Lukisan erotis

Hampir putus asa aku mengejar wawancara, padahal waktu cetak sudah mendesak. Sampai mengejar tokoh ini ke Semarang, karena sedang mengadakan jumpa fans sehubungan dengan peluncuran film anyar yang disebut-sebut para kritisi sebagai bentuk terobosan baru di tengah kelesuan dunia film nasional seperti saat ini. Setiap kali dihubungi telepon selulernya, selalu nada pesan yang menjawab, berulangkali aku berpesan, tapi sia-sia belaka. Baru tadi siang mendapat kepastian setelah berjubel dengan reporter lain ketika setelah sekian lama menunggu di Hotel Graha Santika tempat dia menginap untuk janjian wawancara, "Oh, anda yang mau bertemu dengan saya ya?" Dia malah menyapa duluan, sambil menatapku lekat, "Oh, ya.. pukul berapa anda bisa?" tanyaku. Tiba-tiba dia mendekat dan setengah berbisik, "Bagaimana kalo pukul 10:00 malam di kolam renang?" katanya sambil berlalu, "Saya pastikan akan hadir di sana tepat pada waktunya," jawabku sambil agak berteriak karena dia sudah berlalu. Dia memalingkan muka serasa tersenyum dan masuk ke mobilnya.

Pukul 10:00 malam aku sudah menuju kolam renang di Hotel Graha Santika. Aku menyukai gedung hotel ini karena bergaya arsitektur tropis, dengan idiom post modern terutama ekletisme arstefak arsitektur lokal masa silam di sana-sini. Kolam renang berbentuk organis itu sendiri berada di sayap kanan bangunan di antara restoran dan kafe yang diapit taman yang rimbun dengan landscape suasana taman-taman tropis, dengan rumput, perdu liar di sudut-sudutnya di selingi pohon-pohon yang rimbun.

Saat itu kukenakan switer biru dan jeans warna krem yang pas di badan, sepatu kets warna coklat, kartu pers kugantungkan di leher, kamera, tape recorder, dan notebook serta sample majalahku yang terbaru aku masukan ke tas. Aku sedikit menyisir rambut dan melumuri pipi dan leherku dengan aftershave.

Malam begitu cerah, bintang gemintang bertaburan di angkasa. Aku mnyusuri pinggiran kolam di antara rerimbunan taman, menuju gazebo di sudut kolam. Tapi gazebo sepi, hanya sebotol Mersailles dan dua buah gelas tergeletak di tengah meja kayu yang terbuat dari kayu ulin yang kokoh.

Aku menaruh tas di kursi kayu, tiba-tiba.. "Hai.." katanya menyapa sambil muncul dari kolam renang dan menepi, aku berpaling dan pura-pura tidak terkejut. Dody namanya, lagi berenang rupanya, memakai celana renang yang minim sekali warna hitam dari bahan lycra, kalau siang mungkin kelihatan transparan, sangat kontras dengan kulitnya yang putih. Dody berdiri di bibir kolam, meskipun cahaya hanya remang-remang aku bisa menikmti tubuhnya yang atletis, 180 tingginya kira-kira dengan berat proposional, otot-otot dada dan perut kelihatan begitu terlatih dengan bentuknya yang kotak-kotak padat berisi. Wajahnya yang kokoh merupakan perpaduan antara rahang yang kotak, hidung mancung dan alis tebal, sementara matanya menyorot tajam dengan rambut agak ikal, dan gigi yang berbaris rapi. Otot-otot trisep dan bisepnya berisi, berpadu dengan dada bidang yang kekar. Di balik celana renangnya yang mini aku melihat tonjolan besar, seperti tak sanggup menahan beban berat di dalamnya, bulu-bulu halusnya sedikit menyembul keluar, terus menjalar sekitar pusar. "Malam yang panas, ya.." aku membuka pembicaraan, "Betul sekali, anda tidak ingin berenang?" tanyanya. "Oh, saya tidak membawa celana renang, mungkin lain waktu saja.." jawabku.

