Kembalilah kasih

Saat awal masuk kuliah di PTN di Surabaya hari-hariku penuh dengan kebahagiaan dengan hadirnya kawan-kawan baru. Mereka semuanya familer, bersahabat dan kompak, hampir setiap kegiatan mahasiswa baru, kami ikuti bersama dengan penuh semangat. Satu persatu dari mereka mulai kukenal, sehingga tak satupun dari rekan selokal yang tak kukenal baik itu cowok atau cewek. Kami semua sering sekali mengerjakan tugas bareng-bareng, hampir-hampir tak ada salah satu dari kami yang egois atau mau hidup sendiri. Karena itu aku kerasan kuliah disini.

Setelah berjalan hampir satu semester, aku punya teman dekat. Namanya Rangga, ia berasal dari Bandung. Rangga adalah salah satu teman yang paling dekat denganku dari pada teman yang lain, anaknya baik, agak pemalu, tapi suka humor kalo denganku, ia sangat perhatian kepadaku, bahkan tidak jarang ia mengantar jemput aku ke kampus. Semakin lama ia semakin baik padaku hingga aku sulit untuk menghindarinya. Ia seringkali mampir ke tempat kostku mulai pulang kuliah sampai malam hanya untuk ngobrol, bergurau, dan saling curhat, sehingga aku tahu siapa dia, tapi dia tidak tahu siapa sebenarnya saya. Setiap kali aku punya masalah kuceritan padanya, ia selalu memberikan jalan keluar yang bijaksana. Karena itu aku memanggilnya dengan kata 'Mas', ia tidak keberatan, bahkan ia juga memanggilku dengan sebutan 'Adik atau Dik'. Hatiku serasa berbunga -bunga tatkala ia memanggilku dengan kata itu.

Aku menikmati hari-hariku bersamanya, kamana-mana aku selalu jalan bareng dengannya. Jika liburan atau malam minggu kami menyempatkan keliling kota, ke toko buku, ke mall, ke tempat rekreasi, ke warnet dan ke tempat kost teman-teman. Sampai-sampai teman-temanku mengatakan kalo kami serasi banget, kayak adik dan kakak.

Hampir setiap malam Mas Rangga nginap di tempat kostku, jarang sekali ia tidur di tempat kost-nya sendiri. Bahkan ia juga mumutuskan akan pindah ke tempat kostku habis semester ini. Akupun menyambut dengan hati gembira. Entah kenapa aku merasa teduh ada di sampingnya, seakan keberadaannya menghapus semua keresahanku, kebosananku, dan rinduku pada keluargaku.

Setiap kali ia tidur disampingku suasananya biasa-siasa saja meski terkadang ada getaran lain yang menyelinap dalam hatiku apalagi kalau ia merangkulkan kaki dan tangannya yang putih ke atas tubuhku, aku hanya membalasnya dengan pelukan ringan, hanya sekedar menyalurkan kasih sayang, aku berusaha untuk menepis getaran-getaran itu. Jika banar-benar tak tahan aku hanya berani menindihnya dan menatap wajahnya yang ganteng sempurna. Melihat sikapku seperti itu, ia hanya senyum dan merangkul erat tubuhku, sampai bangunpun kadang posisi kami tetap seperti itu. Sungguh ia benar-benar kakak yang aku harapkan, kakak yang mampu menaungiku dengan kasih sayang.

*****

Suatu hari ia bercerita kepadaku bahwa ia jadian dengan seorang cewek. Mendengar cerita itu hatiku hancur tak karuan, seakan ada yang mengoyak perasaanku. Aku juga tak tahu mengapa seperti ini, aku bingung apa sebenarnya yang ada dalam perasaanku. Apakah ini karena aku khawatir ia tidak perhatian lagi padaku? Atau.. ini karena aku merasa memilikinya? Atau, karena aku cemburu? Pertanyaan senada dengan itu mulai memenuhi otakku yang lagi galau. Ia tampak asyik dengan ceritanya, aku hanya menanggapi dengan sikap yang biasa meski perasaanku pedih seakan tersayat pisau.

