Pekanbaru night - Pertemuan dengan Deni

Halo fans 17Tahun, ini dengan Bobby lagi. Tentu anda telah baca ceritaku yang sebelumnya bukan? Kalau belum silakan lihat di sebelah kiri layar komputer anda, di sana ada daftar ceritaku yang tersusun rapi oleh administrator 17Tahun2.com yang profesional banget.

Aku menerima banyak sekali tanggapan berupa e-mail dari pembaca. Ada yang memuji, ada yang melayang-layang:) dan ada juga yang mencela. Anyway, terima kasih buat e-mailnya karena itu petanda kalau ceritaku ada yang menyimak dan itu merupakan spirit buatku. Yang paling menggelitik adalah banyak e-mail yang jika disimpulkan menjadi satu kalimat maka bunyinya kira-kira begini:"Kok kayaknya ceritamu boongan deh, masak ngentot bisa tahan sampai 5 jam lebih?":)

Meminjam kesempatan ini aku mau jelaskan kalau aku sama sekali tidak pernah bilang kontolku kalau dimainkan bisa tahan sampai sekian jam non stop. Aku kan selalu jelaskan dalam cerita kalau permainan gay sex yang sekian jam itu adalah dari pemanasan sampai keluar maninya. Itupun lebih lama di pemanasannya plus sudah ditahan-tahan keluarnya dengan teknik start-stop dengan pasangan sex, dan percaya atau tidak teknik itu memang bisa memperlama waktu main lho sampai selama yang tidak bisa kamu bayangkan deh. Kalau mau hitung gesekan/kocokan pada kontol secara non stop maka jujur saja aku tahan rata-rata cuman 20 sampai 30 menitan aja. Jadi tenang aja.. Aku masih manusia biasa kok, sama seperti kamu dan bukan seperti Superman misalnya yang kentotannya sampai menyebabkan gempa bumi ;).

OK, enough with the rubbish. Kali ini aku akan ceritakan pengalaman gay sex dengan seseorang yang sekali lagi kudapatkan di tempat fitness. Karena aku lihat banyak cerita lainnya di 17Tahun.com yang bersetting sama maka singkat saja aku gambarkan pertemuan kami yang sama seperti kebanyakan cerita gay di gym yang diawali dengan menyadari keberadaan masing-masing yang menarik lalu saling curi pandang, kemudian meningkat jadi terang-terangan saling pandang dan saling mengagumi bentuk tubuh lawan yang basah oleh keringat dengan berbumbukan gambaran otot besar seksi plus licin plus mengkilat dan akhirnya saling menyapa dan terlibat obrolan akrab dengan tatapan mata yang penuh pancaran daya magnet:).

Singkat cerita si Dia sudah duduk di sebelahku didalam mobil untuk meluncur ke rumahku sambil ngobrol akrab dan kadang-kadang tangan kami nakal saling menyentuh dan meremas daerah peka lawan. Kami sudah tidak malu-malu lagi melakukannya karena tadi si Dia secara tenang dan blak-blakan telah mengaku kalau dirinya gay. Aku sangat suka dengan gaya bicaranya yang blak-blakan itu yang membuat dirinya terasa begitu dekat dan akrab walaupun baru bertemu pertama kalinya. Namanya sebut saja Deni. Kulitnya sawo matang bersih dengan rambut halus pendek yang ditata ala tintin. Wajahnya biasa saja namun memancarkan pesona tinggi yang bikin hati deg-degan dan merasa gemas ingin mencium-ciumnya. Umurnya 31 tahun dan menurut pengakuannya ia pernah tinggal lama di Jakarta dan baru berada di Pekanbaru selama kira-kira 2 tahunan. Saat ini Deni bekerja dan menjabat sebagai manajer di salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pulp and paper di Riau. Ia memiliki rumah fasilitas dari perusahaannya yang terletak tidak jauh dari fitness centre sehingga biasanya ia selalu ke gym sambil jogging dari rumah pada pagi hari. Kebetulan saja hari itu ia fitness sore.