Dia menyambar handuk dan mengeringkan mukanya, kemudian duduk di kursi dengan masih bercelana renang, tepat di kursi samping kiriku sambil menuangkan minuman, masing-masing diisi separuh. Kemudian dia mengangkat gelas seraya berujar, "Untuk malam yang indah.." aku buru-buru mengangkat gelas juga untuk bersulang.

Wawancara kami, tepatnya obrolan, berawal dari liku-liku perjuangan dia hingga mencapai puncak karir seperti sekarang ini, bagaimana dia berawal menekuni dunia model, ke bintang iklan, kemudian main sinetron dan sekarang sedang menjajaki ke dapur rekaman segala. Kelihatannya dia makhluk paling bahagia yang pernah aku temui, punya tubuh yang gagah, terkenal dan tentu saja banyak uang, sehingga dunia ada dalam genggamannya.

Aku mencermati gesturnya yang ekspresif, ia menceritakan masa kecilnya dengan tertawa ringan, kemudian bercerita liku-liku hidupnya dengan suara berat, sesekali menerawang ke langit gelap. "Orang hanya melihat kedaanku saat ini, tanpa mencoba mengerti bagimana semua ini harus aku raih dengan mengorbankan diri dan keniscyaan kehidupan," katanya lirih. Terus dia berujar bahwa hidup tidak selamanya hitam putih, tapi selalu kaya akan warna. Bahwa kesempurnaan hidup terletak pada kekurangan seseorang. Hakekat yang terlihat terletak pada apa yang tidak bisa kita lihat, kita tak pernah tahu apa dibalik semua kenyataan yang kadang kita tak punya pilihan lain untuk menjalaninya. Dari tekanan suaranya aku bisa merasakan kepedihan itu, aku menggapai tangannya dan memegangnya. "Maafkan sobat jika pertanyaanku membuka kenangan masa lalumu yang sulit.." Dia tersenyum sambil mengusap titik-tika air bening di sudut matanya.

Aku menarik napas panjang berusaha menenangkan jantungku yang deg-degan. Suasana hening sesaat, hanya bunyi gemerisik dedaunan ditiup angin, semilir sayup-sayup ditingkahi gemericik air di pancuran. Sebelum melanjutkan wawancara dia bangkit dan menceburkan tubuhnya ke kolam renang, gerakan antara tangan, kepala, dada dan pantat yang turun naik berirama membentuk suatu harmoni erotis. Aku berdiri di pinggir kolam, ujung sepatuku menyentuh airnya, aku merapatkan tanganku di pangkuan menahan malam yang mulai dingin. Pikiranku menerwang ke alam dimana harapan-harapanku yang tak pernah pupus, cerita cinta yang tak pernah menjadi kenyataan. Karena kasih sayangku selalu kehilangan arah.

Aku terjaga ketika mendengar suara, "Tolong.. tolong.. aduhh.." Ternyata Dody hampir tenggelam, aku terkesiap segera kubuka sepatu dan langsung aku terjun dan menggapai tubuhnya yang melayang di dalam kolam, aku sorong kepermukaan dan kugiring ke sisi. "Kenapa?" tanyaku sambil berusaha mengangkat tubuhnya ke darat, "Aduh..! Aaah..!" dia meringis sambil menunjuk kaki kirinya yang tidak bisa diluruskan. "Oh kram ya?" tanyaku sambil mengusap air dari mukaku. Dia menganguk dan terus merintih, aku sedikit panik dan kuletakan tubuhnya di tempat yang rata, kuambil handuk dan kuselimuti tubuhnya supaya tidak kedinginan, kuberi ia minum serta kucoba memijit betis kiri, kupegang salah satu nadi yang tegang, kutelusuri terus hingga agak mengendur. Aku memang tahu sedikit P3K karena dulu pernah ikut PMR di sekolah menengah.

