Malam godaan - 1

Malam sepi. Aku tetap berjalan masuk gang, jalan alternatifku, yang di kiri-kanan tergenang air got hitam yang kalau hujan sedikit aja pasti meluap. Kalau sudah begitu, aku tidak lewat sini.

Tapi sekarang cuacanya sedang bagus, dan agak sedikit panas. Tubuhku yang tadi berkeringat waktu di kendaraan sudah agak kering. Gelap, hanya beberapa rumah yang menyalakan lampu terasnya, sehingga gang kecil ini sedikit ada penerangan. Ada beberapa ekor tikus yang gemuk-gemuk bersliweran yang membuat aku berjaga-jaga. Takut masuk ke celana aja. Hii!

Aku perlambat jalan. Rasanya langkahku terdengar nyaring sekali. Ada suara yang aneh tapi akrab terdengar. Suara film porno yang berhah-hih-huh dengan suara musik instrumen. Aku berhenti, pura-pura perbaiki tali sepatu, aku berjongkok.

"Gede juga ya?" ada suara cowok berkomentar.
"Ya, aku suka yang begitu," suara cowok yang lain menimpali.
"Apa nggak sakit ya digituin?"
"Nggak kali. Kan tadi sudah dikasi.. Apa tadi itu..?"

Mereka yang didalam tidak menyadari aku sedang menguping mereka. Ada beberapa saat aku aku jongkok. Kondisi gang yang rumahnya rapat begini berani juga mereka menyetel film begituan. Memang sih, sekarang hampir tengah malam. Membayangkan apa yang mereka tonton membuat aku terangsang. Ketika bangun dari jongkok celanaku menggembung, dan terpaksa aku perbaiki posisi alatku agar tidak terlalu menonjol dan membuat agak kesakitan.

"Baru pulang Mas?" ada suara yang mengagetkanku.

Ada cowok dibalik tanaman pot diteras rumah yang menyetel film. Kalau lihat tangannya yang sedang menaikkan karet celananya, mungkin dia baru kencing, tumpah ke got. Tangannya masih menggosok barangnya yang agak menggembung. Kemudian menarik kaosnya hingga menutup celana depannya.

"Eh, iya." Aku menjawab sambil berharap semoga dia tidak melihat apa yang tadi aku lakukan. Tapi matanya kulihat ke arah celanaku yang menggembung. Sorot matanya itu.. Penuh makna.
"Tinggal di rumahnya Pak RT kan?" dia menebak. Suaranya ramah.

Lha, kok dia tahu aku kost di situ? Rupanya diam-diam ada yang memperhatikanku. Aku mengangguk, sedikit tersenyum. Wajahnya lumayan, dengan badan berbungkus kaos oblong dan celana batik pendek yang longgar.

"Sering lihat kalau pulang," dia menjelaskan. "Selalu pulang malam begini ya?"

Aku menggangguk. Dia turun ke jalan, dan menyodorkan tangannya.

"Ganda," katanya menyebut namannya. Kusambut tangannya, kami bersalaman ."Yadi," kataku menyebut namaku.

Tangannya hangat dan sedikit kasar. Dikeremangan malam begini aku bisa lihat bulu kakinya yang lebat dan bulu dadanya yang menyembul di kaosnya. Dadanya kelihatan padat. Aku suka tampilannya, kesannya alami. Kamipun saling bertanya, ngobrol pelan. Takut mengganggu tetangga. Dia masih kuliah dan nyambi kerja di Roxy Mas jual beli HP. Di rumah yang dikontrak ini, dia tinggal bersama dua temannya.

Aku masih dengar suara film yang tadi tapi sekarang dengan suara musik yang dominan. Di dalam hanya kulihat sinar cahaya dari TV, lampu ruangan rupanya dimatikan. Kami masih berdiri di pintu terasnya, dan sebenarnya aku mau pamit pulang. sudah terlalu malam untuk ngobrol di luar begini. Suara dengung nyamuk mengganggu percakapan kami.

"Siapa Gan?" ada suara yang bertanya dari dalam, dan kemudian orangnya keluar. Suara yang tadi berkomentar suka barang yang gede. Rambut pendek dengan kulit yang tak begitu putih, kayaknya dia juga lumayan. Tampilan hampir sama dengan Ganda.