Sepulang Mas Rangga dari tempat kostku, aku mengunci pintu kamar, kuputar album Padi yang kedua, kurebahkan tubuhku diatas kasur. Aku memikirkan Mas Rangga, tak kusadari cairan bening mulai keluar dari mataku membasahi kedua pipiku, semakin lama semakin menjadi-jadi, aku mulai terisak-isak dan mengeluarkan suara yang agak kutahan. Tubuhku terasa lemas, pikiranku tidak stabil dan..

Aku terbangun saat jarum jam menunjukkan pukul 08.45. Kulangkahkan kakiku menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarku. Aku terkejut sewaktu kulihat wajahku di cermin kamar mandi, mataku sembab dan membengkak. Aku mulai meneteskan betiran-butiran jernih kembali ketika aku ingat kejadian semalam. Entah aku tak tahu kenapa aku jadi cengeng seperti ini. Tak pernah aku merasakan duka seberat ini. Air mata yang begitu mahalnya, sekarang begitu saja mengucur dari muaranya. Aku putuskan hari ini aku tidak kuliah.

"Dik! Adik!" Suara dari luar pintu kamarku.
Cepat-cepat kuusap mataku yang sembab, aku bingung apa yang harus aku lakukan, akhirnya kubuka pintu kamarku, ternyata Mas Rangga.
"Dik! kenapa kamu?" Tanya Mas Rangga yang membuat aku semakin tak kuat menahan tangis.
"Nggak..pa-pa kok.., masuk.. Mas..!"Kataku terputus-putus karena isak tangisanku.
"Dik kenapa sih? Ayo dong bilang sama Mas!, Adik sakit ya?".
"Enggak" Jawabku.
"Kalo gitu kenapa?" Tanyanya lagi.
"Mas! Bisa nggak menemani saya disini!"Pintaku.
"Tentu, pokoknya Adik nggak nangis lagi ya?!, Mas juga sedih kalo Adik nangis kayak gitu".

Aku hanya menganggukkan kapala, tangisanku mulai reda. Mas Rangga merangkulku layaknya perlakuan seorang kakak pada adiknya. Hatiku terasa teduh dalam dipelukannya. Ia membelai rambutku dan bercerita kesana-kemari untuk menghiburku. Aku merasa Mas Rangga bukan hanya teman terbaikku, tapi sebagai kakak yang paling mengerti dan bisa memperlakukanku pada situasi seperti apapun, ia mampu mendinginkan hatiku, ia berhasil membendung isak tangisku, ucapannya mampu menyirami hatiku yang gersang kasih sayang ini.

"Dik, tahu nggak, tadi di kampus Mas ndak bisa konsen, rasanya ingin cepat-cepat meninggalkan kelas, dalam pikiranku yang ada hanya kamu, memangnya kenapa sih Adik kok ndak masuk kuliah?" Mas Rangga mulai membujukku untuk mengutarakan masalahku.

Butiran bening mulai runtuh lagi, kini Mas Rangga yang mengusapnya.
"Mas! Selama ini Mas Rangga menganggapku seperti apa sih?" Tanyaku.
"Lho, memangnya kenapa? Selama ini Mas menganggap Adik sebagai adik, bukan teman, makanya Mas nggak rela kalau ada orang yang mengganggu Adik, dan..apapun Mas lakukan untuk Adik" Jawabnya yang membuatku tegar kembali.
"Benar Mas?".
"Benar, Sungguh." Ia menatap wajahku penuh kesungguhan.
"Memangnya kanapa? Apa Adik tidak percaya sama Mas?"

"Enggak! Adik hanya khawatir Mas tidak lagi memperhatikanku, tidak menyayangiku dan meninggalkanku begitu saja, sebab sekarang Mas sudah punya kekasih." Jawabku yang menutupi apa yang senenarnya berkecamuk di hatiku dengan pelan.

"Oo.. jadi itu yang Adik takutkan?" Aku hanya mengangguk.
"Mas nggak seperti itu kok, Mas dan Adik tetap seperti ini, kalo soal dia jangan khawatir, tidak akan mengurangi kasih sayangku sama Adik, sekarang ndak usah nangis ya!" Ujar Mas Rangga.