Aku agak 'surprised' saat tahu kalau umurnya sudah segitu, padahal kalau dilihat dari wajahnya yang halus tanpa kerut kayaknya ia masih berumur 25-an saja. Bentuk tubuhnya lebih kurang sama denganku namun yang paling istimewa adalah otot dada dan perutnya yang ekstra kekar dan menonjol hingga tidak seimbang jika dibandingkan dengan otot lengannya yang walaupun cukup kekar tapi masih tergolong biasa-biasa saja. Namun jika dilihat secara keseluruhan otot dada dan perutnya itu malah membuatnya sangat seksi hingga kontolku sudah tegang sejak tadi dan beberapa kali aku harus menelan ludah untuk sekedar menahan gejolak berahi di dalam dadaku. Tadi di fitness centre Deni memang kelihatannya hanya melatih otot dada dan perut saja sedangkan otot lainnya hanya seperlunya saja tentunya Deni latihan dengan melepas kaosnya hingga membuat aku yang maniak 'daper' (dada perut) kesetrum nafsu sex:).

Saat itu penunjuk waktu di dashboard mobilku sudah mencapai angka 6:20 PM. Perjalanan menuju rumahku terasa jauh sekali hingga aku makin gelisah dan tidak sabaran karena gairah yang hampir tidak dapat kubendung lagi dan akhirnya.. pintu pagar rumahku sudah kelihatan. Seperti mau terbang saja aku segera turun dari mobil sambil tergesa-gesa membuka kunci pagar dan mengisyaratkan Deni untuk menggantikan aku menyetir masuk. Tanpa sempat mengunci kembali pagar rumah aku lari ke garasi dan segera membuka kuncinya lalu menaikkan pintunya dan mobilku akhirnya masuk ke dalam garasi rumahku yang cukup luas itu. Aku segera menurunkan dan mengancing pintu garasi lalu menyalakan bola lampu 5 watt yang terpasang di langit-langit ruangan hingga menciptakan suasana redup yang romantis. Begitu Deni membuka pintu mobil dan turun aku segera menubruknya sambil menciuminya dengan buas yang membuat Deni ikut-ikutan terbakar gairah dan membalas dengan tak kalah panasnya. Hampir bersamaan aku dan deni dengan tergesa melepas kaos dan celana sport masing-masing berikut CD dan melemparnya serampangan. Kami telanjang bulat dan melanjutkan ciuman dan rabaan hingga berguling-guling di lantai garasi yang agak berdebu. Kontol Deni yang sudah tegang penuh terasa keras mengganjal di perutku.

Seperti biasanya aku melahap dada dan perut Deni yang begitu spesial plus bersih licin tanpa bulu dengan rakusnya dan terus turun hingga ke selangkangannya yang juga tidak ternoda oleh bulu-bulu. Bentuk kontol Deni cukup besar dan seperti orangnya kontolnya juga sangat menggemaskan hingga aku mulai mengemutnya dengan lahap sambil memaju mundurkan kepalaku dengan gencarnya yang membuat Deni mendongakkan kepalanya sambil mendesah-desah nikmat. Udara di dalam garasi yang kipas ventilasinya dalam keadaan off mulai agak pengap oleh aroma keringat kami.

"Hah.. ahh.. oh.. yess.. hahh."..
Desahan nikmat Deni menggaung merdu di telingaku semakin memanaskan suasana. Tidak berapa lama kemudian tubuh Deni mulai menegang. Kontolnya juga terasa lebih keras di dalam mulutku.
"Ohh.. ahh.. Bob.. aku.. mau keluar.. ohh."., agak tersendat Deni mendesah-desah nikmat.
Aku makin giat dan kuat menghisap kontol Deni hingga..
"crett.. crott.. ahh.. jangan telan semua Bob."..
Deni menembakkan maninya yang kental manis:) di dalam mulutku dan masih sempat-sempatnya mendesis memesan agar aku tidak menghabiskannya yang dengan agak susah payah kuturuti karena aku sangat doyan mani dan biasanya pasti sudah ludes begitu dimuncratkan dari sumbernya ;).

