Sesama Pria
Monday, 7 December 2009
Pemijat dadakan
Di lingkungan sekolah aku tidak mempunyai teman yang sangat akrab, aku lebih sering bergaul dengan tetangga sebelah rumahku yang kebetulan merupakan tempat kost dan salah seorang yang paling akrab bergaul denganku adalah Syarif, seorang mahasiswa yang mempunyai banyak kesamaan denganku. Syarif berusia 23 tahun. Dia pula yang mengajakku rutin berlatih di klub fitness atau renang.
Pada suatu sore, Syarif menawariku untuk main ke tempat kerjanya. Setahuku memang beberapa minggu terakhir ini Syarif agak sibuk dan mempunyai jadwal kerja walaupun bukan berstatus pegawai tetap. Yang jelas dia sering pulang agak larut dan jarang bisa ngobrol denganku seperti biasa.Aku menerima tawarannya dan berangkat bersama. Sekitar 20 menit aku berboncengan motor dengannya dan sampailah kami di sebuah rumah di sebuah kampung. Syarif lalu memarkir motor dan mengajakku masuk ke rumah tersebut.
Di dalam terdapat sebuah meja yang seperti meja penerima tamu dan beberapa kursi berjajar. Ada beberapa orang pemuda yang sebaya Syarif dan rata-rata berbadan kekar sedang mengobrol. Mereka menyapa Syarif dan Syarif lalu mengenalkanku kepada mereka. Rata-rata mereka ramah sehingga aku merasa lumayan betah di sana. Syarif lalu memintaku duduk menunggu di ruang tamu tersebut dan beberapa temannya mengajakku mengobrol ringan. Syarif sendiri lalu masuk ke ruang dalam. Tidak lama kemudian ada seorang bapak-bapak masuk dan menyapa salah seorang pemuda yang sedang duduk. Lalu setelah bercakap cakap sebentar mereka keluar.
Selang beberapa menit, Syarif keluar dengan seorang lelaki yang usianya kira-kira 30 tahun.
"Ton, kenalkan.. ini Mas Amir.. boss gue," kata Syarif.
Aku lalu berjabat tangan dengan Mas Amir yang tubuhnya juga boleh dibilang bagus. Kami lalu mengobrol ringan. Dalam waktu 20 menit, para pemuda yang tadi di ruang tamu telah kedatangan tamu dan ada yang langsung pergi, ada pula yang naik ke lantai atas.
"Mas.. kerjanya apa sih, dari tadi kok banyak sekali tamu yang keluar masuk?" tanyaku penasaran.
"Ah.. kerja gue sih ringan aja.. cuman nemenin tamu ngobrol terus.."
Belum sempat Syarif menyelesaikan kalimatnya, pintu terbuka dan muncul seorang lelaki. Syarif lalu menyapa dan mempersilakan masuk. Setelah berbincang-bincang beberapa saat.
"Ton, gue tinggal dulu ya.. gue harus temenin tamu nih.. elo tunggu aja di sini bentar."
Sedang asyik-asyiknya aku melihat-lihat majalah tersebut, tiba-tiba pintu kembali terbuka. Muncullah seorang lelaki bertubuh kekar memakai kaos ketat sehingga keindahan tubuhnya dieksploitasi. Aku mengangguk dan mencoba mempersilakan dia duduk. Kulitnya agak hitam terbakar matahari dan rambutnya dipotong cepak sekali. Dia lalu duduk di sebelahku.
"Sendirian saja dik?" tanyanya ramah.
"E.. iya.. lagi pergi semua.." jawabku.
Diam-diam aku memperhatikan tubuh lelaki itu yang benar-benar kelihatan gagah dan jantan. Kaos hijau ketat yang dipakainya semakin memperlihatkan otot-otot tubuh yang dimilikinya. Puting susunya kelihatan menonjol. Tiba-tiba dia mengulurkan tangan dan mengajakku berkenalan.
"Kenalkan, nama gue Jamal." katanya.
"Anton.." kataku menyambut uluran tangannya.
"Bisa kita pergi sekarang Ton?" tanyanya.
"Eh.. ini.. sebentar.." aku gugup sekali karena tidak menyangka kalau aku dikira sebagai pegawai di sana.
"Kenapa..? Harus jaga kandang..? Pamit aja sama Amir." katanya memberi saran.