Dody masih terus meringis menahan sakit. Setelah beberapa saat ia mampu duduk dan mengucapkan terima kasih telah menolongnya. Aku baru sadar tubuhku basah kuyup, padahal aku nggak bawa baju untuk ganti. "Gimana, apakah perlu aku panggilkan dokter?" tanyaku. "Oh, nggak usah, udah baikan. Tapi, bisa antar aku ke kamar?" pintanya sambil menjulurkan tangan. Aku mengangguk sambil menarik tangannya. Aku memapahnya dengan tangan kanan, sementara tangan kiriku menjinjing tas yang tadi kubawa. Aku melintasi taman, masuk ke selasar dan kemudian ke lobby lift, setelah masuk dia memencet tombol angka. "Aku di kamar *** (edited)," katanya.

Ketika sampai di kamar, aku mendudukkan Dody di kursi, dan kutaruh tasku di ludgage rack. Ketika melintasi cermin aku baru sadar badanku basah kuyup, "Kamu ganti baju, nanti masuk angin, kalo nggak bawa, pake aja baju saya dilemari.." katanya. "Oke, thanks.." kataku sambil mencari mobilphone, maksudku ingin kasih tahu ke orang kantor kalau.. "Sudahlah, kamu nginap sini aja, temani aku.." pintanya. Aku berpikir sekilas, "Oke juga, biar aku selesaikan reportku dan dikirim dengan email," jawabku.

Aku berlalu ke kamar mandi, membuka baju dan celana yang basah, kemudian sedikit membilas, dan kulilitkan handuk sebelum keluar kamar mandi. Sekilas kucermati tubuhku yang masih lumayan bagus, dengan six packnya masih terlihat, walau di sana-sini agak mengendor, karena pekerjaan wartawan yang tidak menentu, membuat aku tak punya waktu yang teratur untuk untuk fitness.

Ketika keluar toilet, kulihat Dody lagi berusaha melepas celana renangnya yang basah sambil duduk dikursi, kakinya belum bisa diluruskan benar. "Boleh kubantu?" tanyaku. Dody mengangguk. Aku memegang karet pinggang celana renang bertuliskan "Speedo" di belakangnya itu. Kutarik perlahan, dan Dody mengangkat pantatnya dari bantalan kursi, "Sreet.." lepas sudah, dan kutaruh di kamar mandi. Aku terpana melihat kemaluan Dody yang indah, agak kecoklatan, dikelilingi bulu-bulu halus tipis keriting di atasnya hingga merata sampai ke pusar. Meskipun batang kemaluannya tidak tegang, tapi kelihatan besar dengan warna merah kecoklatan. Pahanya juga ditumbuhi bulu-bulu halus yang kontras dengan kulitnya yang putih. Rupanya dia sadar kalau aku mengamati batang kemaluannya, tapi ia pura-pura tidak tahu dan dibiarkan saja tubuhnya telanjang bulat, seakan-akan baginya sudah terbiasa telanjang di depan orang, sesama cowok lagi.

Dody berusaha bangkit menuju ke tempat tidur, tapi baru berdiri saja dia sudah nyengir menahan sakit, aku segera menghampirinya dan membimbingnya ke tempat tidur. Kupegang pinggangnya, dan kutidurkan di kasur. Saat itu tubuh kami begitu dekat, wajahnya berhadapan dengan wajahku, hembusan nafasnya terasa hangat menyapu kulit wajahku. Kami sempat bertatapan, tapi aku kemudian memalingkan muka dan segera bangkit tapi Dody malah memagut bibirku, aku hanya terkejut dan diam saja menerima ciuman bibirnya yang dingin dan manis seperti es krim, mataku terpejam, ia memainkan lidahku dan dihisap dalam-dalam. Aku memeluknya erat-erat dan membelai-belai punggungnya, terus menggapai ke bawah dan kulepas handuknya serta kuremas-remas pantatnya yang kencang, "Hai, kakimu kan masih sakit?" tanyaku sampai melepaskan rangkulan, "Ah, nggak kok.. aku tadi berpura-pura.." jawabnya sambil tersenyum, "Ah, sialan kau, awas ya.." kataku sambil menindih tubuhnya dan memagut bibirnya yang tipis dan merah itu.