Setelah itu Deni mulai meraih kepalaku sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. Aku sedikit membuka mulutku hingga mirip orang yang sedang ileran sisa mani Deni mulai menetes di pinggiran mulut dan bibirku. Melihat ekspresiku Deni dengan cepat menyumpal mulutku dengan bibirnya yang kenyal panas dan menyedot-nyedot mulutku dengan nafsunya. Puas menyedot mulutku ia menjilati pinggiran bibirku lalu seluruh permukaan wajahku yang kelimis karena aku rajin cukur. Puas menjilati wajahku Deni mendorongku berbaring di lantai dan meneruskan karyanya pada daerah dada dan perutku.
"Wow.. gila."..
Saat sampai di daerah selangkanganku Deni mendesis dengan mata agak membesar sambil meremas-remas plus mengocok kontolku hingga membuatku mendesah keenakan.
"Oooh.. hisap Den.. akh."..
Deni segera menelan kontolku dan mengemutnya dengan nikmat.
"Ahh.. yess.. truss."., aku mendesah-desah sambil tanganku mengacak-acak rambut Deni.
Tidak beberapa lama kemudian..
"Hahh.. okh.. aku mau keluar Den."., aku mulai mengejang sambil meremas dada plus memilin-milin putingku sendiri.
Deni makin nafsu mengisap hingga..
"Akh.. crott.. crett.. crott", aku klimaks dan menembak beberapa kali di dalam mulut Deni.
Deni terus menghisap-hisap kontolku dengan kuatnya dan menghabiskan cairan kenikmatan sampai tidak tersisa. Kami lalu saling tatap sambil tersenyum mesra.

Permainan kali ini terasa agak singkat. Mungkin karena stamina kami yang sudah agak terkuras saat latihan di fitness centre hingga kami sama-sama tidak menunda-nunda puncak kenikmatan. Setelah puas menikmati sensasi nikmat yang tersisa aku bangkit dan memungut pakaian yang berserakan di lantai garasi.
"Masuk yuk."., kataku sambil membuka pintu dalam ruangan garasi yang menembus ke dalam rumah.
Deni segera mengikutiku dari belakang.
"Wah.. Rumahmu nyaman dan tenang ya?" komentar Deni sambil memandang ke sekeliling ruangan rumahku.
"Yah.. lumayanlah untuk lajang yang tinggal sendirian. Mandi dulu yuk.. Ntar masuk angin."., kataku sambil melempar pakaian yang ada di tanganku ke keranjang yang ada di samping mesin cuci.
"OK.. ayo.. Tapi nanti pinjami pakaianmu ya? Soalnya aku nggak bawa pakaian ganti" kata Deni sambil menepis-nepis debu lantai garasi yang menempel di pahanya.
"Siip."..
Kami lalu melangkah masuk kamar mandi dan mandi sama-sama sampai bersih. Kami benar-benar mandi dengan sesekali saling menggosok badan lawan tanpa diselingi esek-esek lagi. Selesai mandi kami lalu mengeringkan badan dengan handuk yang ada.

"Yuk.. Pakaiannya ada di kamarku". Dengan masih telanjang bulat aku dan Deni segera menuju ke kamarku.
"Bajunya kamu pilih sendiri ya". Aku membuka lemari pakaianku lalu mengambil kaos, CD dan Jeans favoritku.
"Wahh.. CDmu banyak sekali ya?" komentar Deni saat melihat tumpukan CD koleksiku. Aku hanya tersenyum saja.
Seperti aku Deni juga mengambil kaos, CD beserta jeans dan segera mengenakannya. Pakaian milikku sangat pas dikenakan Deni karena bentuk badan kami yang tidak berselisih jauh.
"Aku lapar nih.. Kita keluar makan dulu ya?" kataku sambil memegang perutku yang memang agak keroncongan.
"Siiplah, aku juga lapar. Kamu mau makan apa? Biar aku yang traktir ya?", Deni berkata sambil merapikan rambut tintinnya di cermin.
"Terserah kamu deh, apapun OK asal bukan rumput."., candaku yang disambut Deni dengan tertawa kecil.
"Gimana kalau ke PG saja, sudah lama nggak ke sana nih."..Deni menyebut salah satu pondok restoran yang cukup terkenal di kota Pekanbaru.
"OK, kamu yang nyetir ya?" kataku sambil berjalan merangkul bahu Deni.
Tak lama kemudian kami sudah meluncur di jalan raya kota Pekanbaru yang suasananya agak ramai karena saat itu adalah malam minggu.