Aku teringat bahwa Mas Amir masih ada di dalam. Aku lalu pamit sebentar dan masuk ke dalam untuk mencari Mas Amir. Kudapati Mas Amir baru selesai mandi. Aku lalu menyapanya dan memberitahu bahwa ada tamu di luar. Mas Amir lalu keluar. Rupanya mereka telah kenal.
"Buset elo Mir.. dapet darimana barang bagus begitu?" sempat kudengar Jamal bertanya seperti itu kepada Mas Amir.
"Ah.. elo Mal.. sebenarnya.." Mas Amir lalu berbisik-bisik kepada Jamal.
Setelah berbincang-bincang beberapa saat. Jamal kembali duduk, sementara Mas Amir menghampiriku dan menarik lenganku untuk masuk ke dalam.
"Ton.. elo mau kagak bantuin gue?" tanyanya.
"Bantuin apa mas?"
"Anak buah gue kan pada pergi semua nih.. elo temenin tuh Mas Jamal ya.."
"Loh.. saya kan gak kerja di sini mas?"
"Kagak apa-apa.. Jamal sendiri yang minta kok.."
"Tugas saya nanti apa aja mas?"
"Elo bisa mijit kagak..?"
"Saya.. kagak gitu bisa mijit mas.."
"Ah.. udahlah.. elo temenin aja dia.. entar elo turutin aja dia maunya apa.."
"Tapi nanti Syarif.."
"Udah.. itu urusan kecil.."
Usai berkata begitu, Mas Amir langsung menarik lenganku keluar dan menyorongkanku kepada Jamal. Aku mulai berdebar-debar, apa yang akan terjadi padaku nanti. Jamal lalu mengajakku keluar dan kami lalu berjalan menyusuri kampung itu sampai di jalan raya dimana Jamal memarkir mobilnya dan menyuruhku masuk ke dalam jeep-nya. Dia lalu melarikan mobilnya. Untung Jamal orangnya ramah. Dia mengajakku mengobrol santai, kadang juga kita bercanda. Dia juga menceritakan tentang dirinya sendiri. Dia berusia 28 tahun tetapi dia tidak bercerita banyak tentang pekerjaannya kecuali bahwa dia sedang cuti dan ingin refreshing. Aku mulai bingung saat Jamal melarikan mobilnya ke arah luar kota.
"Kita mau kemana ini mas?"
"Gue lagi pengen ke pantai nih.. dan tolong jangan panggil gue Mas dong.."
"Tapi saya belum bilang orang rumah, nanti mereka mencari.."
"Nih ada telpon, elo telpon sekarang.. bilang elo diajak temen nginap." dia melemparkan handphone-nya ke arahku.
Walau agak ragu, tapi akhirnya aku menelpon juga ke rumah dan memberi kabar aku akan menginap di rumah temanku supaya tidak terlalu banyak ditanya. Hari sudah malam saat kami sampai di sebuah pantai yang cukup sepi. Jamal lalu memarkir jeep-nya di sebuah rumah dan dia turun meminta kunci ke sebuah rumah. Lalu dia mengajakku masuk ke sebuah rumah kecil di pinggir pantai.
"Kenapa Ton, kamu tegang ya? Jangan khawatir lah.. gue cuman butuh ditemenin aja kok.."
Jamal lalu merangkul pundakku dan mengajakku masuk ke dalam rumah. Rumah itu berupa kamar berukuran sekitar 3 X 4 meter plus sebuah kamar mandi. Di tengah-tengah terdapat sebuah kasur pegas. Jamal lalu membuka jendela kamar dan membiarkan angin pantai bertiup masuk ke dalam kamar.
"Ah.. segar sekarang.. Nah.. Ton, anggap rumah elo sendiri deh.."
Jamal lalu melepas sepatunya kemudian berdiri dan meloloskan kaos hijau ketatnya. Aku yang sedang duduk di ranjang sangat terkagum-kagum melihat dadanya yang begitu kekar perkasa. Puting susunya begitu hitam dan tegang. Dia tersenyum melihatku melihatnya seperti itu.
"Kenapa Ton, elo suka liat tetek gue?"
"Eh.. i.. iya.. tetek elo bagus."
"Tubuh elo juga lumayan bagus kok.. cuman butuh latihan rutin aja."