Hati yang layu sejak kemarin, kini menjadi segar kembali dengan kehadiran Mas Rannga, seseorang yang paling menyayangiku. Ia tak bosan-bosannya menghiburku, seakan tak puas sebelum aku menyunggingkan senyum. Aku tidak hanya senyum tapi malah tertawa dibuatnya. Perasaanku mulai tenang, kekhawatiranku mulai hilang terganti oleh keyakinan pada semua yang diucapkan Mas Rangga. Meski sebenarnya bukan ini yang kuharapkan.

*****

Suatu hari Mas Rangga menghabiskan malam minggu bersamaku, kami jalan-jalan, makan bakso, dan chatting di warnet.

Sepulangnya kami langsung menuju rumah kostku. Di kamar kami saling ngobrol dengan iringan musik Padi. Entah setan apa yang merasuki jiwa kami. Aku mulai merangkul Mas Rangga yang terlentang di sampingku, ia membalas rangkulanku dengan rangkulan pula. Kutindih tubuhnya yang kekar, sementara rangkulan kami semakin erat. Kami saling menggerayangi punggung mulus kami. Mas Rangga melepas kaos yang kukenakan, akupun memperlakukan hal yang sama. Kuciumi mulutnya yang tipis dan merah merekah, hidungnya yang mancung, pipinya yang mulus, dan bagian bawah hidung yang kasar bekas cukuran kumis, aku sangat terangsang dengan permainan ini.

"Mas, nggak pa-pa?" Tanyaku yang hanya di jawab dengan gelengan kepala olehnya.

"Mas! aku sayang sekali sama Mas."
"Aku juga sayang sama Adek." Jawabnya sambil meraba-raba punggungku dengan lembut.
Mas Rangga menekan penisnnya yang masih tertutup celana jeansnya keatas. Ia tampak menikmati kuluman bibirku. Kami saling mengenyut bibir dan lidah. Oh! sungguh nikmat

Mas Rangga membalikkan posisi kami sekarang ia yang menindihku. Ia mulai memperlakukan aku layaknya lelaki pada pasangannya, ia mengulum bibirku, mengenyut lidahku, menciumi leher dan pipiku seraya penisnya menekan penisku yang sudah tegang. Aku hanya mampu terengah-engah dan meraba-raba punggungnya. Kuperhatikan wajahnya yang cakep dari bawah, ia tampak memejamkan mata dan sesekali menelan ludah. Tangannya yang putih tetap aktif mengurut pinggang dan punggungku. Mulutnya melahab habis bibirku yang kenyal. Lama sekali kami dengan posisi seperti ini.

Aku terkejut ketika Mas Rangga tiba-tiba menghentian permainan dan turun dari kasur. Aku hanya pasrah dengan tindakan Mas Rangga. Kulihat Mas Rangga yang jenjang itu melepas ikat pinggang dan celana panjangnya. Kini tampaklah tubuh indah yang hanya tertutup CD putih berdiri tegak di hadapanku. Aku pandangi sosok itu lekat-lekat sampai beberapa kali aku menelan ludah. Sekarang dengan jelasnya kupandangi paha putih dan padat yang ditumbuhi bulu-bulu halus yang membuat aku semakin tak kuasa menahan nafsu. Aku juga semakin penasaran dengan benda yang tumbuh besar di balik CD putihnya. Ingin sekali kucium da kumainkan sampai keluar sarinya.

Setelah berhasil melepas celananya ia naik kembali ke atas ranjang yang kutiduri. Tubuh kekar dan mulus kini ada di atasku dan siap memberi kehangatan dan kenikmatan yang tiada tara.

Mas Rangga mulai menyusuri bagian leherku, ia jilati seluruhnya, ia sedot sampai membekas.
"Mas.. enak Mas.." Erangku.
Ia lanjutkan jilatannya ke dadaku, keputing susuku, dan keperutku sambil tangannya ikut memberikan rangsanan dengan lembut di bagian yang lain. Kakiku hanya bisa menjepit pinggulnya yang temol itu dan tanganku meremas-remas rambutnya. Tak lama kemudian Mas Rangga melepas celanaku yang masih menutupi tubuh bagian bawahku. Ia merasa kenikmatannya terhalang karena celanaku. Ia lempar celanaku ke lantai dan ia teruskan kembali serangaanya. Mas Rangga menggoda penisku yang menegang dengan menciumi dari luar CD ku.
"Akh.." Aku mengerang keras dan menggelinjang.