Ia terus menciumi leherku dan terus ke bawah menjilati puting susu, dan menghisap serta menggigitnya sedikit, "Aahh­.." perasaan geli, nikmat dan harap cemas menjadi satu, aku menggelinjang dan memeluknya semakin erat, kemudian beralih ke puting yang satunya lagi dimain-mainkan dengan lidahnya, putingku sudah mengeras dan kemerahan, ­tiba-tiba dihisap dalam-dalam dan digigit, aku hampir berteriak sakit tapi nikmat.­

Jilatan-jilatanya yang dahsyat mendarat di perut, pusarku jadi ajang permainan selanjutnya­. Otot perutku menegang, kubelai-belai rambutnya, kurasakan tubuhnya sudah mulai berkeringat, dan tiba-tiba dia menjilati batang kemaluanku yang sudah dari tadi menegang, memerah dan telah mengeluarkan cairan bening­. Mula-mula kepalanya yang besar, kemudian ke sekeliling batangnya turun naik dan terus menjilati daerah lipatan paha dan buah zakar, terasa geli nikmat. Badanku meregang, ­kemudian buah pelirku dilumatnya habis ­dan dimain-mainkan oleh lidahnya, terasa ngilu sampai pening kepala, ­"Aahh.." aku meremas-meremas rambutnya.

Tapi permainan tak henti samapai di situ, batang kemaluanku yang telah penuh ereksi dimasukkan ke dalam mulutnya, "Oohh.. ss­.." terasa lembut,­ hangat, ­dan sejuta rasa lainnya, ­nikmatnya sampai ke ubun-ubun. Kakiku meregang merasakan nikmatnya kuluman dia. Kepala batang kemaluanku dimainkan oleh lidah di dalam mulutnya,­ woow, ­geli.. nikmat­, ­terus dihisap lembut-lembut. Iihh, aku bergidik, ­nikmat­. Sementara tangannya mempermainkan anusku, ­aduh, ­dipijit-pijit dan jarinya dimasukkan ke dalam anusku, ­oohh­.. tahap-demi tahap dia mempercepat hisapanya dan mengelur-masukkan batang kemaluanku dari mulutnya, semakin lama semakin cepat dan menghunjam dalam-dalam masuk ke tengorokannya karena gesekannya begitu sering, hingga batang kemaluanku terasa panas, namun nikmat dan masih merasakan kelembutan mulutnya.

­Kemudian ia membalikkan tubuhnya ke posisi 69, dengan posisi tubuhku di atas, kini batang kemaluan Arab yang panjang dan besar ada di depan hidungku, kucium jembutnya kurasakan bau khas laki-laki menyengat namun nikmat, kujilati paha yang berbulu halus dari pangkal paha hingga lututnya, kemudian daerah lipatan antara paha dan buah zakarnya, kemudian kupegang batang kemaluannya dan kujilati kepalanya, kumainkan dengan lidahku, semakin membesar, semakin tegang, terasa sedikit asin, lembut dan hangat, ­terus jilatanku menyusuri batang kemaluannya yang hampir tak terpegang dengan sebelah tangan saking besarnya dan panjangnya sekitar 20 senti itu terus ke bawah dan kujilati kantung buah zakarnya. Semerbak bau khas semakin merangsang birahiku­. Kuhisap dan gigit sedikit dan kumasukan ke dalam mulutku sebelah buah zakarnya­. Dia histeris dan mengangkat pantatnya, dia semakin erat mencengkeram pantatku dan meremas-remasnya, ­permainanku terus berlanjut dengan memasukan batang kemaluannya ke mulutku dan kuhisap dalam-dalam, terasa lembut tapi keras, hangat dan denyutan uratnya sangat terasa dilidahku.­ Kumain-mainkan dengan lidahku, dan kukeluar-masukan dari mulutku, ­semakin lama semakin cepat, cepat, hampir aku tersedak karena kerongkonganku penuh dengan batang kemaluannya yang besar. Dia menggoyang-goyangkan pantatnya, berputar naik turun­.

