Sesama Pria
Sunday, 27 December 2009
Om Irfan - 2
"Oohh.. Aahh.. Sedot terus.. Aarrgghh.. Enak banget.. Uugghh.. Jilat terus kontolku.. Aahh.. Kamu suka kontol kan? Oohh.. Sedot saja terus.. Aarrgghh.."
Irfan keblingsatan disedot olehku. Kedua tangannya terus meremas-remas rambutku, sesekali mendorong-dorong kepalaku agar kontolnya dapat masuk lebih dalam lagi. Beberapa kali saya tersedak karena tidak biasa memasukkan benda sebesar kontol Irfan ke dalam mulutku, tapi lama-kelamaan saya mulai terbiasa.
"Oohh.. Yyeeaahh.. Ayo, cocksucker (penghisap kontol).. Oohh.. Sedot kontolku.. Aarrggh.." Irfan mulai menyodok-nyodokkan kontolnya lebih kuat seakan mulutku adalah lubang pantat.
"Aarrgghh..!!"
Tak kusangka, kepala kontolnya tiba-tiba membesar dan kemudian semburan pejuh membanjiri mulutku. Saya tak menyangka Irfan akan ngecret secepat itu. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Bingung dan panik, kucoba untuk menampung semua pejuhnya di dalam mulutku. Namun sebagian berhasil lolos dan tersemprot keluar, membasahi badanku.
"Aarrgh!! Oohh!! Uugghh!! Aarrgghh!!"
Rasa pejuhnya asin-asin pahit, tapi enak. Kutelan semuanya agar pejuh itu tidak tumpah keluar dari mulutku. Irfan masih saja terus menyodokan kontolnya sampai pejuhnya akhirnya berhenti mengalir sama sekali.
"Aahh.. Enak banget tadi.." desahnya lemas.
Saya hanya cengar-cengir saja dengan mulut yang belepotan pejuh. Sebagian pejuh Irfan menetes ke atas dada telanjangku. Dengan kuatnya, Irfan menggotong tubuhku dan meletakkannya di atas ranjang. Saya merasa seperti sedang menjalani malam pertama dengannya. Perlakuannya sangat romantis. Dengan sekali tarik, lepaslah celana dalamku. Kontolku berdenyut-denyut, tegak menjulang. Mata Irfan terbuka lebar saat menyadari betapa seksinya tubuhku. Tampangku yang boyish sekali sangat menggoda nafsu birahinya sehingga Irfan tak dapat mengendalikan dirinya saat menerkamku.
Saya tak berdaya dicumbu seperti itu oleh Irfan. Bibirnya benar-benar lair sekali, menyedot dan menggigit setiap jengkal tubuhku. Karena tak biasa, saya kegelian dan berusaha menutupi bagian-bagian sensitif di tubuhku, tapi Irfan malah makin liar. Kupeluk tubuhnya dengan kedua kakiku sementara Irfan meninggalkan beberapa tanda cupang di dada dan perutku. Astaga, liar sekali pria ini. Saya merasa seperti anak kecil di dalam pelukannya.
Putingku sangat sensitif sekali, tapi Irfan malah menyedot-nyedotnya dengan kuat. Sesekali giginya menggigit-gigit kepala putingku, membuatku ingin berteriak kegelian. Geliat tubuhku ditahannya dengan berat tubuhnya. Saya tak berdaya dikerjai terus-terusan olehnya. Kulampiaskan rasa geliku dengan memeluk tubuhnya kuat-kuat. Selain dada dan perutku, bagian ketiakku pun tak luput dari jilatannya. Untung saja, saya tidak memiliki bau badan sehingga saya dengan bangga menyerahkan ketiakku yang berbulu sedikit itu untuk dijilat habis oleh Irfan. Om itu berpindah lagi, dan kali ini kontolku menjadi sasarannya. Kontolku yang ngaceng berat masuk ke dalam mulutnya dan Irfan mulai sibuk menjilat dan menghisap.
"Oohh.. Hhoohh.. Hhoosshh.."