Mas Rangga hanya tersenyum. Kemudian ia mengangkat bahuku ke tepi ranjang dan mengganjal bahuku dengan 2 bantal sehingga posisikku setengan duduk. Ia kini berlutut di hadapanku dengan CD pas dihadapan kepalaku ia menyodorkan penisnya ke mulutku. Aku perhatikan wajahnya yang kemudian memberikan isyarat agar aku memberikan kenikmatan pada penisnya. Awalnya kuciumi penisnya dari balik CD, kuhirup bau CD nya yang khas kemaskulinannya. Lalu kumasukkan jari-jariku ke dalam CD untuk merengkuh batang yang selama ini hanya ada dalam lamunanku. Kupelorotkan CD putihnya dengan pelan, penis putih, panjang dan besar yang dikelilingi bulu tebal telah keluar dari sarangnya, dan langsung kusambut dengan ciuman. Kujilati kepala penisnya yang agak merah itu sambil kuremas-remas buah pelirnya.
"Akh.. seth.. akh.. Enak Dik..", Ia mendesah-desah kenikmatan

Karena gemes langsung saja kumasukkam batang kemaluannya ke mulutku. Kusedot-sedot dengan pelan sesekali kukocok dengan mulutku. Ia tampak menunduk dan memejamkan mata menikmati kulumanku ini. Kurangkul pantatnya yang bergerak maju mundur dari mulutku sampai tak bisa bergerak lagi, kunikmati penisnya di dalam mulutku dengan menggerakkan lidahku di pucuk dan sekeliling penisnya. Selang beberapa menit, tampaknya ia tak kuat dengan model permainanku ini, ia menekan penisnya dengan paksa sambil melepas sperma kental kemulutku. "Croott..crott..cruuoott". Karena banyaknya sampai tumpah sedikit kedadaku. Kutelan sperma yang ada dimulutku. Mas Rangga merosot dan merangkul erat tubuhku menikmati sisa-sisa ejakulasi. Kemudian ia menggesekkan dadanya ke dadaku dengan pelicin spermanya sendiri yang ada di dadaku.
"Eh.. Enak.. Mas Rangga..", Desahku.

"Dek sekarang giliranmu " Ucapnya.
Aku hanya mengangguk. Lalu Mas Rangga turun mencari batang kemaluanku. Ia lepaskan CD ku dan ia kulum penisku. Aku merasakan kenikmatan yang tiada pernah kurasakan selama ini, saat ia memaju-mundurkan mulutnya yang mengulum penisku. Seperti getaran-getaran listrik merasuki tubuhku, aku mengerang lembut yang dikombinasi gerakan pantat yang ingin mengikuti arah bibir Mas Rangga. "Crot..cret.." Spermaku muncrat ke mulutnya. "Ahk.."

Belum sempat aku istirahat, Mas Rangga minta aku menungging, kuturuti kemauannya. Ia mulai menjulurkan penisnya yang sudah tegang kembali ke depan pintu anusku. Dengan pelan-pelan ia mulai mendorong pantatnya untuk memasukkan batang kenikmatannya. Tidak lama kemudian batangnya sudah masuk keseluruhan dalam anusku. Gerakan ritmis penisnya membuat aku keenakan. Kutoleh Mas Rangga yang berlutut di belakangku, ia tampak asyik dan ngos-ngosan.
"Dik.. Enakk.. Dik.. kukeluarkan di dalam ya?" Suaranya pelan.
Lalu kurasakan batang bulat panjang berdenyut-denyut di dalam anusku dan ada cairan hangat memenuhi anusku. Ya dia sudah orgasme. Ia cabut penisnya dan langsung telungkup di sampingku. Karena aku ingin merasakan pula aku langsung memasukkan penisku dengan keras ke pantatnya dan berhasil dengan dua kali hentakan. Sambil menggerayangi susunya dari belakang, aku terus melakukan penetrasi dan sampailah aku pada puncak kenikmatan. "Cruot.. cruot" Spermaku tumpah ruah di anusnya.

Sekarang kami saling merangkul dengan wajah berhadapan dan hidung saling menempel. Posisiku ada di bawah sehingga dengan mudah kuelus-elus punggung dan pantatnya sampai ia tidur di atasku.Aku membayangkan kenikmatan yang baru kami raih.