Sementara mulutnya tak bisa berkomentar banyak karena penuh dengan batang kemaluanku juga, aku dorong batang kemaluanku masuk ke mulutnya hingga sampai kerongkonganya kuputar dan kunaik-turunkan dari mulutnya. Suaranya hanya berdecak-decak dan hisapanya semakin kuat. Sehingga aku merasakan dua kenikmatan sekaligus, ­mulutku merasakan kenyalnya kemaluan dia dan kemaluanku juga merasakan lembut dan hangat mulutnya­­. Semuanya terus berlalu dengan irama yang seimbang dan semakin cepat, ­antara naik turun pantat, bergoyang, berputar dan hisapan disertai erangan dan desisan terus silih berganti­.

Suasan begitu hening, malam telah larut beranjak ke dini hari. Sunyi senyam menerbangkan sejuta kenangan menjadi kenyataan. Aku hampir berteriak merasakan kenikmatan yang dahsyat ketika dia mulai menjilati sekitar lubang anusku, oohh­.. terasa geli dan nikmat, kemudian lidahnya dijulurkan ke lubang anusku, kukendurkan otot anusku dan ternyata dia menghisap dalam-dalam lubang anusku, ­"Please fuck me," ­pintaku­.

Kemudian ia menjatuhkan tubuhku ke kasur dan ia semakin ganas menjilat dan menggigit pantatku, memainkan anusku dengan lidahnya. Kuangkat pantatku sehingga agak menungging, kemudian dia hisap anusku dalam-dalam, "Ooohh..­" senssi kenikmatan yang belum pernah kurasakan,­ kemudian ia membalikkan tubuhku, sehingga aku terlentang di pinggir ranjang, dia berdiri di pinggirnya dan kedua kakiku diangkat ke pundaknya, pantatku agak terangkat, batang kemaluannya disodokkan pelan-pelan ke arah anusku­. "Aahh," ­aku berteriak kesakitan. Pelan-pelan namun pasti batang kemaluan besar itu menerobos ke lubang anusku­, ­otot anusku yang meregang terasa sakit dan panas, terasa seperti digigit-gigit semut, ­namun hanya terasa sebentar saja, ­selanjutnya ada perasaan harap cemas dan sundulan kepala batang kemaluannya ke dinding anus teras geli agak gatal, dibiarkan dalam beberap saat batang kemaluannya berada dalam anusku. Kemudian ditarik dan dimasukkan perlahan-lahan,­ pantatnya mulai bergoyang maju-mundur, berputar, demikian juga dengan pantatku mengimbanginya­. Kuangkat pantatku tinggi-tinggi dan dihunjamkan dalam-dalam batang kemaluannya ke dalam anusku,­ hampir sampai ke jantungku, semuanya terus berulang dengan irama yang seimbang, ­kuangkat, dihunjamkan, tangannya menekan pantatku hingga batang kemaluannya menghunjam dalam, aku teriak, "Aaahh.." terus bergoyang dan berputar, semakin lama semakin cepat, ­cepat dan cepat, serta oohh cairan hangat dari batang kemaluannya serasa menedang-nendang dinding anusku. D­ia mencengkram tubuhku kuat-kuat dan digigitnya bahuku. Untuk beberapa saat tubuhnya menegang sebelum melemas secara perlahan. Kemudian ia tergeletak di sampingku, dan merangkulku serta menciumku dalam-dalam.