Bosan dengan kontolku, Irfan pindah ke anusku. Tanpa jijik, Irfan menjilat-jilat anusku. Rasanya memang enak sekali; saya tak mau bohong. Kuerangkan rasa nikmatku sambil tetap melebarkan kedua kakiku. Di luar dugaan, Irfan tiba-tiba naik kembali ke ata stubuhku yang terbaring telentang dan memaksakan sebuah ciuman basah ke bibirku. Saya ingin berontak tapi lidahnya sudah telanjur masuk.
Saya suka berciuman, tapi saya tidak suka berciuman dengan orang yang baru saja menjilati lubang pantatku. Biarpun pantat itu adalah pantatku, tetap saja jijik. Tapi saya tak berdaya dicium-cium olehnya. Untung saja, tak ada rasa aneh yang melekat di lidahnya.
"Kamu seksi sekali," bisiknya di telingaku. Gombal, tapi saya suka.
"Sudah siap untuk dimasukin?" Saya mengangguk.
"OK, bersiaplah karena kontol yang besar ini akan mengentotmu sampai kamu berteriak minta ampun."
Kontol Irfan memang sudah tegang dan belepotan precum. Denyutan-denyutannya menandakan bahwa kontol itu sudah tidak sabar ingin mencicipi keperjakaanku.
"Aarrgghh.." erang Orfan saat menusukkan kepala kontolnya ke dalam lubangku.
"Oohh.." Lubangku terasa seperti sedang ditusuk-tusuk; membuka perlahan-lahan.
"Aarrgghh.. Aarrhh.. Oohh.." erangku, memeluk tubuh Irfan erat-erat. Rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhku. Meskipun Irfan sudah ngecret, lelehan pejuhnya kurang cukup untuk melumasi bibir anusku. Nmaun rasa sakit itu terasa erotis sekali karena timbul akibat disodomi.
"Uugghh.." erangku lagi, semakin kuat memeluk tubuhnya.
"Oohh.. Enak sayang.." desah Irfan, matanya merem-melek.
Sekujur tubuhnya merinding karena nikmat. Sementara penisnya terus meluncur masuk pelan-pelan, lelehan pejuhnya melumasi duburku.
"Aakhh.." Tiba-tiba Irfan berhenti mendorong kontolnya.
Nampaknya seluruh batang kejantanannya sudah masuk seluruhnya. Bola pelernya menggantung-gantung, bersentuhan dengan pantatku. Saya merasa penuh sekali, terisi oleh kontolnya yang besar itu. Kehangatan menyebar ke seluruh tubuhku.
"Gimana? Enak nggak? Aahh.." tanya Irfan, memelukku dengan mesra.
Kuangguk-anggukkan kepalaku.
"Enak banget, Irfan," jawabku.
Kontolku terperangkap di antara perutnya dan perutku. Perut Irfan memang agak buncit tapi tidak gemuk. Denyutan kontolku membuat Irfan mendesah-desah keenakkan. Precum menempel dan melumuri tubuh bagian bawah kami. Rasa sakit dan perih sudah mulai pudar, mungkin karena bibir anusku sudah mulai terbiasa. Kontol Irfan juga terus berdenyut-denyut, seakan-akan sedang memukul-mukul bagian dalam duburku. Lalu, kuucapkan kalimat itu.
"Fuck me, Irfan. Saya mau dingentot."
Irfan hanya tersenyum mesum sambil mencubit pipiku. Tanpa bicara, Irfan menarik kontolnya pelan-pelan agar saya bisa merasakan setiap detik dari kenikmatan itu.
"Aahh.." desahku, meraba-raba punggung Irfan.
Rasanya nikmat sekali. Di dalam otakku yang mesum, kubayangkan bagaimana kontolnya bergerak mundur. Oh, terangsang sekali aku memikirkan hal mesum seperti itu. Setetes precum kembali meluncur dari lubang kontolku. Saat kepala kontol Irfan hampir tertarik keluar, Irfan mendorong masuk batang kontolnya dengan perlahan. Saya tak kuasa menahan rasa nikmat itu sehingga saya tak henti-hentinya mendesah. Irama ngentot yang pelan itu diulanginya beberapa kali. Namun semakin lama, saya menjadi tersiksa karena anusku menjadi semakin 'gatal', tak sabar untuk dingentot lebih cepat dan lebih keras.