"Yadi," kata Ganda menjelaskan. "Yang kost di rumah Pak RT. Kenalin nih Ran."

Aku bersalaman lagi. Aku sebut namaku dan dia sebut namanya. "Ran." Aku suka genggamannya, hangat dan kencang. Badannya agak besar dengan singlet dan calana pendek. Aku suka lengannya yang gempal. Rajin fitnes mungkin.

"Kita lagi nonton BF," kata Ran.

Dia dengan tenang mengeluarkan barangnya dari pipa celana pendeknya di depanku. Dia mau kencing rupanya. Atau malah mau pamer? Masih posisi kencing dia melirik ke arahku yang sedang memperhatikan barangnya.

"Mau nonton nggak?" nadanya mengajak.

Tangan menggoyang-goyang barangnya, mengambil daun yang ada sekitar situ dan menggosokkan ke lobang kencingnya. Dia memperbaiki posisi celananya setelah memasukkan barangnya. Aku menggeleng pelan.

"Kapan-kapan aja," kataku.

Aku menelan ludah setelah melihat apa yang di depanku tadi. Ukuran yang lumayan. Mungkin karena sedang tidak tegang penuh. Padahal aku ingin nonton. Tapi dipihak lain, otakku melarangnya. Jangan sekarang! Mau jaga imej ya, di depan teman-teman barumu ini? Suara hatiku menggoda.

Aku suka nonton, tapi belakangan ini aku menahan diri. Walau waktu dan kesempatan sangat memungkinkan. Aku takut terjerumus makin jauh kalau sering nonton film porno atau hal lain berbau porno. Takut nggak kuat..! Ketika aku mulai kerja di Jakarta ini, begitu banyak godaan yang membuat aku sangat berjaga-jaga. Kemaksiatan begitu murah dan mudah kalau mau.

"Yuk, mau ikut nonton?" Ganda mengajak, dan menyadarkanku. Ran berdiri sambil merangkul bahu Ganda, menunggu jawabanku. Malam terasa makin dingin.
"Makasih. Mau pulang dulu, lagi bau nih. Mau mandi," alasanku sambil bergerak berjalan beberapa langkah. Tapi terhenti karena Ran memanggil.
"Yadi, kenalin lagi nih," kata Ran ketika aku berbalik.

Kulihat ada lagi cowok yang keluar, turun ke jalan menuju ke arahku.

"Dana," katanya mengenalkan diri.

Anaknya manis, dan badannya lumayan bagus. Kalau mau jadi model juga bisa tuh, pikirku. Masih pake kemeja yang bagian depannya tak dikancing, memperlihatkan dada dan perutnya yang indah. Celana pendek yang sangat pendek, menonjolkan pahanya yang kencang dan padat. Sexy habis! Tonjolan penisnya itu..

Setelah berbasa-basi sedikit, aku pamit. Aku senang berkenalan dengan mereka. Dan memang aku perlu teman atau orang yang dikenal di sekitar ini.

"Yuk, ah. Pamit dulu, mau mandi," kataku akhirnya.
"Ok.. Sampai nanti. Besok-besok mampir aja ya," Ran mengajak.
"Siip," kataku. Sok akrab.

Aku melangkah, melanjutkan pulang melewati jembatan kecil, belok kiri, kemudian masuk jalan yang agak besar, yang dapat dilalui satu mobil, kemudian belok kanan. Jalan ini terang, dan di pojok sana ada posko yang ronda. Aku masuk halaman rumah Pak RT. Sepi. Biasanya TVnya nyala. Sekarang sudah gelap. Aku melewati samping rumah, membuka pagar ke halaman belakang dan setelah masuk aku tutup kembali tapi tidak rapat. Aku menuju pintu kamarku.

"Nak Yadi ya?" ada suara Bu RT.
"Iya bu," jawabku. Biasalah. Mereka mengecek, mungkin suara pintu pagar yang kubuka tadi membangunkannya.