Sayup-sayup kudengar suara tangisan dari sampingku. Yah.. ternyata suara Mas Rangga. Aku bingung kenapa ia menangis? Padahal selama ini ia tidak pernah menangis.
"Mas, Mas Rangga kenapa?" Tanyaku. Ia tak menjawab.
"Mas Rangga menyesal?" Suaraku pelan. Mas Rangga mengangguk.
"Kenapa Mas menyesal?".
"Aku telah menghianati cintaku padanya Dek!".

Deg, kini aku benar-benar bingung, sedih dan ada sedikit rasa penyesalan karena telah membuat Mas Rangga yang selalu tertawa jadi menangis. Meski sebenarnya ada sebersit kemarahan dan ketersinggungan di hatiku.

"Mas, maafkan aku ya?, Mas Maafkan aku, Maafkan aku." Pintaku dengan iringan tangisan pula.
"Tidak Dek, aku yang salah, seharusnya aku tidak bersikap seperti itu pada Adik, tapi entahlah aku tidak bisa berfikir sehat semalam."

"Mas sebenarnya aku tidak hanya menyayangi Mas, tapi, aku juga mencintai Mas, Seperti Reny mencintai Mas, dulu waktu aku tidak kuliah dan menangis di kamar bukan cuma khawatir ditinggal Mas, tapi aku cemburu berat" Aku berterus terang.
"Jadi?".
"Ya Adik seorang gay, yang tertarik pada sesama jenis, dan kebetulan Mas lah yang aku cintai". Jawabku yang berlanjut dengan tangisan yang lebih keras. Mas Rangga kini juga bingung dan serba salah setelah tahu siapa sebenarnya aku.

"Dik benarkah itu?" Aku mengangguk.
"Maafkan Mas Dik! Mas sungguh tidak tahu, Mas merasa Adik seperti adek Mas sendiri, Mas menyayangi Adek tulus seperti kakak menyayanyi adeknya, dan kejadian semalam karena Mas khilaf."

"Ya Mas saya tahu dari dulu Mas adalah lelaki normal yang hanya bisa mencintai dan dicintai wanita, inilah kenyataannya Mas, Adek merasa bahagia jika ada di samping Mas, Entahlah Mas..Adek sulit sekali menyukai gadis secantik apapun.., dalam hatiku cuma ada Mas."

"Adek nggak pernah pacaran?". Tanya Mas Rangga
"Pernah, cuman Adek putuskan karena Adek merasa tidak ada sedikitpun getaran cinta seperti Adek mencintai Mas" Jawabku.

"Adek tidak ingin menjadi lelaki sempurna seperti Mas?"
"Entah lah Mas.. sebenarnya sih pingin, cuma Adek pesimis."

"Maafkan Mas ya Dik!, kehadiran Mas semakin memperparah kepribadian Adik, tapi Mas harap Adek mau berusaha, cobalah untuk mencintai seorang gadis, paksakan nanti lama-kalamaan pasti Adek akan mencintainya, kalau Adek masih ingin jadi Adekku, maka tidak ada alasan lagi bagi Adek untuk tidak berusaha dan mencobanya, Mas yakin banyak gadis yang suka sama Adek, Adek khan ganteng" Urai Mas Rangga dengan bijaknya

*****

Air mataku terus mengalir tanpa hentinya, sambil duduk menatap gelapnya malan aku membaca pesan-pesan Mas Rangga di buku diary ku. Kini genaplah 1 tahun kesendirianku ditinggal Mas Rangga yang katanya pindah kuliah ke Bandung. Hari-hariku hanya menanti kehadirannya meski sedikit sekali kemungkinan terwujudnya.

"Mas Rangga kembalilah Mas! Adek berjanji akan berusaha. Adek butuh pemotivasi seperti Mas.., tanpa Mas Rangga Adek sulit mengangkat diri dari lembah gelap ini Mas.. Mas Rangga kembalilah.. Mas!"

*****

Rekan-rekan pembaca (Gay Boys 17-25 tahun) layangkan E-mail untuk berbagi rasa denganku, siapa tahu rekan-rekan bisa menjadi pengganti Mas Rangga yang jauh di sana, makasih!

Tamat