*****

Jam di dashboard mobilku menunjukkan pukul 8:30 malam. Saat itu kami sedang meluncur untuk pulang setelah puas mengisi perut kami. Kami sudah sepakat untuk bersama-sama menghabiskan malam itu di rumahku. Aku menyetir mobil sambil ngobrol dengan Deni yang sesekali diselingi oleh canda tawa hingga hubungan kami terasa makin akrab saja. Deni ternyata orangnya sangat humoris dan penyabar. Saat berdekatan dengannya sangat terasa kalau dia tipe yang 'care' banget dengan lawan bicaranya yang membuatku nyaman berbicara apa saja dengannya. Kira-kira 20 menit kemudian mobilku sudah sampai di depan pagar rumahku. Tanpa banyak komentar Deni turun dan membuka pintu pagar dan garasi yang membuatku salut padanya.

Singkat cerita kami sudah berada di dalam rumah. Saat itu aku sedang membuka red wine sambil menuangkan isinya ke gelas bertangkai. Lalu membawanya ke Deni yang sedang duduk sambil menselonjorkan kakinya di sofa empuk. Deni sedang asyik dengan remote control ditangannya sambil memindah-mindahkan channel TV.
"Nih."., kataku sambil meletakkan red wine di meja kecil di depan Deni.
"Thanks. Rumahmu besar juga ya. Trus.. kamar yang dua itu kosong dong."., kata Deni sambil pandangannya mengarah ke ruangan yang ada.
Rumahku memang cukup luas dan punya tiga ruangan kamar walaupun cuma 1 lantai saja.
"Nggak juga sih. Ruangan yang itu kujadikan sebagai ruangan kerjaku sedang yang satunya lagi ya buat semacam gudanglah gitu", kataku sambil menunjuk ke masing-masing ruangan.
"Jadi yang itu ruangan kerja ya? Boleh ke sana nggak?".
Deni kelihatannya sangat tertarik untuk melihat ruang kerjaku.
"Boleh".

Aku segera beranjak membuka pintu ruang kerjaku sambil menyalakan lampu dan AC yang ada di dekat pintu. Yang kusebut sebagai ruang kerja adalah tempat biasanya aku mengurus tetek bengek bisnis kecil-kecilan yang aku jalani. Didalamnya ada komputer yang terkoneksi ke internet lengkap dengan speaker stereo, printer bubble jet dan scanner. Juga ada rak-rak yang berisi buku dan majalah yang selalu kubaca saat senggang.
"Nih.. Beginilah ruang kerjaku.. Gimana menurutmu?", kataku setelah Deni melangkah masuk.
"Wah.. OK juga. Itu komputermu ya? Pentium berapa?", kata Deni sambil duduk di kursi empuk yang tersedia di depan komputer.
"Ooh. Kemaren baru upgrade ke pentium 4. Kebetulan harganya sudah lebih terjangkau", kataku sambil menyalakan CPU dan monitor komputer.
"Wah.. Ini pasti banyak materi birunya".
Deni tersenyum menggoda sambil klak-klik dengan mouse setelah Windowsnya keluar.
"Iya sih.. biasalah apalagi kalau sudah internet. Pasti banyak materi gituan yang bisa dikumpulin. Mau lihat?" kataku sambil tertawa kecil.
"Nanti saja deh. Aku masih mau ngobrol sama kamu. Nanti kalau sudah lihat itu malah keasyikan lagi", kata Deni sambil klik membuka program WinAmp.
Seketika mengalun musik instrumental koleksiku yang tersimpan dalam harddisk komputer.
"Ngomong-ngomong situs mana sih yang sering kamu kunjungi", kata Deni sambil menikmati musik yang makin menghangatkan suasana.
"Wah.. Banyak tuh. Tapi akhir-akhir ini aku sering klik 17Tahun.com"
"Ooh.. Yang itu. Aku juga pernah lihat. Walaupun OK tapi kayaknya nggak ada gambarnya deh. Kok kamu suka?" Deni agak terheran mendengar kalau aku sering klik 17Tahun.com.
"Yah.. Soalnya aku menuliskan beberapa ceritaku yang kebetulan sudah dimuat", kataku agak bangga.
"Masak sih."..Mata Deni agak membelalak tidak percaya mendengar ucapanku.

Tamat