Dengan santainya Jamal lalu melorotkan celana panjangnya sehingga dia hanya mengenakan celana dalam yang sangat seksi sekali. Apalagi batang kejantanannya kulihat begitu jelas membayang di balik celana dalamnya yang tipis dan minim itu. Diam-diam aku merasakan bahwa batangku juga tegang melihat dia hampir telanjang seperti itu. Baru kali ini memang aku melihat langsung di depan mataku tubuh lelaki yang hampir polos. Jamal lalu tersenyum dan menyuruhku untuk melepas pakaianku.
"Ayo Ton, lepas pakaian elo.. terus pijitin gue.. tubuh gue capek semua nih."
Dia lalu menelungkupkan diri ke ranjang. Astaga.. CD-nya hanya berupa tali di bagian belakangnya, sehingga pantatnya yang bulat kencang itu terlihat dengan jelas. Aku semakin gemetaran menahan nafsuku dan juga menahan rasa sesak di celanaku akibat batang kemaluanku yang semakin menegang. Aku lalu melepas bajuku dan mengambil body lotion yang disiapkan oleh Jamal. Kemudian aku menduduki pahanya dan mulai mengoleskan body lotion ke punggungnya. Saat aku mulai memijat tubuhnya yang kencang itu, Jamal sesekali mengerang nikmat. Setelah beberapa lama, dia memintaku untuk memijat kaki dan pahanya. Dia mengangkangkan kakinya sedikit sehingga terlihat lubang pantatnya yang dipenuhi oleh bulu-bulu lebat berwarna hitam itu.
Tiba-tiba Jamal berbalik, sehingga kini dia telentang dan memintaku memijat dadanya. Saat aku hendak duduk di sebelah tubuhnya, Jamal melarangku dan memintaku duduk di atas pahanya, sehingga saat aku membungkuk untuk memijat dadanya, bagian kemaluanku bersentuhan dengan kejantanannya yang masih terbungkus celana dalam minim itu. Kurasakan kejantanan dia juga mulai menegang.
Jamal mengangkat tangannya, sehingga bulu-bulu ketiaknya terlihat dan membuatku semakin terangsang. Dia mengerang penuh kenikmatan saat tanganku memijit dadanya dan memintaku untuk memainkan jariku di puting susunya.
"Sekarang.. lepas kolor gue." perintahnya.
Antara ragu dan ingin tahu, kulepas juga perlahan-lahan CD-nya, sehingga batang kejantanannya yang sudah tegang penuh itu tersembul keluar. Gila.. barang dia cukup besar dan panjang. Hitam dan dikelilingi oleh bulu-bulu jembut yang keriting dan lebat.
"Ya.. sekarang pijitin tuh kontol gue.." suruhnya lagi.
Tanpa diulang dua kali, aku lalu meraih batang kejantanannya dan memainkannya.
"Bukan dengan tangan.. dengan lidah elo.." perintahnya.
Bagai kerbau dicucuk hidung, aku mendekatkan kepalaku ke batang kemaluannya dan kujulurkan lidahku untuk menjilati senjatanya bagaikan es krim.
"Oh ya.. euhh.. enak.. bagus.. pintar elo Ton.."
Aku semakin bernafsu menjilati batang kejantanannya yang super tegang itu dan kumainkan tanganku di buah kejantanannya.
"Masukin ke mulut elo Ton.. masukin semuanya.."
Lagi-lagi aku menuruti kata-katanya untuk memasukkan senjatanya itu ke mulutku, mulai dari ujung sampai ke pangkalnya.
"Ooohh.. yeaahh.. teruss.. jangan berhenti Toonn.."
Puas kujilati dan kukulum batang kemaluannya, Jamal lalu bangkit dan melepas CD-nya. Dia lalu menyuruhku melepas celana jeans dan CD-ku. Setelah aku telanjang bulat, dia menyuruhku berdiri di depannya dan kini dia yang menjilati burungku. Nikmatnya benar-benar tidak terhingga. Aku sampai merasa terbang di awang-awang. Bahkan tidak lama kemudian, aku tidak tahan lagi atas rasa geli dan nikmat yang tidak terkira itu.
"Ooohh.. Mal.. gue ngga tahan.. oohh.. ehh.. yeaa.. aahh.."
