sangat. Kemudian kuimbangi dengan menjilati batang kemaluannya yang ada di mulutku. Kemudian kutiru gaya dia yang belum pernah kami lakukan, yaitu aku mulai memainkan lidahku di anusnya. Kurasakan aroma dan rasa yang aneh, namun itu hanya seasaat, dan selanjutnya aku telah aktif menusukkan lidahku ke anusnya. Kami sama-sama tergelincing, dia kini sedang asyik-asyiknya mengulum batang kejantananku yang hampir tidak muat di mulutnya.
Lama dia bermain di batang kemaluanku, akhirnya aku pun menembak di mulutnya. Kemudian dia mendekatkan mulutnya ke mulutku, dimasukkannya lidahnya menjelajahi mulutku, sehingga kini mulut kami telah basah oleh campuran sperma kami. Setelah itu, kami pun tertidur saling dekap tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh kami.
Demikian hari-hariku bersama dia, dan akhirnya dia melanjutkan kuliahnya jauh dari kota ini. Awalnya aku sangat tersiksa, namun aku mulai mencoba melupakannya. Sepeninggal Ucok, ternyata adiknya yang masih kelas 1 SMP (cowok) tinggal di rumah kami karena sekolahnya dekat dengan rumahku.
Adiknya ini ternyata sangat ganteng, imut dan lucu. Aku mencoba bersikap wajar saja padanya. Setiap malam kami hanya bercerita biasa-biasa saja. Dia betah tinggal di rumah kami, soalnya rumah kami besar, lengkap dan nyaman karena setiap ruang dipasang AC yang bermerek terkenal.Kamarku sendiri sangat luas, fasilitasnya lengkap, (AC, komputer dengan internet, VCD, TV Flat 30", kamar mandi ada juga) sehingga dia sangat bersyukur bisa tinggal di rumah kami.
Suatu malam, ketika kami sedang asyik bercerita, tiba-tiba lampu mati. Dia sangat ketakutan rupanya, sehingga dia memeluk erat tubuhku. Pada saat inilah hatiku berdebar. Tanpa sadar batang kejantananku membengkak, soalnya dia memelukku dari depan.
"Bang.. punya Abang keras ya..?" sahutnya.
"Kamu kok tahu..?" kataku.
"Soalnya penis Abang bergerak-gerak nih..!" katanya.
"Bang.., gimana membuat penis supaya besar..?"
Dalam hatiku, "Wah.., ini kesempatanku untuk melepaskan nafsuku yang telah kutahan semenjak Abangnya sudah pergi."
"Kamu mau kuajari..?" jawabku ragu.
"Kenapa tidak bang..?" katanya semangat.
"Begini caranya.." kataku sambil tanganku meraba celananya dan kemudian kulepaskan sampai dia kini tanpa celana.
Di malam yang gelap itu tanganku mulai menyentuh alat perjakanya, rupanya kemaluannya sudah mengencang namun masih kecil.
"Rupanya kamu juga udah tegang ya..?" kataku.
Kuraba dan kukocok penisnya, dia semakin ngos-ngosan, soalnya baru pertama kali ini dia tahu bahwa nikmat sekali melakukan onani. Setelah puas kupermainkan alat vital mungilnyanya, kemudian kurebahkan dia ke tempat tidur, kemudian aku lepaskan semua pakaiannya, dan kusuruh dia melepaskan pakaianku juga. Kuraih bibirnya dan kukecup lama sekali dan kemudian kukulum.
Ternyata dia ikut membalas, kumasuki mulutnya dengan lidahku dan aku menarikan lidah dia dalam mulutnya. Nafasnya semakin laju, dia tidak mau ketinggalan. Tangannya membelai-belai seluruh tubuhku, membuatku tergelincing.
"Ohh.. teruskan..!" kataku nafsu.
Ternyata dia kemudian mencari-cari batang keperkasaanku di bawahku. Setelah dia menggenggamnya, dia sedikit terkejut.
"Wow.. besar sekali Bang..!" katanya.