Suasana sunyi sejenak, dua anak manusia yang sejenis tergolek ranjang, telanjang, disaksikan lukisan bergaya abstrak yang mengekspresikan keindahan erotisme cinta, keindahan birahi yang yang tergantung membisu di dinding, setia menyaksikan prosesi bersatunya dua jiwa yang bergelora.

Setelah beberapa saat, dia bangun dan pergi ke shower untuk membersihkan diri. Langkahnya gontai dengan batang kemaluannya menggantung, aku terus menatap tubuhnya yang indah dan atletis itu, dadanya bidang dengan otot bisep dan trisep yang kokoh. Hampir di semua tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus. Dia kemudian membuka kran dan mengguyur tubuhnya dengan air hangat, sementara pintu kamar mandi dibiarkan terbuka. Aku dapat dengan bebas menikmati kendahan tubuhnya.

Sementara dari tadi batang kemaluanku tetap menegang karena belum ejakulasi, semakin menegang menjulang di antara kedua pahaku. Aku bangkit dan menghampiri Dody di kamar mandi, dia tersenyum sekilas dan menguyur tubuhku dengan air hangat, ­sehingga kami sama-sama basah, kemudian aku raih sabun dan kubelai tubuhnya dengan busa sabun yang lembut, dia terpejam sambil memagut bibirku. Kutelusuri seluruh lekuk tubuhnya yang atletis dari dada, punggung, perut, pinggang, pantat dan pahanya­. Demikian juga dengan Dody, dia membelai seluruh lekuk tubuhku dengan busa sabun, kadang dengan belaian lembut, kadang dengan dipijit-pijit, kadang juga dengan ciuman bibirnya dan jilatan lidahnya.

Aku berusaha mengatur napas yang memburu, kemudian aku membimbing Dody untuk bersama-sama berendam di bathtub yang telah penuh dengan busa, aku kecup bibirnya dalam-dalam, kupermainkan lidahnya, kami saling berpelukan alam busa sabun, hingga licin, kami duduk berhadapan berpelukan erat, dadanya melekat ke dadaku, batang kemaluannya menempel ke batang kemaluanku, kemudian Dody agak mengangkat pantatnya. Kupegang punggungnya, dan kusodok pantatnya pelan-pelan dari bawah,­ Dody menggelinjang perlahan, kepalanya menengadah dan pegangan ke dinding kamar mandi semakin kuat. Terasa lubang anusnya hangat, menjepit dan meremas batang kemaluanku, "­Oohh," ­aku merasakan sensasi perasaan yang sulit kutuliskan, tubuhku meriang. Kemudian kupegang pinggangnya dan kumasukan kuat-kuat seluruh batang kemaluanku ke anusnya, Dody menggelinjang dan setengah berteriak, "­Aaahh," kemudian kugoyangkan pantatku maju mundur, berputar, dan pantat Dody pun mengikuti irama itu dengan menarik dan menekan pantatnya dari batang kemaluanku, gerakan-gerakan itu berirama, air busa di bathub tumpah ruah ke lantai kamar mandi.

Sementara tanganku yang kanan kuraih kemaluan Dody yang sudah menegang dan kupermainkan, kubelai, kupijit, kukocok,­ ­sehingga Dody meregang. Sementara pantatanya terus kugenjot habis-habisan sampai pinggangku terasa panas, dan Oow aku mulai ejakulasi, kucabut batang kemaluanku dan kukedap tubuh Dody kuat-kuat, kami saling dekapan dalam keadaan tubuh licin,­ seperti belut.

­"Oohh­.."
"Croot, ­croot, crroott.."

Air maniku keluar dengan dahsyatnya, sekujur tubuhku merinding,­ bergetar,­ tegang, ­dan­ sensasi perasaan lainnya. Aku tenggelam dalam air sabun dan kupeluk tubuh Dody erat-erat.

Tamat