Kusemprotkan air maniku yang sudah tidak tertahankan itu mengenai mulut, muka dan rambutnya. Aku kemudian terkapar lemas di ranjang. Benar-benar suatu kenikmatan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Jamal lalu memelukku dan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Mulutnya tiba-tiba menempel di mulutku. Aku membalas ciumannya dengan bernafsu. Ohh.. nikmat sekali rasanya, sementara tangannya meremas-remas dadaku.
"Gimana Ton, elo suka kan?"
"Suka sekali Mal.. nikmat.."
"Itu belum seberapa sayang.. gue akan kasih elo sesuatu yang lebih enak."
"Apa itu Mal?"
"Gue pengen ngentotin elo Ton, elo mau kan gue entot?"
Tanpa menunggu jawabanku, Jamal lalu menggamit kakiku dan membentangkannya lebar-lebar sambil diangkat. Diganjalnya pinggulku dengan bantal dan dia mengambil lotion yang masih tersisa lalu dioleskannya ke lubang anusku. Jarinya lalu dimasukkan ke lubang anusku, pertama-tama satu jari, dua jari dan entah sampai berapa jari yang dia masukkan, yang jelas aku merasa aneh tetapi nikmat menjalari sekujur tubuhku.
Jamal kemudian berlutut di antara kedua kakiku yang tetap terangkat. Disandarkannya kakiku ke dadaku, sementara dia memainkan senjata kejantannya dan mengarahkannya ke lubang anusku. Kurasakan kepala kejantanannya menempel di lubang anusku. Dia lalu membungkuk dan mencium bibirku, saat itu juga kurasakan senjatanya yang gagah memasuki lubang anusku. Rasanya benar-benar gila. Aku ingin menjerit karena merasakan anusku seperti terbakar, tetapi yang keluar dari mulutku hanyalah rintihan kecil. Rontaanku juga tidak berarti karena tubuhnya begitu berat menindih tubuhku.
Akhirnya aku hanya bisa pasrah membiarkan rasa panas itu. Rupanya batang kejantanannya telah masuk semua sampai ke pangkalnya ke dalam lubang anusku karena kurasakan bulu-bulu jembutnya menempel di pantatku. Saat itu dia berhenti sejenak dan kurasakan rasa panas dan perih itu hilang seketika berganti dengan suatu rasa aneh dan nikmat yang menjalari tubuhku. Apalagi setelah itu, Jamal mulai menggerak-gerakkan senjatanya maju mundur di dalam silitku. Aku merasa suatu kenikmatan yang paling hebat. Aku merintih dan mengerang saat dia menghentakkan kejantanannya keras-keras ke dasar lubang anusku.
Entah berapa lama Jamal menyenggamaiku seperti itu, yang jelas dia kemudian kembali menegakkan tubuhnya sambil tetap menyodok lubang anusku.
"Ohh.. ahh.. enak kan Ton.. eehh..?"
"Eeehh.. i.. yaa.. euuhh.. aahh.."
Hentakan batang kejantanan Jamal makin lama makin cepat sampai akhirnya.
"Oohh.. Toonn.. gue keluar.." teriaknya.
Setelah itu, Jamal menghentakkan batang kejantanannya beberapa kali sampai akhirnya dia berhenti total dan ambruk di atas tubuhku tanpa mencabut senjatanya dari dalam lubang anusku. Kurasakan ada cairan yang meleleh keluar dari sela-sela batang kejantanannya dan anusku. Jamal lalu mencium bibirku dengan mesra.
"Thanks Ton, gue suka elo."
"Sama-sama Mal.. gue juga suka sama elo."
Setelah beristirahat beberapa jam, Jamal mengajakku keluar, ke pantai yang masih gelap itu dengan telanjang bulat. Kami kemudian mandi di pantai dan saat duduk di pasir, kembali Jamal menciumi bibirku dengan bernafsu. Lagi-lagi dia menyetubuhi aku di atas pasir pantai.
Sampai sekarang, Jamal masih sering mengajakku untuk menemaninya. Tetapi dia tidak lagi menjemputku di tempat Syarif bekerja, melainkan langsung ke rumahku. Ya, kami sudah menjadi sepasang kekasih. Aku harus mengucapkan terima kasih kepada Syarif yang telah mengenalkanku kepada Jamal kekasihku. Kadang kami juga mengundang Syarif untuk ikut dalam permainan kami.
Tamat