Hari yang melelahkan. Tapi agak terhibur sedikit, setelah bertemu teman baru di tikungan gang dekat jembatan di sana tadi. Kumasuk kamar dan menyalakan lampu. Masih berantakan seperti aku tinggalkan tadi pagi. Aku regangkan otot-ototku yang rasanya pegal sekali. Bertemanan seperti Ganda, Ran dan Dana mengingatkanku kepada teman-teman ketika kuliah dulu. Dimana mereka sekarang ya?

Aku buka sepatu, buka kemeja dan kaos dalam. Barangku menegang dibalik celanaku. Aku raba-raba dan membuatku kembali terangsang. Pikiranku malah ingin masturbasi malam ini sambil mandi. Terobsesi bayangan BF yang Ganda, Dana dan Ran tonton kali ya. Apa mereka nonton BF homo atau hetero ya?

Dengan beretelanjang dada, aku keluar kamar. Angin malam menyegarkan badanku. Berjalan pelan ke jemuran mengambil handuk dan masuk kamar mandi. Kunyalakan lampu. Ini kamar mandi belakang, dipakai siapa saja, berdekatan dengan ruang jemur. Aku buka ikat pinggang bagian depan dan kemudian celana sekalian celana dalam dengan sekali melorotkan. Kuturunkan cermin yang tergantung agak tinggi ke atas bak mandi sehingga aku bisa lihat bayangan sebagian tubuhku, terutama barangku di sana. Kebiasaanku kalau mau merangsang diri. Aku suka melihat diriku di cermin. Tubuh yang indah, titipan Tuhan.

Kepalaku mulai berdenyut ketika tanganku bermain di batang barangku. Aku kocok pelan sambil memijat seperti memerah susu sapi. Jepit di pangkal dengan jempol dan telunjukku dan bergerak ke arah kepala barangku yang membuat kepala barangku semakin membesar dan merah. Kuulang berkali-kali. Sekali lagi aku lakukan pasti ejakulasi nih.

sudah ah, ku hentikan jangan sampai muncrat. Aku kembalikan cermin dengan tangan masih sedikit menggigil karena kegiatan memijat tadi. Aku tarik nafas dalam. Membasuh muka, membuat aku kekesadaran menjahui nafsu untuk berbuat lebih jauh.

Aku siram tubuhku dan ambil ember kecil peralatan mandiku yang tergantung di pojok ruang mandi. Ambil sabun cair. Pertama dioles ke barangku yang masih menegang. Aku tahan diri untuk tidak meneruskan gerakan yang bisa ejakulasi. Aku ratakan sabun dan menggosok keseluruh tubuh. Rasa segar yang menyenangkan. Dengan penis yang masih tegang, aku kesulitan juga untuk kencing, tapi sedikit membungkuk, aku selesaikan kencingku. Hangat. Aku dengar ada suara di luar. Paling Pak RT mengecek, kataku dalam hati. Kembali kusiram tubuhku beberapa kali. Suara air ini mungkin sangat jelas dari luar.

Aku selesaikan mandiku. Kukeringkan badanku sekedarnya dan melilitkan handuk ke bawah pinggangku. Posisi handuk yang memperlihatkan sedikit pantatku dan pinggulku karena handukku tidak begitu lebar. Di bagian depan, sisi pinggir handuk persis di atas pangkal penisku. Ada sebagian bulu keliahatan, tapi kucuekin aja. sudah malam gini, pasti juga nggak ada orang, pikirku. Sengaja badanku agak basah supaya angin malam di luar akan lebih menyegarkanku.

Kukembalikan peralatan mandi dengan menggantungnya ditempat semula. Kuambil celanaku kemudian keluar setelah mematikan lampu. Angin malam sangat dingin terasa, mungkin karena badanku masih agak basah. Ada seseorang di depan pintu kamarku yang sedikit terbuka. Ran?

"Wah.. sudah segar sekarang?" tanyanya. Tersenyum.

Masih pake pakaian seperti kenalan tadi, tapi aku dapat lihat otot lengannya lebih jelas. Otakku mulai membayangkan yang 'macam-macam'. Ditangannya ada pulpenku. Ah, pasti jatuh ketika jongkok dekat rumahnya.

"Iya nih. Lama menunggu?" tanyaku sambil buka pintu lebih lebar.

Bersambung . . . .