Lalu dia mengocok-ngocok batangku. Kubiarkan dia bekerja. Akhirnya setelah kurasakan akan keluar, kuhentikan tangannya. Kemudian aku menjilat kupingnya, dia kelihatan mendesah. Aku terus turun, akhirnya kudapati kemaluannya yang sudah tegang tapi masih dalam ukuran yang kecil.
Kujilati kepalanya dan kemudian batangnya, lalu kumasukkan dengan tanpa kendala ke dalam mulutku. Kugerakkan keluar-masuk, keluar-masuk, sesekali kutekan hingga menyentuh tenggorokanku.
"Baangg.. geli Bang.. terus Bang..! Ohh.. hh.. hehhehh..!" kudengar desahannya yang membuatku semakin semangat.
Kemudian aku makin turun, kuraih kedua bolanya dan kumasukkan ke dalam mulutku, kesekian kali kudengar desahannya. Aku tidak peduli, aku terus kerjai dia. Kini giliran anusnya kujilati, dia semakin mendesah. Kucoba masukkan jariku dan ternyata anusnya masih sempit.
Kubuka dengan lidahku dan kucoba memasukkan lidahku, kurasakan gerakan refleks otot anusnya. Kemudian kuraih kembali batang kemaluannya, aku kemudian mengambil posisi jongkok di perutnya, sementara tanganku sibuk memasukkan batang keperjakaannya. Setelah kuyakin pas, maka sekali hentakan ke bawah, meluncurlah dengan tanpa susah kemaluannya ke anusku yang sudah sering dimasuki rudal abangnya. Aku naik turun, kudengar rintihannya menahan sakit, namun kemudian dia keasyikan juga.
Bersamaan dengan desahan, "Ohh.." kurasakan ada tembakan keras di ruang dalam anusku, bertanda dia sudah kaluar.
Aku terus bergerak naik turun, dia kegelian dan dengan sedikit memohon dia memintaku menghentikannya. Kemudian aku berhenti menggoyang, namun kubiarkan batangnya amblas di anusku, kurasakan gerakan-gerakan otot kemaluannya.
Aku kemudian mencabut kemaluannya, kemudian kujilati lendir spermanya yang belum matang benar. Kuolesi spermanya ke kepala burungku, kemudian kusuruh dia bekerja seperti yang kulakukan tadi. Dia mulai dengan jilatan-jilatan di tubuhku, aku nafsu juga walau kurasakan tidak senikmat apa yang dilakukan abangnya ke aku. Kemudian dia menjilati burungku dan memasukkan ke mulutnya. Kurasakan burungku memenuhi seluruh mulutnya dan mungkin dia sedikit melebarkan mulutnya. Kemudian dengan susah payah dia mempermainkan batang keperkasaanku di mulunya. Tanpa sadar kutekan kuat masuk ke tenggorokannya, sehingga dia tersendak dan kemudian bekerja lagi.
"Ohh.. yess.. ohh.." semakin lama semakin terasa dekat.
Akhirnya kulepaskan semua di mulutnya.
"Bang.. aku jijik nih..!" katanya.
"Nanti juga kamu akan biasa." kataku sambil menyuruh dia untuk tetap menyimpannya di mulut.
Kudekati bibirnya dan kukecup, kusedot semua spermaku dari mulutnya hingga habis. Sebenarnya aku ingin lebih jauh, yaitu memasuki anusnya yang masih sempit, namun aku bersabar.
Tidak lama, lampu kembali menyala. Dia terbelalak dan kulihat dia tersipu malu menyadari kami sudah telanjang. Namun akhirnya dia terbiasa, dia memuji bentuk tubuhku yang memang kuakui bagus. Dia meraba bulu lebat di dadaku, dia memendamkan wajahnya ke dadaku sehingga kurasakan kehangatan nafasnya, sementara kedua tangannya sibuk memainkan burungnya dengan rudalku.
Begitulah kisahku. Hingga kini dia kelas 3 SMP, kini burungnya semakin besar, karena hampir setiap waktu kami latih bersama. Begitu juga dengan anusnya, kini 5 jariku dengan leluasa dapat masuk. Untuk pembaca, bila ingin berhubungan dan berbagi cerita dan photo-photo gay, harap hubungi melalui email, dengan senang hati akan kuladeni.
Tamat