"Oohh.. Irfan, ngentot yang keras.. Aahh.. Ayolah.. Jangan siksa aku.. Aahh.. Aku butuh kontol.. Aahh.. Cepetan, ngentot aku.. Oohh.." Libidoku memuncak, dan saya memohon-mohon untuk segera disodomi.
"OK, saya akan mengentot pantatmu, tapi berpegangan yang erat, yach." Dengan itu, Irfan memeluk tubuhku dan lalu menggenjotku habis-habisan.
"Aargghh.. Oohh.. Aahh.. Uugghh.." Erangan demi erangan keluar dari mulutnya tiap kali kepala kontolnya bergesekan dengan dinding anusku.
"Oohh.. Enak sekali.. Aahh.. Ini yang loe mau kan? Aahh.. Shit! Fuck! Aarrgghh.. Terima ini.. Aahh.. Terima kontol gue.. Aahh.. Rasakan ini.." Kata-kata kotor dilontarkan bertubi-tubi sementara kontolnya menghajar anusku tanpa belas kasihan.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.." erangku, kesakitan.
Iritasi hebat muncul karena pergesekkan yang tanpa melibatkan pelumas. Lelehan precum Irfan mulai memutih dan membusa, digesek-gesekkan di dalam liang pembuanganku. Saya berpegangan pada tubuh Irfan. Pria itu benar-benar mengeksploitasi anusku. Dengan hebat, Irfan menghabisi anusku. Segenap kekuatannya dikerahkan untuk menyodokkan kontolnya ke dalam tubuhku sedalam-dalamnya. Rasa nikmat berpendar saat prostatku dihajar berkali-kali.
"Oohh.. Aarrgghh.. Aahh.."
Kontolku mulai bocor. Tetes demi tetes precum mengalir turun, menuruni batang kontolku. Aahh.. Sekujur tubuhku bergetar. Saya tahu apa artinya itu. Saya akan ngecret sebentar lagi!
"Aarrggh.. Irfan.. Aahh.. Mau.. Ngecret.. Aahh.."
Badanku masih bergoyang-goyang, terkena sodokan kontol Irfan yang perkasa. Dan benar saja. Pejuhku langsung muncrat keluar seperti air mancur. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Rasa nikmat yang kualami sungguh tak terlukiskan, apalagi terjadinya masih bersamaan dengan irama sodokan kontol Irfan pada G-spotku. Bagaikan gunung api yang meletus ditambah bom nuklir.
"Aarrgghh!!" ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tanpa malu-malu, saya mengerangkan orgasmeku.
"Aarrgghh!! Oohh!! Aarrgghh!! Uugghh!! Aarrgghh!!"
Pejuhku yang hangat kental keputihan muncrat berkali-kali, dalam gelombang-gelombang yang memabukkan. Semprotan pertama melekat di dada Irfan yang gempal tapi seksi. Sementara semportan yang berikutnya hanya sampai ke perutnya. Sisanya mengenai perutku sendiri. Mengejang-ngejang, kunikmati orgasme. Aahh.. Nikmatnya..
"Aarggh!! Aku mau muncrat.. Aargghh!!"
Dan Irfan pun ngecret. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!! Tubuhnya yang kokoh berguncang-guncang, dihampiri orgasme. Suaranya yang berat disuarakannya seperti lembu yang sedang kawin.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.. AarrgghGhh.."
Semprotan pejuhnya terasa panas mengisi setiap ruang kosong di dalam perutku. Ah, sungguh sensasi yang nikmat. Saya sedang 'dihamili' oleh seorang pejantan senior. Oohh.. Kurasakan spermanya berenang-renang masuk. Ccrrott!! Ccrroott!! Keringatnya bercucuran membasahi tubuhku yang terjepit di bawahnya. Dan setelah beberapa saat, semuanya hening kembali. Yang terdengar hanyalah desah napas kami yang berat.
Irfan memeluk tubuhku seolah-olah saya adalah istrinya. Kontolnya masih tersimpan di dalam anusku, mulai mengendur dan melemas. Lelehan spermanya mengalir keluar dari pantatku yang masih nyeri. Biar sakit namun nikmat. Kubalas pelukan Irfan yang hangat itu. Oh, alangkah nikmatnya..
Tamat